Ramai-Ramai Anggota DPR Kritik Kinerja BPDPKS yang Minim untuk Sawit dan Migor
Komisi IV DPR menyoroti alokasi anggaran Badan Pengelola dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) yang tidak pro-rakyat di mana masalah minyak goreng masih terus berlangsung. Pasalnya, BPDPKS hanya mengalokasikan subsidi untuk minyak goreng curah senilai Rp 7,6 triliun.
Sementara untuk biodiesel, kata Wakil Ketua Komisi IV Anggia Erma Rini, BPDPKS mengalokasikan anggaran senilai Rp 110,03 triliun. Meski masalah minyak goreng belum usai, pemerintah dalam waktu dekat ini akan mencabut subsidi mulai 31 Mei nanti.
“BPDPKS ini mengelola dana yang luar biasa besar, anggaran kementerian kita itu enggak ada yang sampai segitu, pengalokasiannya inilah yang selalu kita soroti sangat tidak proper, sangat tidak proporsional dan sangat tidak pro-rakyat,” kata Anggia dalam sebuah diskusi beberapa waktu lalu.
Menurut Anggia, dalam konteks ini, negara dinilai zalim karena anggaran yang dikelola BPDPKS mencapai sekitar Rp 130-an triliun. Sementara proporsi pengalokasiannya dinilai sangat tidak berpihak kepada rakyat karena sebagian besar digunakan untuk biodiesel.
Karena itu, kata Anggia, pihaknya mempertanyakan pihak-pihak yang menikmati itu, padahal penyumbang anggaran, pungutan ekspor itu adalah para petani sawit rakyat. “Saya pernah di Panja mempertanyakan apakah petani rakyat itu menyumbang pungutan itu, anggaran itu, jawabannya ke sana-kemari dan enggak jelas dan kita tersinggung nih, rakyat ini punya sumbangan besar, punya kontribusi yang besar, untuk anggaran yang besar sekarang dikelola oleh BPDPKS,” kata Anggia.
Karena itu, kata Anggia, BPDPKS hanya ibarat event organizer karena posisinya tidak jelas dalam perbaikan infrastruktur sawit dalam negeri. Itu sebabnya, kinerja BPDPKS perlu dievaluasi.
“Makanya menurut saya memang perlu dibedah dan dievaluasi tentang penggunaan anggaran dan tentang kebijakannya juga,” kata Anggia.
Sementara itu, rekan Anggia di Komisi IV, Riezky Aprilia menilai minyak goreng seharusnya tidak menjadi polemik apabila eksekusi dari BPDPKS dilakukan secara tepat. Karena itu, penting BPDPKS untuk terbuka dan transparan dalam kegaiatannya.
“Misalnya terkait biodiesel, itu kan program-programnya, plasma sawit rakyat, karena kita enggak menutup mata selama ini BPDPKS ataupun kebijakan-kebijakan terkait programnya. Ini diendusnya cepat banget sama penegak hukum, kalau ada penyimpangan diendus, cuma anehnya kok tidak dicegah malah ditindak, kan ini menjadi pertanyaan, harusnya kan ada pencegahan dulu baru ditindak, ini pencegahannya juga enggak ada,” kata politikus PDI Perjuangan itu.
Begitu pula dengan anggota Komisi VI DPR dari Fraksi Nasdem Rudi Hartono Bangun yang menilai anggaran BPDPKS untuk sawit rakyat sangat minim. Juga peran pejabat dari BPDPKS untuk mengatasi masalah minyak goreng ini, sangat minim.
“Kalau pejabat kita kompak, aparatur hukum, polisi, jaksa dan DPR, semua kompak mengawasi termasuk Pak Presiden (Jokowi) juga, sebenarnya tidak terjadi kelangkaan migor,” ujar Rudi.