Identifikasi 2 Masalah Program Kartu Prakerja, Ini Masukan Hipmi
Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mendukung semangat program Kartu Prakerja yang ingin meningkatkan produktivitas, daya saing dan keterampilan sumber daya manusia. Namun, dalam beberapa hal Hipmi menilai program ini bermasalah.
Karena itu, kata Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Himpi Ajib Hamdani, pihaknya setidaknya menemukan 2 masalah dalam program itu. Pertama, tidak adanya sistem tolok ukur yang relevan untuk mengetahui kesuksesan program dalam mencapai tujuan utamanya yakni meningkatkan keterampilan dan produktivitas masyarakat.
“Seharusnya ini adalah peningkatan kesempatan pelamar kerja dan juga produktivitas, namun ketika teman-teman mencoba sampling ada yang bisa ada yang tidak dan itu tidak ada ukuran jelas yang bisa masuk dan yang tidak masuk itu apa saja,” kata Ajib melalui telekonferensi bersama media di Jakarta, Senin (27/4).
Menurut Ajib, penjaringan peserta program Kartu Prakerja tidak sepenuhnya tepat sasaran. Sebab, ada beberapa peserta yang ikut program tersebut, tapi sesungguhnya peserta tidak membutuhkan, dan dinilai mampu secara ekonomi.
Isu kedua, kata Ajib, tentang bagaimana mengukur efektivitas program Kartu Prakerja terhadap para peserta. Apakah ke depannya mereka bakal dijamin mendapatkan pekerjaan atau keterampilan yang mereka peroleh langsung bisa diterapkan di dunia usaha sebagai wirausahawan.
“Contoh begini dari 160 ribu orang tahap pertama yang ini sebenarnya masih ada 30 gelombang selanjutnya, itu berapa persen yang kemudian bisa mendapatkan kesempatan kerja karena skill-nya ter-upgrade, lalu ada berapa persen yang bisa berbisnis, berapa persen yang belum dapat kesempatan menjadi profesional, jadi karyawan lagi atau jadi berbisnis,” ujarnya.
Hal tersebut, kata Ajib, belum ada tolok ukurnya. Padahal, data tersebut sangat dibutuhkan sebagai bukti kesuksesan pemerintah dan PMO menjalankan program Kartu Prakerja, Angka yang relevan dibutuhkan untuk menjadi tolok ikur program ini.
“Problemnya adalah Kemenko (Perekonomian) menggandeng platform digital sehingga alat ukur ini yang tidak bisa diberikan secara mandatory (wajib), karena bagaimanapun platform digital itu menunggu input dari orang yang ikut pelatihan, kemudian bagaimana mereka (peserta) melaporkannya,” kata Ajib.
Karena itu, kata Ajib, Hipmi memberikan masukan kepada pemerintah dan PMO Kartu Prakerja untuk meningkatkan efektivitas pemantauan terhadap penyeleksian peserta program. Semisal, PMO bisa memanfaatkan seperti Kadin, Apindo dan Hipmi yang memiliki data tenaga kerja akibat pemutusan hubungan kerja yang signifikan atau sektor mana yang sedang membutuhkan peningkatan keterampilan tenaga kerjanya.
Lewat masukan ini, Ajib berharap, Hipmi beserta asosiasi usaha lainnya bisa membantu pemerintah agar program Kartu Prakerja berjalan dengan lancar dan tepat sasaran.