Untuk Mempertanggungjawabkan Setiap Sen yang Dibelanjakan PUPR
Komunikasi publik yang dibangun oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) adalah bagian dari upaya untuk mempertanggungjawabkan setiap sen uang negara yang dibelanjakan untuk pembangunan infrastruktur, bukan untuk pencitraan atau mencari popularitas.
Pembangunan infrastruktur menjadi salah satu fokus pemerintahan Presiden Joko Widodo sejak periode pertama hingga periode kedua saat ini. Hal in tercermina dari berbagai program dan besaran anggaran yang dititipkan di Kementerian PUPR.
Juru Bicara Kementerian PUPR, Endra Saleh Atmawidjaja mengatakan Kementerian PUPR merupakan salah satu dari tiga kementerian dengan alokasi anggaran besar sejak tahun 2015. Tahun 2021 ini, kementerian yang dipimpin oleh Basuki Hadimuljono ini merupakan kementerian dengan alokasi anggaran paling besar yaitu mencapai Rp149,8 triliun.
Endra mengatakan komunikasi publik yang dibangun oleh Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR dibangun diatas landasan semangat untuk melaporkan setiap sen uang yang dititipkan di Kementerian PUPR. “Jadi, kami bukan untuk pencitraan, atau mencari popularitas. Bukan seperti itu. Tetapi semata-mata karena report kepada publik,” ujarnya kepada Iconomics.
Endra mengatakan tantangannya memang tidak mudah. Kementerian PUPR memiliki kurang lebih 44.000 staf yang tersebar di seluruh Indonesia. Sebagian besar dari mereka adalah para insinyur yang tidak terbiasa bekerja di bawah sorotan media. Tetapi tuntutan zaman sudah berubah. Transparansi dan akuntabilitas adalah bagian dari tuntutan penyelenggaran pemerinatahan yang baik.
“Saya harus yakinkan kepada kawan-kawan para engineer tersebut bahwa kita punya kewajiban untuk menyampaikan pesan-pesan tadi kepada masyarakat. Mulai dari kegiatan itu direncanakan, kemudian mulai dikerjakan, progresnya seperti apa, sampai dia selesai dan manfaatnya apa untuk publik,” ujar pria yang pernah menajdi Kepala Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR ini.
Kewajiban menyampaikan laporan ke masyarakat juga, tambah Endra adalah tuntutan undang-undang keterbukaan informasi publik, bahwa publik itu berhak tahu (right to know). Jadi, komunikasi publik lembaga pemerintah bukan lagi sebuah tindakan sukarela (voluntary act) tetapi sudah menjadi kewajiban (mandatory act). “Wajib hukumnya publik untuk tahu,” tegasnya.
Tantangan berikutnya adalah bagaimana agar komunikasi itu efektif, dipahami dengan baik oleh masyarakat dari berbagai kalangan. Karena itu, Endra mengatakan terdapat beberapa strategi yang dilakukan oleh Biro Komunikasi Publik Kementerian PUPR. Pertama, pengemasan konten dalam format yang sederhana, mudah dicerna, kreatif dan tidak kaku.
“Karena apa? Karena infrastruktur ini kalau dilihat bentuknya beton, baja, bendungan, jalan tol, rumah susun; yang masyarakat tahu kan seperti itu. Jadi ini sebetulnya bukan sesuatu yang menarik kalau itu tidak dikemas dalam format yang kreatif. Jadi tugas kami di Biro, memang pertama strateginya kita menyiapkan konten yang kreatif, yang berorientasi manfaat. Jadi, ini kita betul-betul perhatikan sisi manfaat, karena apa pun infrastruktur yang dibangun harus memberikan manfaat untuk publik,” ujarnya.
Strategi kedua adalah channeling, melalui apa pesan itu disebarluaskan kepada masayarakat. Endra mengatakan pilihannya adalah media sosial, website dan varian-varian lainnya seperti kerja sama dengan televisi, radio dan biro iklan.
“Kita bisa lihat memang media sosial kita tumbuh sangat pesat dengan konten yang kreatif, konten yang inovatif. Tujuannya adalah supaya mudah dicerna tadi. Kita sekarang termasuk salah satu kementerian yang ramai media sosialnya. Itu bisa dilihat dari likes, followers, kemudian juga engagement rate,” ujar Endra.
Ketiga, berbasis riset dengan parameter yang jelas. Konten-konten yang dibuat dan strategi penyebarannya dilakukan dengan berbasiskan riset dengan indikator yang jelas. “Ini naluri engineer. Kalau di kementerian lain barang kali agak berbeda, tetapi kami sebagai engineer kan tidak bisa bekerja tanpa ada alat ukur, tanpa ada parameter yang clear, tanpa ada indikator, tanpa ada riset. Jadi kita research base, apa pun intervensi kami ke publik itu berdasarkan hasil riset,” ujarnya.