
Ekonom Bank Mandiri Prediksi Ekonomi Capai 5,13% di 2025, Tumbuh Tipis Dibanding 2024

Economist Bank Mandiri Dian Ayu Yustina/Iconomics
Ekonom Bank Mandiri Dian Ayu Yustina memprediksi pertumbuhan ekonomi di Indonesia berada di kisaran 5,13% pada 2025 ini atau tumbuh tipis dibanding 2024 yang mencapai 5,03%. Pertumbuhan tersebut terjadi antara lain karena dinamika ekonomi disebabkan beberapa kebijakan global seperti keputusan pemerintah baru Amerika Serikat (AS).
“Jadi ini kan semacam proses menyesuaikan, ada pemerintahan baru di Amerika, ada pemerintahan baru di Indonesia, pemerintahan baru ini masih mengumumkan hal-hal baru, realisasinya bagaimana, itu semua proses adjustment, proses dari kita memahami,” kata Dian dalam acara Media Briefing Economic Outlook 2025 di AXA Tower, Jakarta, beberapa waktu yang lalu.
Dian mengatakan, jika seluruh penyesuaian pergantian pemerintah berjalan dengan baik, maka akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional bisa berjalan dengan baik di 2026. “Tapi nanti kalau semua sudah ajek begitu ya, implementasi dan lari itu realisasinya, tahun depan bisa positif pertumbuhan ekonomi, baik secara global maupun domestik,” ujar Dian.
Khusus untuk pilihan investasi pada 2025, kata Dian, diversifikasi portofolio investasi menjadi langkah terbaik bagi para investor. Tujuannya, untuk mengurangi risiko kehilangan investasi yang muncul dari berbagai faktor seperti, fluktuasi pasar, perubahan suku bunga, dan risiko likuiditas.
“Jadi sebenarnya kalau pilihan investasi itu tergantung parameter risiko kita, apakah kita orangnya risk taker sekali atau cenderung yang konservatif. Stock market bagaimana? Kita tahu kemarin kualitas sekali stock market kita, dan tekanannya juga luar biasa dari global dan dari domestik. Tapi ada beberapa pihak yang justru ini melihat sebagai opportunity to buy at a low level, karena stock market itu determined-nya adalah prospek pertumbuhan ekonomi,” tambah Dian.
Karena itu, kata Dian, pihaknya menyarankan investor yang cenderung konservatif, bisa memilih obligasi atau reksadana. Kedua pilihan itu dinilai cocok lantaran memiliki risiko yang tidak terlalu agresif dibanding instrumen saham lainnya.
“Tapi jangan lupa juga kita harus punya portfolio yang mangelola risiko, apakah itu instrument hedging atau misalnya memberi produk asuransi, itu salah satu hal-hal yang perlu kita balancing,” kata Dian.
Leave a reply
