Asesmen KSSK, Stabilitas Sistem Keuangan Indonesia Tetap Terjaga Selama Triwulan III 2023

0
118

Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) menilai stabilitas sistem keuangan Indonesia selama triwulan III tetap terjaga di tengah meningkatnya ketidakpastian perekonomian dan pasar keuangan global. Namun, kewaspadaan tetap diperlukan karena ekonomi global diperkirakan akan melambat disertai ketidakpastian yang tinggi.

Asesmen tersebut berdasarkan Rapat KSSK pada 30 Oktober lalu yang diikuti oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo, Ketua Dewan Komisioner Otoritasa Jasa Keuangan (OJK) Mahendra Siregar dan Ketua Dewan Komsioner Lembaga Penjamin Simpanan (LSP) Purbaya Yudhi Sadewa.

“KKSK berkomitmen untuk melanjutkan penguatan koordinasi dan sinergi, serta meningkatkan kewaspadaan terhadap perkembangan risiko global ke depan, termasuk rambatannya pada perekonomian dan sektor keuangan domestik,” ujar Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers, Jumat (3/11).

Risiko eksternal yang dihadapi Indonesia saat ini adalah pertumbuhan ekonomi global melambat dengan ketidakpastian yang meningkat tinggi, disertai divergensi atau perbedaan pertumbuhan antarnegara yang semakin melebar.

IMF memperkirakan pertumbuhan ekonomi global pada 2023 mencapai 3,0% dan melambat menjadi 2,9% pada 2024. Ekonomi Amerika Serikat (AS) pada 2023 masih tumbuh kuat terutama ditopang konsumsi rumah tangga dan sektor jasa. Sedangkan, ekonomi Tiongkok melambat dipengaruhi pelemahan konsumsi dan krisis di sektor properti.

Baca Juga :   KSSK Perkuat Sinergi Menjaga Momentum Pemulihan

Tekanan inflasi global juga diperkirakan masih tinggi dipicu oleh kenaikan harga energi dan pangan akibat eskalasi konflik geopolitik, fragmentasi ekonomi, serta fenomena El Nino.

Untuk mengendalikan inflasi, suku bunga kebijakan moneter di negara maju, termasuk Federal Funds Rate (FFR) diperkirakan masih tetap berada pada level yang tinggi dalam jangka waktu yang lebih lama (higher for longer). Kenaikan suku bunga global akan diikuti dengan kenaikan yield obligasi tenor jangka panjang negara maju, khususnya obligasi pemerintah Amerika Serikat, akibat peningkatan kebutuhan pembiayaan pemerintah Amerika Serika dan premi risiko jangka panjang (term-premia).

“Perkembangan tersebut memicu aliran keluar modal asing dari Emerging Markets ke negara maju dan mendorong penguatan signifikan dolar AS terhadap berbagai mata uang dunia,” ujar Sri Mulyani.

Aliran modal ke negara maju terutama Amerika Serikat membuat Dollar AS menguat signifikan dan mendorong pelemahan mata uang negara lain, termasuk nilai tukar Rupiah.

Indeks nilai tukar Dolar AS terhadap mata uang utama (DXY) pada 27 Oktober 2023 berada di level 106,56 atau menguat 2,93% ytd. Peningkatan Indeks DXY memberikan tekanan depresiasi terhadap mata uang utama, seperti Yen Jepang dan Dolar Australia yang melemah masing-masing 12,61% dan 6,72% ytd, serta depresiasi mata uang kawasan, seperti Ringgit Malaysia dan Baht Thailand masing-masing 7,82% dan 4,39% ytd.

Baca Juga :   KSSK: Stabilitas Sistem Keuangan Masih Terjaga Selama Triwulan Kedua 2022

Sementara itu, dengan langkah-langkah stabilisasi yang ditempuh BI, depresiasi nilai tukar Rupiah relatif lebih baik, yakni 2,34% ytd.

“Ke depan, langkah stabilisasi nilai tukar Rupiah terus diperkuat agar sejalan dengan nilai fundamentalnya dan mendukung upaya pengendalian imported inflation,” ujar Sri Mulyani.

Di tengah berbagai tekanan global ini, perekonomian Indonesia diperkirakan tetap tumbuh baik dan berdaya tahan. Konsumsi swasta diperkirakan masih tumbuh kuat sejalan dengan keyakinan konsumen yang masih tinggi, terkendalinya inflasi, dan aktivitas terkait penyelenggaraan Pemilu.

Percepatan belanja negara terkait penyelenggaraan Pemilu serta penguatan peran APBN sebagai shock absorber diharapkan dapat mendorong konsumsi Pemerintah serta menjaga daya beli masarakat.

Investasi bangunan dan non-bangunan memasuki tren peningkatan seiring dengan progress penyelesaian Proyek Strategis Nasional (PSN). Pada sisi lain, sebagaimana dialami oleh banyak negara, aktivitas ekspor mengalami penurunan sejalan dengan pelemahan ekonomi global. Meskipun demikian, pertumbuhan ekonomi nasional ke depan diperkirakan masih tetap kuat. Pertumbuhan ekonomi tahun 2023 diperkirakan berada di level 5,1%.

Leave a reply

Iconomics