Peradi: UU Kejaksaan yang Izinkan JPU PK Timbulkan Kekacauan Hukum
Perhimpunan Advokat Indonesia (Peradi) menilai Undang Undang Kejaksaan yang memberikan kewenangan kepada jaksa penuntut umum (JPU) mengajukan peninjauan kembali (PK) sebagai bentuk kekacauan hukum. Pasalnya, kewenangan itu bertentangan dengan keputusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan PK merupakan hak terpidana dan ahli warisnya.
“Peradi sangat menyesalkan adanya ketentuan mengenai diperbolehkan jaksa untuk mengajukan PK,” kata Ketua Dewan Pimpinan Nasional (DPN) Peradi Otto Hasibuan dalam keterangan resminya, Kamis (9/12).
Otto mengatakan, apabila benar UU Kejaksaan memberikan kewenangan kepada JPU mengajukan PK, maka itu merupakan langkah mundur. Kewenangan demikan dinilai sebagai bentuk ketidakadilan dan bertentangan dengan putusan MK.
“Putusan MK telah memberikan tafsir yang terhadap Pasal 263 KUHAP yang menyebutkan bahwa PK itu hak terpidana yang merupakan sebagai bentuk perlindungan terhadap hak asasi manusia,” kata Otto.
Karena itu, kata Otto, jika diberikan lagi kewenangan kepada JPU untuk PK, maka akan menimbulkan kekacauan di masyarakat. Sebab, ada beberapa pasal di dalam UU yang bertentangan satu dengan yang lainnya.
“Dan akan mengulangi lagi kericuhan di dalam penerapan-penerapan hukum yang selama ini telah diperdebatkan oleh para ahli hukum, akademisi yang merujuk kepada adanya putusan MK,” ujar Otto.
Otto karena itu heran dengan dasar berpikir para pembentuk UU yang meloloskan pasal di UU Kejaksaan yang membolehkan JPU mengajukan PK. Karena itu, pasal tersebut berpotensi kembali dibatalkan MK.
Menurut Otto, MK tidak mungkin akan membuat dua pendapat yang berbeda terhadap satu soal. Dengan kata lain, PK yang dulu sudah dinyatakan haknya terpidana, maka tidak mungkin MK menyatakan saat ini sebagai haknya jaksa.
“Kalau sampai seperti itu, maka MK juga berarti tidak akan bisa lagi menjadi lembaga yang kredibel, justru tidak bisa memberikan kepastian hukum,” kata Otto.
Itu sebabnya, kata Otto, MK merupakan lembaga yang memberikan kepastian hukum bagi setiap warga negara. Dengan demikan, Peradi akan menguji UU Kejaksaan ke MK untuk membatalkan ketentuan JPU berhak mengajukan PK.
“Kami akan segera mempertimbangkan untuk menguji atas adanya ketentuan tersebut, Peradi akan melakukan itu,” katanya.
Sebelumnya, DPR dan pemerintah menyetujui pengesahan UU Kejaksaan. Dalam UU Kejaksaan yang baru itu pada Pasal 30C huruf J berbunyi, selain melaksanakan tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30, Pasal 30A, dan Pasal 30B, Kejaksaan bisa mengajukan PK. Sementara itu, putusan MK pada 2016 menyebutkan JPU tidak bisa mengajukan permohonan PK, kecuali terpidana atau ahli warisnya.