
Tanggapi Putusan PN Jakpus, Ketum Partai Prima: Tidak Ada Penundaan Pemilu 2024

Ketua Umum Partai Prima Agus Jabo Priyono/Dokumentasi Partai Prima
Partai Prima menyebut gugatannya terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat tidak terkait dengan penundaan Pemilihan Umum (Pemilu) 2024. Partai Prima hanya meminta agar proses tahapan pemilu diulang kembali.
Menurut Ketua Umum Partai Prima Agus Jabo Priyono, gugatan tersebut dilakukan karena proses hukum yang mereka tempuh di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) mengalami jalan buntu. Keputusan kedua lembaga tersebut menyatakan Partai Prima tidak tercantum sebagai peserta pemilu.
“Di pengadilan negeri kita menyatakan agar kemudian proses dan tahapan pemilu itu dimulai dari awal lagi. Karena KPU sebagai penyelenggara pemilu sudah terbukti melakukan perbuatan melawan hukum,” kata Agus dalam keterangan resminya beberapa waktu lalu.
Agus menuturkan, terkait dengan kalimat hasil putusan PN Jakarta Pusat yang menyatakan 2 tahun 4 bulan dan 7 hari itu menunjukkan waktu KPU untuk memproses kembali dari awal proses tahapan pemilu. Karena itu, Partai Prima memastikan gugatan dan putusan PN Jakarta Pusat itu tidak ada urusan dengan kepentingan politik lain.
“Kita hanya fokus pada persoalan bagaimana hak politik kami, hak sipil kami sebagai warga negara dihormati dan dijunjung tinggi,” ujar Agus.
Di sisi lain, Direktur Eksekutif Institute for Democracy & Strategic Affairs (Indostrategic) Ahmad Khoirul Umam menduga, di balik gugatan Partai Prima terdapat agenda besar yang menginginkan penyelenggaraan Pemilu 2024 ditunda. Apalagi, pola yang dilakukan pihak-pihak yang menginginkan pemilu ditunda, terlihat jelas ketika perdebatan dan konfigurasi politik nasional tidak berpihak pada agenda kepentingan penundaan pemilu, dan yang paling efektif caranya memanfaatkan jalur penegakan hukum.
Indikasinya, kata Umam, terlihat dari strategi yang dilakukan dan dibangun untuk menunda pelaksanaan Pemilu 2024. Karena itu, Partai Prima dalam konteks penundaan pemilu hanya menjadi pion kecil yang dipersiapkan untuk melancaarkan agenda besar.
“Modus operandinya semakin jelas. Semua diregestrasikan sedemikian rupa untuk menghadirkan ketidakpastian persiapan menuju Pemilu 2024,” kata Umam.
Umam mengatakan, elite-elite kekuasaan telah masuk ke ranah yudisial dan begitu leluasa menjadikan instrumen hukum sebagai alat untuk melancarkan agenda kepentingan. Dugaan itu semakin kuat, dengan adanya putusan majelis hukum yang tidak memahami bahwa kewenangan pengadilan perdata tidak dapat mengadili sengketa proses pemilu.
“Ketika kita mencermati amat putusan PN Jakarta Pusat ini, majelis hakim seolah tidak paham wilayah yurisdiksi pengadilan perdata,” kata Umam.
Sebelumnya, Partai Prima menggugat KPU dan bermula dari verifikasi administrasi partai politik calon peserta pemilu yang dilakukan KPU kepada Partai Prima. Dalam rekapitulasi hasil verifikasi partai politik peserta pemilu, KPU menyatakan Partai Prima Tidak Memenuhi Syarat (TMS) dan tidak bisa mengikuti verifikasi faktual.
Setelah Partai Prima mempelajari dan mencermatinya, jenis dokumen yang sebelumnya dinyatakan TMS, ternyata KPU juga menyatakan Memenuhi Syarat dan hanya menemukan sebagian kecil permasalahan. Partai Prima juga menyebut KPU tidak teliti dalam melakukan verifikasi yang menyebabkan keanggotaannya dinyatakan TMS di 22 provinsi.
Akibat dari kesalahan dan ketidaktelitian KPU, Partai Prima mengaku mengalami kerugian immateriil yang mempengaruhi anggotanya di seluruh Indonesia.