Aksi Jual Investor Asing Tinggi, Bank Indonesia Diperkirakan Kembali Tahan BI Rate
Analis memperkirakan, Bank Indonesia kembali menahan suku bunga acuan, BI Rate, dalam Rapat Dewan Gubernur [RDG] November ini, yang digelar mulai Selasa (19/11) dan diumumkan pada Rabu (20/11).
“Tekanan capital outflows yang menyebabkan pelemahan rupiah masih besar,” kata Chief Economist Bank Mandiri, Andry Asmoro saat dihubungi Theiconomics.com, Rabu (20/11).
Sebelumnya dalam RDG Oktober 2024, Bank Indonesia menahan BI Rate di level 6%, setelah pada RDG September menurunkan BI Rate dari 6,25% pada Agustus menjadi 6%.
“Ekspektasi pasar ke pemangkasan suku bunga berkurang,” tambah Andry.
Mengutip data statistik perdagangan di Bursa Efek Indonesia, sepanjang pekan lalu, capital outflow di pasar saham mencapai Rp4,64 triliun. Aksi jual investor asing terjadi sepanjang perdagangan saham pekan lalu.
Aksi jual investor asing ini masih berlanjut pada pekan ini. Pada Senin (18/11) dan Selasa (19/11), investor asing melakukan aksi jual dengan net sell masing-masing sebesar Rp982,59 miliar dan Rp746,2 miliar.
Tekanan jual investor asing ini menyebabkan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus mengalami penurunan hingga berada di level 7.195,71 pada penutupan perdagangan saham Selasa (19/11). Padahal, IHSG pada awal bulan ini sudah bertengger di level 7.505,25.
Terpisah, Analis Bidang Ekonomi, Industri dan Global Markets Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto mengatakan, bila BI menahan BI Rate di level 6%, pengaruh ke pergerakan IHSG tidak signifikan pada hari ini.
“Kelihatannya pergerakan IHSG juga masih akan berkisar di kisaran seperti sekarang ini,” ujarnya, dikutip dari “Tiger Insights” yang ditayangkan melalui Youtube Maybank Sekuritas, Rabu (20/11).
Menurutnya, di satu sisi, kebijakan BI menjaga suku bunga bisa berdampak pada stabilitas nilai tukar rupiah dan pada akhirnya juga akan berujung pada pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stabil.
Sebaliknya, di sisi lain, penurunan suku bunga juga berdampak baik untuk ekspansi bisnis, serta menurunkan biaya utang dan cicilan kredit.
“Tetapi di satu sisi ini memberikan kekhawatiran mengenai capital outflow yang akan terjadi terutama di pasar keuangan atau pasar SRBI. Karena kalau kita lihat porsi investor asing di SRBI sangat besar, lebih dari 25%. Kalau di pasar Surat Utang Negara kurang lebih sekitar 14-15%,” ujarnya.
Dalam jangka pendek, menurut Myrdal, kebijakan menahan BI Rate positif untuk mengurangi tekanan jual investor asing (capital outflow).
“Tetapi kalau untuk long term, BI harus melakukan kebijakan penurunan suku bunga,” ujarnya.