Kadin Sebut 2 Tantangan Besar Pemerintah Pulihkan Sektor Riil

0
598
Reporter: Yehezkiel Sitinjak

Kamar Dagang dan Industri Indonesia (Kadin) menyebutkan 2 tantangan besar yang akan dihadapi pemerintah untuk memulihkan kembali sektor riil yang telah terpuruk akibat dampak pandemi Covid-19. Tantangan itu terutama akan dihadapi sektor riil dalam upaya me-restart kembali usaha mereka secara praktis terhentikan akibat dampak pandemi Covid-19.

Wakil Ketua Umum Bidang Hubungan Internasional Kadin Shinta Widjaja Kamdani mengatakan, ada gap antara kebutuhan stimulus kredit yang dibutuhkan pelaku usaha di sektor riil dengan alokasi anggaran yang telah disiapkan pemerintah melalui program pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk sisi supply side.

Gap tersebut, kata Shinta, bisa mencapai lebih dari Rp 1.200 triliun berdasarkan hitungan Kadin. Dan itu terdiri atas kebutuhan kredit outstanding pelaku dunia usaha sebesar Rp 1.600 triliun dibandingkan dengan alokasi dana pemerintah untuk mendukung dunia usaha sebesar Rp 393,45 triliun.

“Jadi kekhawatiran kami adalah hanya perusahaan dengan modal kuat yang survive karena sebagian besar mengatakan tidak bisa survive lewat bulan juni ini, jadi ini sangat mengkhawatirkan kami,” kata Shinta acara webinar, Kamis (18/6).

Baca Juga :   Wamen BUMN: Peran Big Data dan AI Mentranformasi Industri Kesehatan

Shinta menambahkan, prioritas pemerintah saat ini pun dalam mendistribusikan dana bantuan kepada sektor UMKM dan BUMN yang sudah berjalan. Namun untuk saat ini, kata Shinta, bantuan untuk segmen korporasi swasta masih sedang digodok pemerintah dan belum terdapat realisasinya.

Kebutuhan finansial sektor riil saat ini, kata Shinta, tidak hanya dapat bertahan, namun kembali beraktivitas dan pulih membutuhkan dua hal, yakni restrukturisasi kredit untuk mengurangi beban tetap perusahaan serta injeksi modal berupa kredit modal kerja tambahan.

Tantangan kedua yang ditemukan Kadin terkait masalah ketepatan waktu dalam pencairan stimulus. Menurut Shinta, pemerintah harus segera dan tepat waktu dalam mencairkan stimulus bagi sektor korporasi. Sebab, jika pemerintah telat menyalurkan bantuan akan terlambat bagi sebagian besar perusahaan yang hanya mampu bertahan hingga bulan Juli ini.

Selain itu, Shinta mencatat biaya untuk melakukan pinjaman bagi perusahaan saat ini masih sangat tinggi karena suku bunga pinjaman pun masih sesuai pasar. Dengan kondisi kas sebagian besar perusahaan yang telah tergerus, suku bunga pinjaman yang berada saat ini sangat memberatkan bagi para pelaku usaha yang hendak me-restart kembali bisnis mereka.

Baca Juga :   Tren Omicron Naik, Presiden: Waspada Perlu Tapi Jangan Panik

Karena itu, kata Shinta, pihaknya telah menyiapkan beberapa langkah yang hendak direkomendasikan kepada pemerintah. Pertama, untuk meningkatkan likuiditas dan kemampuan penanggungan risiko di sektor perbankan. Kedua, melakukan monitoring terhadap output realisasi distribusi pinjaman usaha kepada sektor riil.

Ketiga, percepatan regulasi pendukung, termasuk dari segi pembenahan birokrasi, kesiapan infrastruktur, dan mekanisme operasional distribusi stimulus pembiayaan korporasi. “Kemudian, sosialisasi yang lebih baik kepada pelaku usaha, baik itu ke UMKM, atau ke korporasi. Dan terakhir, koreksi pada suku bunga pinjaman riil sesuai dengan relaksasi kebijakan makroprudensial. Saya rasa koreksi ini sangat penting sehingga cost-nya seperti apa, karena suku bunga pinjaman sangat penting karena kita juga pikirkan hal ini secara jangka panjang,” katanya.

 

 

Leave a reply

Iconomics