‘Sehat Bugar’, Kondisi Keuangan BPJS Kesehatan dengan Aset Bersih Rp56,51 Triliun
Setelah selama beberapa tahun kondisi keuangannya defisit, sejak tahun 2021 lalu kondisi keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan makin membaik dengan aset neto positif. Dengan kondisi ini BPJS Kesehatan dapat meningkatkan pelayanan kepada para peserta.
Kondisi keuangan yang membaik ini mengundang makin banyak fasilitas kesehatan yang ingin bermitra dengan BPJS Kesehatan. Padahal, sebelumnya, hanya sedikit jumlah rumah sakit yang ingin bermitra, bahkan disebutkan pihak rumah sakit terkesan ‘malas’ dan ‘ogah-ogahan’ untuk menjadi mitra BPJS Kesehatan.
“Sekarang pada antre untuk dikerjasamakan,” ujar Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, dalam acara paparan publik, Selasa (18/7).
Tingginya minat failitas kesehatan untuk bekerja sama dengan BPJS Kesehatan tidak terlepas dari kondisi keuangan BJPS Kesehatan yang sudah makin membaik.
Tahun 2022, aset neto Dana Jaminan Sosial (DJS) mencapai Rp56,51 triliun, meningkat dari Rp38,76 triliun pada tahun 2021. Sebelumnya pada tahun 2020, aset neto BPJS Kesehatan masih defisit atau negatif sebesar Rp5,69 triliun.
“Apakah BPJS sehat sekarang? Sehat. Apakah sangat berlebihan? Ini kegemukan? Tidak. Apakah kurusan? Tidak. Jadi sekarang sehat bugar. Kenapa? karena kondisi keuangan DJS per 31 Desember 2022 itu telah sesuai dengan ketentuan, yaitu mencukupi 5,98 bulan estimasi pembayaran klaim ke depan,” jelas Ghufron.
Mengacu pada Peraturan Pemerintah (PP) No.84/2015 pasal 37 ayat (1), demikian Ghufron, kesehatan keuangan DJS diukur berdasarkan aset bersih DJS dengan ketentuan paling sedikit harus mencukupi estimasi pembayaran kalim untuk 1,5 bulan ke depan dan paling banyak sebesar estimasi pembayaran kalim 6 bulan.
“Sebelum 2021 itu selalu nggak nyampe 1,5 bulan bahkan defisit,” ujarnya.
Perbaikan keuangan BPJS Kesehatan ini tidak terlepas dari paritisipasi peserta. Tahun 2022, pendapatan iuran mencapai Rp144,04 triliun, naik dari sebelumnya pada tahun 2021 sebesar Rp143,32 triliun.
Pendapatan iuran tahun 2022 terdiri dari iuran Penerima Bantuan Iuran (PBI) sebesar Rp59,9 triliun dan non PBI sebesar Rp80,3 triliun. Iuran PBI yang bersumber dari APBN sebesar Rp46 triliun dan APBD sebesar Rp13,9 triliun.
“Kita mengumpulkan iuran itu dengan kanal pembayaran iuran yang kita perbaharui, kita perbaiki dan sampai dengan Desember 2022 kanal pembayaran di seluruh Indonesia itu sudah 955.429 kanal,” ujar Ghufron.
Di sisi lain, total beban jaminan pelayanan kesehatan pada tahun 2022 mencapai Rp113,47 triliun, naik dari sebelumnya tahun 2021 sebesar Rp90,33 triliun.
Beban jaminan tahun 2022 ini terdiri atas (1) promotif dan preventif sebesar Rp0,49 triliun (2) rawat jalan tingkat pertama Rp14,95 triliun (3) rawat inap tingkat pertama Rp1,08 triliun (4) rawat jalan tingkat lanjutan Rp34,57 triliun dan (5) rawat inap tingkat lanjutan Rp62,39 triliun.
Ghufron mengatakan pembayaran klaim ke fasilitas kesehatan ini juga dilakukan dengan cepat. Rata-rata pembayaran klaim ke Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dilakukan dalam 12,3 hari kerja, sementara untuk rumah sakit rata-rata dilakukan selama 14,07 hari kerja.
“Mulai 2022 kita sudah memberikan uang muka layanan kesehatan minimal 30% atas klaim yang dilakukan,” ujarnya.
Dengan kondisi keuangan yang sehat, jelas Ghufron, arus kas BPJS Keseatan makin sehat dan sejak tahun 2021 BPJS Kesehatan juga tak menunggak pembayaran klaim ke rumah sakit.
“Sampai sekarang BPJS enggak punya utang ke rumah sakit. Dulu memang hutangnya banyak sekali. Sehingga mempengaruhi pelayanan, sekarang BPJS tidak punya hutang ke rumah sakit, kecuali yang dalam proses klaim. Tetapi secara riil kita enggak punya hutang,” ujarnya.
Sejak awal tahun 2023, BPJS Kesehatan dan Kementerian Kesehatan juga sudah menaikkan tarif ke pihak fasilitas kesehatan. “Jadi, BPJS membayarnya itu meningkat. Kemudian pertama kali dalam sejarah tahun 2023 awal itu kapitasi itu meningkat,” ujarnya.