Dua Penyebab Perolehan Kontrak Wika Kian Merosot pada 2024
Perolehan kontrak PT Wijaya Karya (Persero) Tbk atau Wika kian merosot dalam dua tahun terakhir. Pasar konstruksi yang lesu ditambah keputusan perusahaan untuk lebih selektif dalam memilih proyek membuat raihan kontrak baru mengalami penurunan.
Hingga Oktober 2024, BUMN konstruksi ini membukukan kontrak baru sebesar Rp16,9 triliun.
Sebagai perbandingan, sepanjang 2023, Wika meraih kontrak baru sebesar Rp29,2 triliun. Sementara tahun sebelumnya, kontrak baru Wika mencapai Rp33,3 triliun.
Secara, keseluruhan, jumlah kontrak dihadapi Wika per Oktober 2024 mencapai Rp Rp60,9 triliun. Sebanyak 68% merupakan proyek infrastruktur dan gedung. Sementara sisanya adalah industri penunjang konstruksi terutama beton pracetak dan proyek energi dan industrial plant.
Jumlah kontrak tersebut masih jauh di bawah 2023 lalu yang mencapai Rp73,9 triliun. Sementara kontrak dihadapi Wika pada 2022 mencapai Rp75,22 triliun.
“Memang order-book di Wika di 2023 dan 2024 ada penurunan,” kata Direktur Utama Wika, Agung Budi Waskito pada paparan publik secara daring, Kamis (28/11).
Agung menjelaskan, penurunan kontrak baru terjadi karena Wika sangat selektif untuk mendapatkan proyek, sejalan dengan delapan stream penyehatan perusahaan.
Ia mengatakan, Wika hanya memilih proyek yang membawa nilai positif untuk cash-flow perusahaan. Karena itu, proyek yang diambil hanya proyek dengan sistem pembayaran bulanan dan menyetorkan uang muka sebesar 10% hingga 15%.
“Proyek-proyek seperti milestone, kemudian turnkey memang enggak kita ambil karena akan mengakibatkan cash-flow kita semakin tidak baik,” ujarnya.
“Dengan selektifnya pemilihan proyek yang lebih baik ini, ada beberapa proyek yang memang tidak kita ikutin,” tambahnya.
Selain karena lebih selektif dalam memilih proyek, Agung mengakui pasar konstruksi juga sedang lesu pada 2024 ini.
“Harus kita akui tahun 2024 adalah tahun politik yang mana tidak hanya APBN, mungkin beberapa BUMN dan swasta juga sedikit menahan capex atau belanja modalnya, sehingga memang proyek tidak cukup banyak di pasaran. Selain itu APBN juga kita ketahui bersama ada penurunan,” ujarnya.