NTP Turun di Mei 2022, SPI Beberkan 2 Faktor Ini Penyebabnya, Apa Saja?

0
588
Reporter: Rommy Yudhistira

Serikat Petani Indonesia (SPI) menilai penurunan subsektor perkebunan rakyat dan subsektor tanaman pangan menjadi faktor menurunnya Nilai Tukar Petani (NTP) pada Mei 2022. Apalagi laporan anggota SPI dari berbagai wilayah seperti Sumatera Utara, Jambi, Riau, dan Sumatera Barat menyebutkan harga tandan buah segar (TBS) kelapa sawit belum kembali normal.

“Penurunan NTP perkebunan yang selama ini tumbuh terus disebabkan dampak dari penurunan harga TBS sawit di berbagai sentra sawit, ketika pemerintah memberlakukan kebijakan pelarangan ekspor CPO,” kata Ketua Departemen Pengkajian Strategis Nasional SPI Mujahid Widian dalam keterangan resminya, Senin (6/6).

Mujahid menuturkan, harga TBS di tingkat petani bervariasi mulai dari Rp 1.600 hingga Rp 1.800 per kilogram (kg). Sedangkan di tingkat pabrik kelapa sawit (PKS), harga TBS berkisar antara Rp 1.900 hingga Rp 2.000 per kg.

“Kondisi menjadi semakin sulit karena di saat yang sama harga pupuk mengalami kenaikan yang tinggi, bisa dilihat dari indeks biaya produksi dan tambahan modal.. Ini yang memberatkan petani perkebunan rakyat,” ujar Mujahid.

Baca Juga :   BPDPKS: Volume Ekspor Kelapa Sawit Alami Penurunan Sejak Akhir 2021

Faktor berikutnya, Mujahid mengatakan, subsektor tanaman pangan mengalami penurunan sebesar 0,32% jika dibandingkan bulan sebelumnya. Bila diamati, subsektor tanaman pangan berada di bawah standar impas selama 3 bulan terakhir ini.

Sesuai laporan anggota SPI, kata Mujahid, faktor cuaca menjadi momok bagi petani khususnya yang berada di wilayah Jawa Timur dan Jawa Tengah. “Curah hujan dengan intensitas tinggi mengakibatkan tanaman banyak yang lembab dan terancam gagal panen,” kata Mujahid.

Atas dasar tersebut, kata Mujahid, pihaknya meminta pemerintah segera mengambil tindakan, baik untuk jangka pendek maupun jangka Panjang untuk mengatasi masalah tersebut. Soal kebijakan jangka pendek, kata Mujahid, pemerintah perlu memastikan subsektor-subsektor pertanian yang sedang mengalami penurunan agar dapat bangkit kembali.

Dalam konteks sawit, kata Mujahid, kebutuhan dalam negeri harus menjadi prioritas utama sehingga harga pangan dapat stabil kembali. Naiknya NTP perkebunan beberapa bulan lalu dinilai belum bisa menjamin kenaikan pendapatan para petani.

Pemerintah lewat badan usaha Mmilik negara (BUMN), kata Mujahid, untuk mengambil peran yang lebih sentral seperti mengurus turunan strategis produksi sawit sehingga krisis minyak goreng yang masih terjadi saat ini dapat dibenahi. Sedangkan untuk jangka panjang, pemerintah perlu memberlakukan prinsip kedaulatan pangan yang dijadikan sebagai dasar pertanian di Indonesia.

Baca Juga :   Pasar Menguat, Pembelian SBN oleh BI Mulai Turun

“Hal ini tentu harus dimulai dari terpenuhinya hak-hak petani dan produsen pangan skala kecil lainnya atas faktor-faktor produksi, akses terhadap benih lokal, akses terhadap pasar dan bantuan keuangan dinikmati secara utuh,” katanya.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik merilis Nilai Tukar Petani (NTP) pada Mei 2022 hanya 105,41 atau turun 2,81% bila dibandingkan dengan bulan sebelumnya. Penurunan NTP nasional 2022 disebabkan turunnya indeks harga yang diterima petani sebesar 2,37%. Sedangkan indeks harga yang dibayar petani mengalami kenaikan sebesar 0,46%.

Penurunan NTP periode Mei 2022 juga dipengaruhi turunnya 2 subsektor yaitu subsektor perkebunan rakyat sebesar 9,29%, dan subsektor tanaman pangan sebesar 0,32%. Sedangkan tiga subsektor lainnya mengalami kenaikan yakni subsektor hortikultura naik 2,75%, subsektor peternakan naik 0,77% dan subsektor perikanan naik 0,26%.

Leave a reply

Iconomics