Menguatkan Personalisasi dan Loyalitas Konsumen Melalui Identitas Budaya Lokal

Oleh: Fardila Astari. Penulis adalah Measurement And Strategic Communications Expert Reputasia Strategic Communications Consulting dan Mahasiswa Doktoral Sosiologi, Universitas Indonesia.
0
109

Laporan Edelman Trust Barometer 2025 mengungkapkan tentang perubahan signifikan dalam cara konsumen memandang brand, beralih dari koneksi kolektif menuju hubungan yang lebih dekat dan personal (From We to Me). Di Indonesia, temuan ini sangat relevan mengingat tantangan seperti inflasi yang terus meningkat, ketidakpastian perdagangan global, dan polarisasi sosial yang memengaruhi kepercayaan masyarakat. Hasil survei menegaskan bahwa brand memiliki peluang besar untuk menjadi pilar kepercayaan di tengah gejolak.

 

Tantangan Ekonomi dan Sosial di Indonesia

Survei terhadap lebih dari 15.000 responden di 15 negara, termasuk Indonesia dalam Laporan Edelman Trust Barometer 2025: Brand Trust, From We to Me mengungkapkan bahwa 68% responden berusia 18–44 tahun menghadapi kesulitan keuangan, seperti keterlambatan pembayaran tagihan, pengurangan konsumsi makanan, atau kehilangan sumber pendapatan, sebuah realitas yang di Indonesia tercermin dari kenaikan harga kebutuhan pokok seperti beras dan minyak goreng yang membebani daya beli masyarakat kelas menengah ke bawah.

Laporan Edelman lebih lanjut mengungkap kekhawatiran terhadap tarif dan perang dagang, yang meningkatkan biaya barang konsumsi impor, kini diperparah oleh konflik Iran-Israel sejak Juni 2025, yang berpotensi menyebabkan harga minyak dunia melonjak ke US$75–$80 per barel bahkan mencapai US$100 per barel jika Selat Hormuz terganggu. Hal ini dapat memicu inflasi lebih lanjut di Indonesia. Kenaikan harga pangan, seperti gandum dan kedelai, akibat gangguan rantai pasok global, memperburuk tekanan ekonomi, khususnya bagi kelompok muda, dan meningkatkan risiko ketidakstabilan sosial, sebagaimana diungkap dalam laporan tentang dampak tarif terhadap biaya hidup.

Secara sosial, ketidakpercayaan terhadap institusi seperti pemerintah dan media, sebagaimana diungkap laporan, mencerminkan situasi di Indonesia, di mana misinformasi di platform digital dan polarisasi politik pasca-pemilu 2024 memperdalam keraguan masyarakat terhadap otoritas. Di laporan ini juga menunjukkan data bahwa konsumen lebih mencari kepercayaan pada brand domestik dibandingkan brand asing.

 

Keunggulan Brand Lokal

Di tengah persaingan pasar yang semakin ketat, brand lokal Indonesia seperti kecap Bango (yang diakuisisi oleh Unilever) telah menunjukkan keunggulan dalam membangun loyalitas konsumen, menjadi teladan bagi pelaku usaha lokal lainnya. Menurut laporan Edelman Trust Barometer 2025, brand domestik memiliki tingkat kepercayaan yang jauh lebih tinggi (75%) dibandingkan brand asing (60%), dengan selisih kepercayaan sebesar 15 poin. Keunggulan ini tidak terjadi secara kebetulan. Bango memanfaatkan pemahaman mendalam tentang budaya lokal, mengintegrasikan nilai-nilai kebersamaan dan keberlanjutan yang sangat resonan dengan konsumen Indonesia. Pendekatan ini tidak hanya memperkuat ikatan emosional dengan pelanggan, tetapi juga memberikan alasan kuat bagi pelaku usaha lokal untuk menjadikan identitas nasional sebagai inti strategi pemasaran mereka.

Baca Juga :   Gubernur Jakarta dan Dirut Bank Jakarta Beberkan Filosofi Call Name dan Logo Baru

Bango telah memantapkan posisinya sebagai simbol kuliner Indonesia dan sebagai kecap asli Indonesia, menjadikan kecap manisnya bagian integral dari identitas budaya nasional dengan mengaitkannya pada hidangan tradisional seperti sate, gado-gado, dan nasi goreng, yang menonjolkan keaslian dan cita rasa lokal, menggugah nostalgia dan kebanggaan budaya yang selaras dengan temuan laporan Edelman Trust Barometer 2025 tentang konsumen yang menghargai brand autentik dan preferensi kuat terhadap brand domestik.

Melalui inisiatif seperti Festival Jajanan Bango (FJB), Bango membangun komunitas yang merayakan keberagaman masakan Indonesia, melibatkan pedagang kecil dan koki lokal untuk mempromosikan warisan kuliner dan memperkuat nilai kebersamaan yang diinginkan 51% konsumen, sekaligus memberdayakan ekonomi komunitas sesuai kewajiban brand pada isu sosial.

Lebih jauh, Bango menunjukkan komitmen keberlanjutan dengan mendukung petani kedelai lokal melalui program pertanian berkelanjutan di Jawa dan Sumatera, mempromosikan praktik ramah lingkungan seperti pupuk organik, yang resonan dengan konsumen yang peduli pada dampak ekologis, dan dengan komunikasi transparan melalui media sosial, Bango menghindari risiko persepsi negatif akibat diam (silent), memperkuat kepercayaan dan loyalitas konsumen sebagai brand yang tidak hanya menawarkan produk, tetapi juga pengalaman budaya dan tanggung jawab sosial.

