Chief Economist IEI: MBR Informal Harus Mendapatkan Perhatian Khusus

0
198
Reporter: Maria Alexandra Fedho

Pemerintah kini telah memiliki serangkaian kebijakan terobosan di bidang pembiayaan perumahan untuk percepatan kepemilikan rumah khususnya untuk Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR). Adapun kebijakan tersebut pertama melalui skema sewa beli (Rent to Own) yang mana dalam skema ini proses pengajuan pembelian rumah dilakukan dengan cara kesepakatan untuk menyewa sebuah properti dengan komitmen pasti untuk membelinya sampai jangka waktu yang ditentukan.

Kedua, skema kepemilikan bertahap (Staircasing Ownership) yaitu KPR subsidi dengan skema kepemilikan secara bertahap. Pada tahap pertama dalam bentuk sewa dan KPR, sedangkan pada tahap kedua murni KPR.

Menurut Chief Economist The Indonesia Economic Intelligence (IEI) Sunarsip, kedua inovasi pembiayaan ini terutama diperuntukkan pada MBR, terutama yang berada di kota-kota yang memang rasio backlog-nya tinggi dibanding MBR di pedesaan. Tercatat jumlah backlog di perkotaan sebanyak 10 juta, dan di pedesaan sebanyak 2,7 juta.

Namun demikian, menurut Sunarsip, yang kemudian menjadi masalah adalah skema tersebut agak sulit diterapkan untuk MBR informal.

Baca Juga :   Program PEN: Pemerintah Sedang Revisi Regulasi Perpanjangan Insentif DTP Perumahan

“Nah jadi skemanya ok gitu ya, tetapi juga baru akan bisa efektif itu kalau skema ini cocok atau eligible atau cocok dengan seluruh karakterisik yang dimiliki oleh masyarakat MBR itu sendiri terutama sekali masyarakat MBR yang berpenghasilan rendah informal,” kata Sunarsip dalam Webinar Prospek dan Tantangan Pembiayaan Perumahan Rakyat Khususnya Masyarakat Berpenghasilan Rendah (MBR) pada Selasa (11/07/2023).

Menurut Sunarsip, bila dilakukan profiling secara lebih spesifik, cukup banyak dari kelompok MBR informal yang memiliki kapasitas membayar relatif tinggi. Maka dari itu, perlu dilakukan penyempurnaan metode scoring yang memungkinkan kelompok MBR informal ini dapat mengakses pembiayaan perumahan dari perbankan.

Ia mengusulkan beberapa startegi agar semua kalangan MBR dapat mengakses pembiayaan. Pertama, mengusulkan agar dimungkinkannya perbankan menggunakan aspek pengeluaran (expenditure) untuk mengukur borrowing capacity pada kelompok MBR informal.

Pengukuran berbasis data pengeluaran ini antara lain dapat dilakukan pemanfaatan data belanja calon debitur yang dapat ditangkap (captured) dari big data berdasarkan transaksi belanja yang pembayarannya dilakukan secara digital. Dengan demikian, berarti calon debitur terlebih dahulu telah terkoneksi dengan perbankan melalui rekening tabungan.

Baca Juga :   5 Daya Tarik Punya Hunian di Area Mixed-Use

Kedua, BI bersama perbankan perlu mendorong penetrasi implementasi QRIS khususnya kepada para pelaku ekonomi kecil, misalnya pada merchant atau pedagang pasar. Tujuannya, untuk memudahkan masyarakat (termasuk MBR informal) dalam melakukan transaksi pembayaran secara digital. Semakin massif penetrasi implementasi QRIS akan semakin banyak pula data digital dari calon debitur KPR yang dapat di-captured oleh perbankan untuk dianalisis.

Ketiga, penetrasi yang aktif dari para pemangku kepentingan dalam ekosistem perumahan untuk mendorong kelompok MBR memiliki tabungan, baik melalui bank yang secara khusus menjadi penyalur KPR bersubsidi maupun lembaga pengelola tabungan perumahan lainnya seperti Tapera.

Kementerian PUPR telah memiliki program bantuan pembiayaan perumahan berbasis tabungan (BP2BT) bagi kelompok MBR informal. Keberadaan program ini dapat menjadi pintu masuk bagi implementasi digitalisasi calon debitur KPR bersubsidi dari kelompok MBR informal tersebut.

Leave a reply

Iconomics