Alih-alih Menghilangkan, AI Bantu Memudahkan Pekerjaan Kehumasan
Perkembangan pesat Artificial Intelligence (AI) memunculkan kekhawatiran hilangnya profesi tertentu, terutama pekerjaan yang bersifat rutinitas seperti pekerjaran administrasi, entri data dan layanan pelanggan. Bagaiama dengan profesi humas atau public relation (PR)?
Mochamad Hadiyana, Staf Ahli Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) Bidang Teknologi meyakini pekerjaan kehumasan tak akan tergantikan sepenuhnya oleh AI. Alih-alih menghilangkan peran manusia dalam profesi kehumasan, teknologi tersebut justru membantu memudahkan praktisi humas dalam mejalankan pekerjaannya.
Berbicara dalam acara ‘Comms Outlook 2024: Adaptive & Optimistic’ yang digelar The Iconomics di Jakarta, Senin (29/1), ia mengatakan profesi humas yang bidang pekerjaannya terkait dengan menciptakan, mengelola dan menjaga reputasi dan citra suatu organisasi atau suatu individu, tak sepenuhnya tergantikan oleh AI.
“AI, misalnya, tidak bisa melakukan persuasi, memiliki kecerdasan emosional. Ini menjadi optimisme bagi tenaga humas untuk tetap eksis pada tahun-tahun ke depan karena mempunyai kemungkinan yang lebih kecil untuk hilang akibat adanya AI,” ujar Hadiyana.
Menurut dia, “AI sudah tentu menjadi game changer dalam komunikasi atau perhumasan.” AI ini membatu tenaga humas dalam berbagai tugas. Misalnya, pembuatan konten.
“Ini yang paling penting, karena ini tugas inti dari kehumasan. Sudah tentu ini akan menghemat waktu dan sumber daya, sehingga tenaga humas itu akan bisa menggunakan waktu untuk pekerjaan-pekerjaan lain yang lebih strategis,” ujarnya.
Kemampuan AI dalam “komunikasi yang dipersonalisasi” juga memungkinkan praktisi kehumasan untuk memberikan informasi tertentu kepada khalayak tertentu yang sudah dipetakan menggunakan AI. Dengan begitu, informasi yang diberikan lebih tepat sasaran, sehingga meningkatkan efektifitas dan dampak komunikasi.
Bahkan AI, menurut Hadiyana, juga bisa berperan dalam manajemen krisis karena kemampuannya dalam melakukan analisis informasi dan sentimen yang tercipta, baik sentimen positif, netral maupun negatif.
Dalam debat antarcalon presiden dan wakil presiden, misalnya, AI bisa menganalis sentimen publik terhadap kandidat berdasarkan informasi di media masa dan media sosial.
“Dengan AI itu tenaga humas bisa melakukan manajemen krisis, melakukan langkah-langkah antisipasi jika terjadi sentimen negatif, sehingga bisa meningkatkan reputasi (perusahaan/organisasi) dimana tenaga humas itu bekerja atau bisa meningkatkan reputasi dari klien dari humas,” ujarnya.
Kemampuan AI untuk melakuan pengukuran kinerja juga membantu praktisi humas dalam mengukur sejauh mana pencapaian atas target yang telah ditetapkan.