Mantan Direktur Jadi Tersangka Impor Gula, PPI Dukung Proses Hukum Kejaksaan Agung

0
36

Jampidsus

PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) menyatakan, mendukung proses hukum dugaan tindak pidana korupsi impor gula di Kementerian Perdagangan periode 2015-2016 oleh Kejaksaan Agung.

Pernyataan itu disampaikan Direktur Utama PT PPI, S. Hernowo menyusul penetapan tersangka Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI periode 2015-2016 berinisial CS.

CS ditetapkan sebagai tersangka, bersama mantan Menteri Perdagangan, Thomas Lembong, Selasa (29/10).

“Manajemen PPI akan bersikap kooperatif atas proses hukum yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung RI sebagai penerapan tata kelola perusahaan yang baik dan wujud nyata mendukung aksi bersih-bersih BUMN,” kata Direktur Utama PT PPI, S. Hernowo, dikutip dari keterangan pers, Rabu (30/10).

Hernowo menegaskan bahwa hingga saat ini aktivitas bisnis PPI masih berjalan dengan normal dan tidak ada gangguan pada operasional bisnis perusahaan.

Hernowo juga menyatakan bahwa pihaknya terus menekankan penerapan tata kelola perusahaan yang baik dan benar dalam proses bisnis perusahaan.

Bagaimana duduk perkara versi Kejaksaan Agung?

Kasus impor gula ini terjadi hampir satu dekade yang lalu, tatkala Kementerian Perdagangan dipimpin Thomas Lembong.

Kejaksaan menyatakan,  Thomas memberikan izin Persetujuan Impor (Pl) gula kristal mentah sebanyak 105.000 ton kepada PT AP untuk mengolah Gula Kristal Mentah (GKM) menjadi Gula Kristal Putih (GKP).

Baca Juga :   Uang Markus BTS 4G Rp 27 M Dikembalikan ke Kuasa Hukum Irwan, dari Menpora?

Izin impor tersebut, demikian menurut Kejaksaan, diterbitkan di tengah kondisi surplus gula, sesuai Rapat Koordinasi (Rakor) antar Kementerian pada 12 Mei 2015.

Izin impor gula ini, menurut Kejaksaan, juga menyalahi aturan. Sesuai Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor 527 tahun 2004, yang diperbolehkan impor GKP adalah BUMN. Tetapi berdasarkan Persetujuan Impor yang dikeluarkan oleh Thomas, izin impor diberikan ke swasta yaitu PT AP. 

Tak hanya itu, klaim Kejaksaan, keputusan impor GKM itu juga tidak melalui  rapat koordinasi dengan  instansi terkait serta tanpa adanya rekomendasi dari Kementerian Perindustrian guna mengetahui kebutuhan gula dalam negeri.

Di sisi lain, dalam rapat koordinasi bidang perekonomian pada 28 Desember 2015, yang dihadiri oleh kementerian di bawah Kemenko Perekonomian, dibahas bahwa Indonesia pada 2016 kekurangan GKP sebanyak 200.000 ton dalam rangka stabilisasi harga gula dan pemenuhan stok gula nasional.

Kejaksaan menyampaikan,  pada November-Desember 2015, tersangka CS selaku Direktur Pengembangan Bisnis PT PPI memerintahkan Staf Senior Manager Bahan Pokok PT PPI untuk melakukan pertemuan dengan delapan perusahaan gula swasta, yaitu PT PDSU, PT AF, PT AP, PT MT, PT BMM, PT SUJ, PT DSI, dan PT MSI di Gedung Equity Tower SCBD sebanyak empat kali. Pertemuan guna membahas rencana kerja sama impor GKM menjadi GKP antara PT PPI dan delapan perusahaan gula swasta, yang juga atas sepengetahuan dan Direktur Utama PT PPI saat itu.

Baca Juga :   SPI: Harga TBS Sawit Anjlok Setelah Aturan Larangan Ekspor CPO dan Turunannya Berlaku

Selanjutnya, pada Januari 2016, Tersangka Thomas Lembong menandatangani Surat Penugasan kepada PT PPI yang berisi penugasan kepada PT PPI untuk melakukan pemenuhan stok gula nasional dan stabilisasi harga gula, melalui kerja sama dengan produsen gula dalam negeri untuk memasok atau mengolah GKM impor menjadi GKP sebanyak 300.000 ton.

Selanjutnya, PT PPI membuat perjanjian kerja sama dengan delapan perusahaan gula swasta ditambah satu perusahaan swasta lainnya yaitu PT KTM, meskipun seharusnya dalam rangka pemenuhan stok gula dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung, dan yang dapat melakukan impor tersebut hanya BUMN (PT PPI).

Atas sepengetahuan dan persetujuan Tersangka Thomas Lembong, Persetujuan Impor GKM ditandatangani untuk sembilan perusahaan swasta. Seharusnya, untuk pemenuhan stok dan stabilisasi harga, yang diimpor adalah GKP secara langsung. Selain itu, Persetujuan Impor dari Kementerian Perdagangan diterbitkan tanpa rekomendasi dari Kementerian Perindustrian dan tanpa rapat koordinasi dengan instansi terkait.

Kedelapan perusahaan swasta yang mengolah GKM menjadi GKP memiliki izin industri sebagai produsen Gula Kristal Rafinasi (GKR) yang diperuntukkan bagi industri makanan, minuman, dan farmasi.

Baca Juga :   Kasus BTS 4G, JPU Hadirkan Saksi yang Terima Uang Rp 300 Juta, tapi Tidak Tersangka

Menurut Kejaksaan Agung, setelah kedelapan perusahaan swasta tersebut mengimpor dan mengolah GKM menjadi GKP, PT PPI seolah-olah membeli gula tersebut, padahal gula tersebut dijual oleh perusahaan swasta ke masyarakat melalui distributor dengan harga Rp 16.000/kg, lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi yang sebesar Rp 13.000/kg, dan tidak dilakukan melalui operasi pasar.

“Dari pengadaan dan penjualan GKM yang diolah menjadi GKP, PT PPI mendapatkan fee dari delapan perusahaan yang mengimpor dan mengolah GKM sebesar Rp105/kg,” tulis Kejaksaaan.

Kerugian negara yang timbul akibat perbuatan tersebut, menurut Kejaksaan Agug, senilai Rp400 miliar, yaitu nilai keuntungan yang diperoleh delapan perusahaan swasta yang seharusnya menjadi milik negara/BUMN (PT PPI).

Leave a reply

Iconomics