Hingga September, Pendapatan Negara Tumbuh Kencang, Belanja Negara Loyo

0
114

Penerimaan negara hingga September 2021 tumbuh makin kencang yang menggambarkan pemulihan ekonomi sedang terjadi. Sementara di sisi lain, belanja negara mengalami penurunan.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan total pendapatan negara hingga September 2021 mencapai Rp1.354,8 triliun atau sudah mencapai 77% dari target APBN 2021. Penerimaan negara ini tumbuh 16,8% dibandingkan periode yang sama tahun lalu (year on year).

Sri Mulyani mengatakan pertumbuhan penerimaan negara pada September 2021  lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pada Agustus lalu yang sebesar 13,9%. “Ini menggambarkan sesuatu yang sangat positif,” ujarnya dalam konferensi pers, Senin (25/10).

Lebih rinci, penerimaan perpajakan hingga September 2021 lalu telah mencapai Rp1.033 triliun (+15,7% yoy), atau 71,5% dari target dalam APBN. Penerimaan perpajakan ini teridiri atas penerimaan pajak sebesar Rp850,1 triliun (+13,2% yoy) atau 69,1% dari target dalam APBN dan penerimaan kepabeanan dan cukai sebesar Rp182,9 triiliun (+29% yoy) atau 85,1% dari target dalam APBN.

Kemudian Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) hingga September 2021 sudah mencapai Rp320,8 triliun atau tumbuh 22,5% yoy, lebih kuat dibandingkan pertumbuhan bulan Agustus yang 19,6% yoy. Penerimaan PNBP ini sudah mencapai 107,6% atau sudah melampaui target dalam APBN 2021.

Baca Juga :   Sri Mulyani: Ancaman Perubahan Iklim Itu Nyata Seperti Pandemi Covid-19

Berbeda dengan penerimaan yang tumbuh positif, belanja negara hingga September 2021 yang telah mencapai Rp1.806,8 triliun mengalami kontraksi 1,9% yoy. Pada Agustus 2021 lalu, belanja negara masih tumbuh positif 1,5%.

Penurunan belanja ini terutama terjadi pada pos Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD) yang mengalami penurunan sebesar 14% yoy menjadi Rp541,5 triliun. Semua pos TKDD ini mengalami penurunan yaitu Transfer ke Daerah turun 14,1% yoy menjadi Rp491,3 triliun dan Dana Desa turun 13% yoy menjadi Rp50,2 triliun.

Sri Mulyani mengatakan kontraksi pada TKDD terjadi karena penyaluran Dana Bagi Hasil (DBH) dan Dana Alokasi Umum (DAU) turun masing-masing 14,2% dan 4,7%. “Penurunanya karena 90 pemerintah daerah belum memenuhi syarat untuk penyaluran DAU,” ujar.

Syarat yang dimaksud adalah laporan belanja wajib dari Dana Transfer Umum dan laporan pelaksanaan 8% dari Transfer Umum yang dipakai untuk penangangan Covid-19. “Ini pemerintah daerah karena belum menyampaikan laporan, kita belum memberikan transfer untuk DAU dan DBH, yaitu untuk 90 pemda yang terdiri dari 78 kabupaten, 6 kota dan 6 provinsi,” jelasnya.

Baca Juga :   Surplus APBN Jadi Modal untuk Menghadapi Risiko Baru Perekonomian

Selain DAU dan DBH, Dana Alokas Khusus (DAK) Fisik juga mengalami penurunan sebesar 58,8% dari Rp49,8 triliun pada tahun lalu menjadi Rp20,54 triliun hingga September 2021. Penurunan terjadi karena tahun ini Kementerian Keuangan menormalisasi kembali persyaratan penyaluran DAK. Sementara pada tahun lalu, persyaratan direlaksasi dengan menghilangkan atau mengurang beberapa persyaratan untuk meminimalkan kontraksi ekonomi di daerah.

Berbeda dengan Transfer ke Daerah dan Dana Desa yang mengalami kontraksi, belanja pemerintah pusat secara umum mengalami kenaikan sebesar 4,4% yoy menjadi Rp1.265,3 triliun. Kenaikan belanja pemerintah pusat terutama terjadi pada belanja Kementerian/Lembaga yang naik 16,1% menjadi Rp734 triliun. Sementara belanja non Kementerian/Lembaga turun sebesar 8,3% menjadi Rp531,3 triliun.

Sri Mulyani mengatakan kenaikan belanja Kementerian/Lembaga terutama didorong oleh belanja modal yaitu akselerasi proyek-proyek infrastruktur. Selain itu, kenaikan belanja Kementerian/Lembaga juga karena didorong oleh belanja barang terutama untuk vaksinasi dan perawatan pasien Covid-19 dan juga bantuan-bantuan produktif dari pemerintah.

Dengan postur penerimaan dan belanja negara ini, maka keseimbangan primer per September 2021 sebesar Rp-198,3 triliun. Posisi keseimbangan primer ini mengalami penurunan 55,6% dibandingkan tahun lalu dimana keseimbangan primer periode yang sama tahun lalu sebesar Rp-446,5 triliun.

Baca Juga :   Menkeu: APBN Instrumen Penting di Masa Pandemi Covid-19

“Kalau tadi dilihatkan seluruh penerimaan negara kita rebound dan recover cukup bagus, ini merupakan tren konsolidasi yang sangat baik dan kita akan coba terus jaga meskipun kondisi akan terus dinamis,” ujar Sri Mulyani.

Defisit APBN tahun 2021 hingga September 2021 mencapai Rp452 triliun, lebih kecil 33,7% dibandingkan defisit APBN periode yang sama tahun lalu yang mencapai Rp681,4 triliun. Secara rasio terhadap PDB, defist APBN tahun 2021 hingga September sebesar 2,74%, lebih kecil dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 4,41%.

Untuk menutupi defisit APBN tahun 2021, total pembiayaan hingga September sudah mencapai Rp621,9 triliun, turun 20,7% dibandingkan tahun lalu yang Rp784,6 triliun. “Ini menggambarkan sekali lagi konsolidasi fiskal sudah mulai berjalan sesuai yang kita semua harapkan agar APBN berangsur disehatkan kembali,” ujar Sri Mulyani.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics