
Jadi Negara Maju, 5 Komoditas Ekspor Indonesia Ini Bakal Terdampak

Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad/The Iconomics
Institute for Development of Economics and Finance (Indef) memperkirakan 5 komoditas andalan Indonesia yang diekspor ke Amerika Serikat (AS) bakal menurun. Itu sebagai imbas dari berubahnya status Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju.
Peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus menuturkan, kelima produk ekspor itu adalah tekstil (-1,56%); alas kaki (-2,2%); karet (1,1%); CPO (-1,4%); produk mineral dan pertambangan (-0,3%); serta komponen mesin listrik (-1,2%). “AS berlangganan produk alas kaki dan tekstil, serta beberapa komoditas lainnya dengan berubahnya status kita jelas (komoditas) bakal terdampak,” kata Ahmad Heri di Jakarta beberapa waktu lalu.
Sebelumnya, Lembaga Perwakilan Kamar Dagang AS (USTR) menaikkan status Indonesia dari negara berkembang menjadi negara maju. Karena itu, berbagai fasilitas yang diterima Indonesia selama menjadi negara berkembang bakal dihapus dan tentu saja akan berdampak terhadap ekspor komoditas Indonesia.
Berdasarkan hasil simulasi Global Trade Analysis Project (GTAP), dengan diberikannya tarif impor (dengan asumsi meningkat 5% dari posisi tarif saat ini) untuk produk ekspor utama Indonesia ke AS, maka secara makro akan menyebabkan penurunan ekspor ke AS sebesar 2,5%.
Ahmad juga khawatir kebijakan AS ini kemungkinan akan ditiru India atau negara-negara lain yang mengalami defisit perdagangan dengan Indonesia. “Seperti India yang berusaha menekan defisit dengan mengenakan tarif untuk sawit, takutnya negara lain akan mengikuti langkah AS,” kata Ahmad.
Oleh sebab itu, Ahmad menganjurkan agar pemerintah protes kepada AS mengingat perkiraan implikasi yang ditimbulkannya besar bagi Indonesia. Selanjutnya meyakinkan AS bahwa produk ekspor Indonesia ke AS sama sekali tidak mendapat subsidi baik dari pemerintah maupun badan usaha milik pemerintah.
Sedangkan, Direktur Eksekutif Indef Tauhid Ahmad mengatakan, tujuan AS mengeluarkan Indonesia dari negara berkembang adalah untuk menekan defisit perdagangan dengan Indonesia. “Kita salah satu negara penyumbang defisit untuk AS, ini cara AS untuk mengurangi defisitnya,” kata Tauhid.
Merujuk kepada data Badan Pusat Statistik, neraca perdagangan Indonesia dengan AS masih surplus. Pada Januari 2020, misalnya, surplus perdagangan Indonesia dengan AS mencapai US$ 1,01 miliar.