OJK Beberkan Prospek Industri Pembiayaan Pasca Status Pandemi Dicabut
Pencabuta status pandemi menjadi endemi diprakirakan akan menggarikan aktivitas ekonomi, termasuk industri pemebiayaan. Namun, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mengingatkan adanya risiko untuk sektor pembiayaan dengan berakhirnya pandemi Covid-19 ini.
“Untuk semester kedua tahun 2023, pertumbuhan [piutang pembiayaan] diprakirakan tidak setinggi semester pertama tahun 2023. Dengan berakhirnya status pandemi Covid-19, Perusahaan Pembiayaan harus waspada terhadap perubahan profil risiko nasabah yang pada saat pandemi layak dibiayai karena sebagian persentase pendapatan dapat ditabung, misalnya biaya transportasi bagi pekerja/profesional,” ujar epala Eksekutif Pengawasan Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun OJK, Ogi Prastomiyono, Selasa (4/7).
Aktivitas sosial pada masa endemi ini kembali normal seperti sebelum pendemi. Situasi ini, menurut OJK langsung atau tidak langsung mempengaruhi delinquency rate (tunggakan) nasabah yang memiliki pendapatan yang tetap (fixed income) tersebut.
OJK memprakirakan Non Perfoming Finance (NPF) bisa jadi bergerak sedikit naik tapi masih disimpulkan bahwa risiko pembiayaan masih cukup terkendali. Sementara itu, kondisi dan proyeksi pertumbuhan ekonomi nasional yang positif, dan tentu saja masih terdapat peluang pembiayaan yang dapat dimanfaatkan untuk memboosting pembiayaan khususnya untuk area tertentu, misalnya Sulawesi, Maluku Utara, dan sebagian Kalimantan yang persentase pertumbuhan pembiayaannya cukup tinggi dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.
Berdasarkan data Laporan Bulanan Perusahaan Pembiayaan, aset Perusahaan Pembiayaan (PP) per Mei 2023 sebesar Rp514,69 triliun atau tumbuh 15,83 persen yoy dari Rp444,35 triliun per Mei 2022. Selanjutnya, piutang pembiayaan tumbuh menjadi Rp441,23 triliun dari Rp379,11 triliun per Mei 2022 atau tumbuh sebesar 16,38 persen yoy atau tumbuh sebesar 6,10 persen ytd. Dengan mempertimbangkan realisasi pembiayaan sampai dengan Mei tersebut, OJK menilai target pertumbuhan piutang pembiayaan sebesar 15 persen untuk tahun 2023 masih cukup realistis.
Pertumbuhan piutang pembiayaan ini dikontribusi oleh penyaluran pembiayaan di sektor produktif baik pembiayaan investasi dan pembiayaan modal kerja. Piutang Pembiayaan Investasi naik dari Rp126,90 triliun per Mei 2022 menjadi Rp149,17 triliun per Mei 2023 atau sebesar 17,55 persenYoy. Piutang Pembiayaan Modal Kerja tumbuh sebesar 37,65 persen Yoy dari Rp31,03 triliun per Mei 2022 menjadi Rp42,71 triliun per Mei 2023 atau sebesar 17,55 persen.
Pertumbuhan piutang pembiayaan di sektor produktif ini disebabkan oleh beberapa faktor diantaranya harga komoditas yang masih cukup tinggi yang menyebabkan adanya perkembangan positif di sektor pertambangan dan perkebunan, pembangunan yang dilakukan oleh Pemerintah di sektor infrastruktur, dan adanya ketentuan Peraturan OJK yang mewajibkan Perusahaan Pembiayaan untuk menyalurkan pembiayaan ke sektor produktif minimal sebesar 10 persen dari total piutang pembiayaan pada akhir tahun 2023 ini.
Piutang Pembiayaan Multiguna di sektor konsumtif, khususnya pada pembiayaan otomotif dan pembiayaan alat berat, juga turut mengalami pertumbuhan sebesar 11,44 persen dari Rp204,52 triliun per Mei 2022 menjadi Rp227,92 triliun per Mei 2023. Piutang Pembiayaan Syariah juga mengalami peningkatan dari Rp16,23 triliun menjadi Rp20,94 triliun atau tumbuh sebesar 28,99 persen. Pertumbuhan piutang ini sebagai dampak positif setelah berakhirnya pandemi covid-19 yang mendorong mobilitas masyarakat kembali normal dan kondisi perekonomian sudah kembali pulih.