BI Rate Masih Dipertahankan di Level 6%, Kapan Turunnya? Gubernur BI; “Sabarrr!
Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia pada Februari 2024 ini kembali memepertahankan BI Rate di level 6%. BI Rate berada pada level 6% sejak Oktober 2023, yang merupakan level tertinggi sejak Juli 2019.
“BI Rate untuk sementara waktu memang kami akan tetap pertahankan. Sabarrr!”ujar Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo dalam konferensi pers, Rabu, 21 Februari 2024.
“Sabarnya sampai kapan?” tambahnya.
Perry mengatakan, rencananya Bank Indonesia baru akan menurunkan BI Rate pada semester kedua tahun ini.
“Itupun kalau inflasi tetap akan terkendali, ekonominya masih akan tetap bertumbuh bagus dan terutama kalau rupiah kontinu stabil dan bahkan cenderung menguat,” ujarnya.
Perry mengatakan dengan mempertahankan BI Rate, Bank Indonesia fokus menjaga stabilitas nilai tukar rupiah agar inflasi barang-barang impor (imported inflation) tetap akan terkendali.
Stabilitas nilai tukar dan pengendalian inflasi barang-barang impor penting dilakukan untuk mengantisipasi dampak meningkatnya ketegagan geopolitik di sejumlah wilayah dunia yang mengganggu mata rantai pasokan global khususnya pangan dan energi.
Selain masalah geopolitik, pertumbuhan ekonomi global dan arah kebijakan suku bunga bank sentral Amerika Serikat – Federael Reserve – juga dicermati Bank Indonesia dalam merumuskan bauran kebijakannya.
Bank Indonesia memproyeksikan ekonomi global tumbuh sebesar 3% pada tahun 2024, lebih tinggi dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya sebesar 2,8%.
Perry mengatakan perbaikan ekonomi global terutama ditopang lebih kuatnya kinerja ekonomi Amerika Serikat (AS) dan India sejalan dengan konsumsi dan investasi yang tinggi.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang masih lemah serta kontraksi pertumbuhan ekonomi di Inggris dan Jepang yang telah terjadi dalam dua triwulan berturut-turut dapat menurunkan prospek pertumbuhan ekonomi dunia.
Membaiknya ekonomi Amerika Serikat dan India, jelas Perry berdampak bagi ekonomi Indonesia, terutama dari ekspor. Indonesia, jelasnya, banyak mengekspor komoditas ke Amerika Serikat dan India.
Pertumbuhan ekonomi China memang melambat, tetapi Perry mengatakan “ekspor kita ke China banyak yang sudah [ditingkatkan] value added dari hasil hilirisasi SDA yang selama ini.”
“Itu kenapa neraca perdagangan kita tetap mencatat surplus dan juga mendukung secara riil pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan,” ujarnya.
Sementara untuk arah kebijakan suku bunga Federal Reserve, Bank Indonesia masih mempertahankan proyeksi bulan lalu.
“Dari sejak awal, kami memperkirakan [Fed Fund Rate] baru akan turun semenster II. Berapa besar penurunanya, kami masih konsisten 75 basis poin,” ujar Perry.