 

Harapan Konsumen Indonesia

Baca Juga :   Pertama di Indonesia, 1.000 Brand Lokal akan Berpartisipasi dalam Festival Belanja Online

Temuan laporan menyoroti ekspektasi konsumen yang kian personal:

  • Emosi Positif: 68% konsumen menginginkan brand yang menciptakan perasaan bahagia, aman, atau percaya diri. Di Indonesia, brand seperti Blue Bird berhasil dengan menyediakan layanan yang memudahkan dan memberikan rasa aman termasuk dalam transaksi digital.
  • Harapan dan Edukasi: 62% mengharapkan brand membawa optimisme, dan 61% menginginkan informasi yang membantu pengambilan keputusan. Contohnya, brand seperti Halodoc menyediakan edukasi kesehatan melalui aplikasi, sehingga meningkatkan kepercayaan konsumen.
  • Komunitas Berbasis Nilai: 51% konsumen menginginkan brand yang menghubungkan mereka dengan komunitas yang memiliki nilai serupa. Brand lokal seperti Semilir Ecoprint yang membangun komunitas dengan mengadakan pelatihan ecoprint untuk masyarakat lokal, terutama perempuan, di berbagai daerah. Ini menciptakan jaringan pengrajin dan konsumen yang peduli pada pelestarian lingkungan dan budaya, sejalan dengan ekspektasi konsumen untuk brand yang membentuk komunitas berbasis nilai

Laporan juga menekankan munculnya belief-driven buyers, di mana konsumen memilih brand berdasarkan sikap mereka terhadap isu sosial atau politik. Di Indonesia, merek yang mendukung isu seperti pelestarian lingkungan atau pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), seperti Du Anyam yang memberdayakan perempuan pengrajin di daerah terpencil dengan memberikan pelatihan keterampilan anyaman dan akses pasar mendapat sambutan positif. Namun, laporan memperingatkan bahwa 50% konsumen menganggap ketidakpedulian brand terhadap isu penting sebagai tanda “inaction” atau menyembunyikan masalah, adalah sebuah risiko besar di tengah budaya digital Indonesia yang kritis.

 

Strategi Brand di Indonesia

Berdasarkan analisis laporan, berikut strategi yang dapat diterapkan brand di Indonesia:

  1. Personalisasi Berbasis Budaya
    • Manfaatkan teknologi seperti AI untuk memberikan pengalaman yang disesuaikan, seperti rekomendasi produk di platform seperti Traveloka;
    • Integrasikan unsur budaya Indonesia, seperti festival lokal atau narasi tentang kearifan lokal, dalam kampanye pemasaran.
  2. Aksi Nyata pada Isu Sosial
    • Terlibat dalam isu yang relevan dengan brand, seperti pemberdayaan ekonomi lokal atau pengurangan limbah plastik, seperti yang dilakukan Aqua dengan program daur ulang;
    • Komunikasikan tindakan secara transparan di media sosial untuk menghindari persepsi negatif akibat diam (silent).
  3. Optimalisasi Saluran Kepercayaan
    • Bangun kepercayaan melalui ulasan/review pelanggan atau testimonial dan rekomendasi teman/peers, yang dianggap lebih tepercaya dibandingkan iklan tradisional;
    • Hadir di platform berbasis AI, seperti asisten belanja virtual, untuk memudahkan konsumen menemukan brand.
  4. Perkuat Identitas Lokal
    • Tonjolkan aspek “Made in Indonesia” untuk memanfaatkan preferensi terhadap brand domestik;
    • Atasi kekhawatiran harga produk dengan penawaran hemat dan komunikasi tentang nilai produk yang jelas.
  5. Edukasi dan Konsistensi
    • Sediakan konten edukasi, seperti tips pengelolaan keuangan dari brand seperti Jenius, untuk memperkuat hubungan dengan konsumen;
    • Pertahankan konsistensi dalam mendukung isu sosial untuk membangun kredibilitas jangka panjang.
Baca Juga :   Berkolaborasi Jangka Panjang, 3 Pendapat CEO Ini Perlu Dipertimbangkan, Apa Itu?

 

Peluang dan Tantangan

Dengan penetrasi internet di Indonesia mencapai 69%, pasar digital menawarkan peluang besar, tetapi akses yang tidak merata di daerah pedesaan tetap menjadi tantangan. Brand perlu menggabungkan strategi digital dengan pendekatan offline, seperti kemitraan dengan komunitas lokal atau pasar tradisional. Selain itu, tingginya ekspektasi konsumen terhadap aktivitas brand menuntut orisinalitas dan transparansi, terutama di platform media sosial yang sensitif terhadap isu sosial.

Di tengah ketidakpastian ekonomi dan sosial, brand di Indonesia memiliki kesempatan untuk menjadi lebih dari sekadar penyedia produk atau layanan. Dengan mengedepankan personalisasi, keterlibatan pada isu sosial yang relevan, dan kehadiran di saluran tepercaya, brand dapat membangun kepercayaan yang kokoh dengan konsumen. Laporan Edelman Trust Barometer 2025 dapat menjadi panduan strategis bagi brand Indonesia untuk menavigasi era baru ini, memperkuat posisi mereka sebagai mitra yang relevan dan dipercaya dalam kehidupan masyarakat.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics