6 Perubahan Ini Dinilai Akan Pengaruhi Industri Restoran di 2021

0
1693
Reporter: Yehezkiel Sitinjak

Industri restoran diminta mengantisipasi 6 perubahan besar ketika memasuki era next normal pada 2021. Pelaku industri dalam menyusun perencanaan untuk bangkit kembali pada 2021 harus memperhatikan regulasi, teknologi, konsumen dan kompetisi.

“Kita harus tahu apa yang bakal terjadi di Januari hingga Desember 2021. Strategi harus outlooking bukan yesterday, atau yang masa lampau. Melihat masa lampau boleh tapi harus merefleksikan untuk masa depan,” kata Managing Partner Inventure Yuswohady dalam acara webinar secara virtual bertajuk bertajuk “Resto Industry Outlook 2021” yang digelar Inventure pada Jumat kemarin.

Atas dasar kondisi ini, Yuswohady memperkirakan ada 6 perubahan besar yang akan mempengaruhi industri restoran pada tahun depan. Pertama, terjadinya resesi pada skala global dan nasional. Soal ini, kata Yuswohady, ekonomi nasional telah mencatatkan pertumbuhan negatif pada kuartal kedua, dan diperkirakan akan terus berlanjut hingga kuartal keempat.

“Jadi memang banyak menteri telah mengasih indikasi bahwa kita sudah di ambang resesi dan ini tidak hanya di tingkat nasional tapi di tingkat global,” kata Yuswohady.

Baca Juga :   4 Ide dari ShopeePay untuk Berbagi THR di Lebaran 2021

Kondisi resesi ini, kata Yuswohady, disebabkan melemahnya permintaan akibat masyarakat mengalami rasa ketakutan, baik secara kesehatan maupun ekonomis sebagai dampak dari Covid-19. Ini pula yang membuat konsumsi dan belanja dari masyarakat semakin berkurang.

Kedua, kata Yuswohady, berkaitan dengan disaster yang telah melanda sektor pariwisata, di mana industri restoran dan hotel merupakan bagian dari sektor tersebut. Sebagai sektor yang bersifat high-touch dan high-crowd, maka sektor ini merupakan sektor yang paling terdampak Covid-19 dan membutuhkan waktu paling lama untuk bangkit kembali.

Ketiga, kata Yuswohady, situasi pandem menyebabkan disrupsi pada rantai pasok pangan/makanan. Itu karena proses produksi makanan di tingkat petani hingga proses pengiriman bahan baku secara global mengalami disrupsi akibat terhambatnya mobilitas akibat pandemi.

Karena itu, Yuswohady menilai faktor ini sangat berpengaruh ke industri restoran karena akan menyebabkan perubahan dari era globalisasi menjadi lokalisasi. Artinya, restoran lokal akan lebih diminati karena dari sisi rantai pasokan akan lebih terjamin sementara akses terhadap bahan baku dari luar negeri secara global masih akan terkendala.

Baca Juga :   Inklusi dan Literasi Masih Rendah, BSI Diminta Kenalkan Produk Syariah Secara Masif

“Maka kecenderungan pandemi akan menjadi antitesis globalisasi. Karena dunia mengalami supply chain disruption, yang terjadi justru bukan globalisasi malah lokalisasi. Dan ini akan pengaruh pada industri restoran,” kata Yuswohady.

Keempat, kata Yuswohady, terjadinya percepatan dari ekonomi digital. Pandemi merupakan katalis dari digitalisasi dan pengadopsian teknologi digital. Berkat pandemi, telah terjadi fenomena di mana konsumen cenderung menggunakan semakin banyak aplikasi atau layanan digital (widening) juga cenderung menghabiskan waktu lebih lama dalam menggunakan layanan digital (deepening).

Semakin maraknya pengadopsian digital, kata Yuswohady, hal tersebut akan berdampak pada strategi perusahaan restoran, terutama bagi mereka yang ingin mendorong layanan delivery ketika tren menunjukkan bahwa sejak pandemi, terjadi keseimbangan antara pelanggan dine-in dan take-away atau delivery.

Kelima, kata Yuswohady, pihaknya juga menilai bahwa pemerintah bingung dalam menangani kasus Covid-19 di Tanah Air. Pasalnya, ketika negara-negara lain telah memasuki fase second wave atau terjadinya peningkatan kembali angka kasus penularan Covid-19 setelah sebelumnya mereda, namun angka kasus di Indonesia masih kerap meningkat dan belum menunjukkan tanda perlambatan atau bahkan penurunan.

Baca Juga :   Informa Markets Siap Gelar Fi Asia 2022 di Kemayoran September Nanti

“Harus diakui pemerintah kita kurang berhasil dalam mengelola covid sehingga dampaknya seperti saat ini. Yang lain sudah masuk second wave kita first wave saja nggak selesai,” kata Yuswohady.

Faktor keenam, kata Yuswohady, penerapan intermittent social distancing policy oleh para pembuat kebijakan atau buka-tutupnya pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Seperti diketahui, Pemprov DKI Jakarta belum lama ini telah menetapkan kembali PSBB selama 2 pekan terhitung dari 18 September. Yuswohady memperkirakan bahwa PSBB kali ini bukanlah yang terakhir kali akan diterapkan oleh pemerintah.

“Dalam kasus resto, kita tahu bahwa teman-teman teriak soal PSBB kedua karena begitu PSBB pertama tiarap semua. Begitu dibuka sudah kembali menggeliat, tapi begitu sudah mencapai 60%-70% lalu ditutup lagi. Jadi teman-teman harus siap bahwa buka-tutup akan terus terjadi,” katanya.

 

 

Leave a reply

Iconomics