Hasil Audit, Damri Temukan Dugaan Fraud hingga Tindak Pidana pada Karyawan Eks PPD
Perusahaan Umum (Perum) Damri melaporkan sejumlah masalah seperti dugaan fraud, tindak pidana penipuan dan penggelapan serta indikasi rekayasa pencatatan utang yang dilakukan mantan pimpinan/karyawan Perum PPD. Seluruh masalah yang dilaporkan terjadi sebelum penggabungan Damri dan PPD.
Direktur Utama Perum Damri Setia N. Milatia Moemin mengatakan, pihaknya menemukan masalah tersebut setelah mengaudit khusus kepada 25 karyawan/eks Perum PPD yang diduga terlibat dalam rekayasa pertanggungjawaban fiktif pada SPT Dirut No. 0013.00/KP.004/SPPT/00/DU/2023. Damri pun
Menurut Setia, pihaknya turut melaporkan kasus tersebut kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), berkoordinasi dengan Tim Kawal BUMN, dan meminta bantuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) untuk mengaudit dengan tujuan tertentu. Dari hasil temuan itu, Satuan Pengawasan Internal (SPI) menemukan adanya keterlibatan 29 eks karyawan dan pimpinan Perum PPD dengan jumlah kerugian sebesar Rp 23,1 miliar pada 2022.
“Jumlah kerugian itu hampir Rp 24 miliar. Kami juga meminta asistensi kepada BPKP, karena kami mau melakukannya dengan benar,” kata Setia di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/6).
Setelah proses klarifikasi terhadap eks pimpinan dan karyawan PPD, kata Setia, pihak-pihak tersebut telah mengembalikan kerugian kepada perusahaan sebesar Rp 2,6 miliar. Meski demikian, masih terdapat 10 pimpinan/karyawan yang belum memenuhi panggilan untuk klarifikasi.
“Sebagian telah dikembalikan kepada perusahaan sebesar Rp 2,6 miliar, sehingga masih ada kerugian perusahaan sebesar Rp 21,136 miliar,” ujar Setia.
Selain dugaan fraud, kata Setia, pihaknya pun melaporkan adanya kasus tindak pidana penipuan dan penggelapan yang dilakukan salah satu karyawan dari 29 orang yang bermasalah tersebut. Saat ini, prosesnya masih ditangani pihak kepolisian.
“Masih berproses di Polda Metro Jaya dan Mabes Polri, atas tindak pidana penipuan dan penggelapan kepada beberapa pihak yang diindikasikan bagian dari upaya pencucian uang yang berasal dari rekening PPD ke 19 perusahaan,” ujar Setia lagi.
Kemudian, kata Setia, Damri pun melaporkan masalah pencatatan utang PPN yang ditarik dari pihak ketiga tetapi tidak disetorkan kepada negara, dan utang PPH dan PBB yang belum dibayarkan PPD dengan total sebesar Rp 44 miliar pada Juni 2023. Terkait masalah itu, Direktorat Jenderal pajak meminta Damri untuk bertanggung jawab untuk membayar utang pajak eks PPD secara bertahap.
Sedangkan dari hasil pemantauan, kata Setia, pihaknya menemukan adanya indikasi rekasaya pencatatan keuangan sebesar Rp 37 miliar, dengan cara membukukan piutang di depan pada 2019 dari pihak pemberi tugas dalam hal ini Trans Jakarta. Lantaran tidak disertai dengan backup dokumen-dokumen kesepakatan, pemberi tugas tidak mengakui timbulnya piutang tersebut.
Karena itu, kata Setia, Damri berupaya meminta asistensi BPKP untuk menelusuri indikasi rekayasa pencatatan keuangan itu. “Mohon kiranya anggota DPR yang terhormat dapat mendorong percepatan penanganan kasus yang sedang berproses baik di Polda Metro Jaya, Mabes Polri, maupun KPK, sebagai wujud mendukung pemberantasan tindak korupsi,” katanya.