Dorong Akselerasi Transisi Energi Bersih, IESR Rekomendasikan Quick Win dan Long Term untuk Pemerintah Prabowo-Gibran

0
21

Indonesia Clean Energy Forum (ICEF) dan Institute for Essential Services Reform (IESR) merekomendasikan sejumlah langkah untuk pemerintah agar terjadi percepatan transisi energi berkeadilan.

Fabby Tumiwa, Direktur Eksekutif ICEF dan IESR menyampaikan lima rekomendasi jangka pendek (quick win), dan empat rekomendasi jangka panjang. Secara jangka pendek, pemerintah perlu pertama, menetapkan target dan peta jalan transisi energi dengan pilihan biaya yang paling murah (cost effective) dengan kehandalan pasokan yang optimal, dan penurunan emisi gas rumah kaca yang selaras dengan target 1,5 derajat Celsius.

“Komitmen transisi energi perlu diperkuat dengan peningkatan target bauran energi terbarukan dalam Kebijakan Energi Nasional, mengembalikan target 23% bauran pada 2025, dan meningkatkan signifikan target bauran 2030. Selain itu, penyusunan peta jalan transisi energi perlu memberikan transparansi pada implikasi biaya dari berbagai skenario yang dipertimbangkan agar keputusan pencapaian target merefleksikan biaya paling optimal,” kata Fabby dalam keterangan resminya.

Kedua, mengakselerasi penyelesaian kebijakan dan regulasi transisi energi dalam perencanaan (pipeline) untuk mendukung peta jalan transisi energi Indonesia. Beberapa kebijakan transisi energi perlu diselesaikan dalam 100 hari pertama pemerintahan seperti, kebijakan dan regulasi ini mencakup Kebijakan Energi Nasional (KEN), Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), peta jalan pengakhiran operasi PLTU batubara, dan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL).

Baca Juga :   PDI Perjuangan Respons Putusan MK soal Umur di Bawah 40 Tahun Bisa Jadi Capres/Cawapres

Ketiga, melakukan reformasi subsidi dan kompensasi energi ke dukungan sosial langsung. Fabby menekankan pemerintah perlu membentuk tim dan menyusun strategi reformasi subsidi dan kompensasi energi ke dukungan sosial langsung pada kelompok rentan sampai kelompok masyarakat yang berpotensi masuk kelas menengah (aspiring middle class). Keempat, menerapkan reformasi kebijakan sektor ketenagalistrikan sesuai rekomendasi yang disusun dalam Comprehensive Investment and Policy Plan (CIPP). Dokumen CIPP memberikan rekomendasi prioritas untuk penyesuaian regulasi ketenagalistrikan. Reformasi kebijakan ini juga memungkinkan Indonesia untuk mendorong implementasi pendanaan Just Energy Transition Partnership (JETP) dan pendanaan lanjutannya sesuai joint statement JETP.

Kelima, pengentasan program dedieselisasi 5400 unit PLTD dengan total kapasitas 3,5 GW dengan pembangkit energi terbarukan setempat untuk memberikan listrik yang cukup untuk tingkat akses listrik dengan level tier-3 (minimum 692 kWh/cap/tahun). Fabby menyebut, rencana dedieselisasi telah mengalami penundaan dalam tiga tahun belakang, dan butuh diakselerasi dengan target finalisasi yang jelas. Padahal pelaksanaan program dedieselisasi ke pembangkit energi terbarukan memberikan manfaat, di antaranya berupa pengurangan biaya pembangkitan listrik lokal dan mengurangi kebutuhan diesel dan impornya.

Baca Juga :   Merasa Dihina dan Difitnah, Prabowo Ajak Kader Gerindra Balas dengan Senyuman

Fabby memaparkan empat rekomendasi jangka panjang, yaitu pertama, membangun diplomasi energi untuk menarik investasi dan transfer teknologi melalui kerjasama Selatan-Selatan. Indonesia dapat memanfaatkan hubungan baik yang sudah dibangun selama ini untuk membangun kerjasama Selatan Selatan untuk menjadi hub transisi energi global.

Kedua, menciptakan faktor pendukung (enabling environment) yang mendorong transformasi model bisnis industri dan BUMN dalam transisi energi.

“Transisi energi akan menyebabkan transformasi model bisnis industri serta BUMN yang ada di masing-masing sektor. Transformasi terjadi karena disrupsi teknologi energi bersih yang semakin murah,” papar Fabby.

Ia menjelaskan bahwa peran PLN dapat berubah, tidak hanya untuk jual beli tenaga listrik tetapi memberikan jasa penyediaan dan manajemen energi dengan kualitas tinggi ke konsumen.

Perusahaan energi fosil melakukan diversifikasi bisnis dan menanamkan investasi pada energi bersih. Pemerintah perlu mengidentifikasi tren-tren tersebut dan menyusun kerangka regulasi pendukung sehingga menciptakan enabling environment untuk transformasi model bisnis industri.

Ketiga, penerjemahan target pengembangan energi bersih (energi terbarukan, hidrogen) ke peta jalan pengembangan industri, pembangunan, dan penyiapan SDM untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

Baca Juga :   Di WEFAM, Menko Airlangga Ingatkan Negara Maju untuk Komitmen Pendanaan Transisi Energi Bersih

Agar industri energi bersih tumbuh, maka pemerintah perlu menyusun paket insentif untuk pengembangan industri energi bersih domestik yang diselaraskan dengan strategi penyiapan tenaga kerja sesuai standar kompetensi yang dibutuhkan, dukungan penelitian dan inovasi teknologi rendah karbon, maupun pembangunan infrastruktur pendukung seperti jaringan listrik dan penyimpanan energi, serta fasilitas standarisasi dan tes untuk teknologi energi bersih.

Keempat, meningkatkan transparansi dan partisipasi pada pengambilan kebijakan energi dan pelibatan aktor yang luas.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics