Investasi PLTS Malaysia Berkembang, Indonesia Lambat

0
279

Dunia kini berlomba-lomba menciptakan energi baru dan terbarukan. Indonesia pun begitu. Itu bisa kita lihat ketika Presiden Joko Widodo berpidato pada 16 Agustus lalu yang menekankan agar mempercepat upaya hilirisasi untuk mengurangi impor.

Dikatakan Jokowi, Indonesia kaya akan bauksit, batu bara, kelapa sawit, ikan dan lain sebagainya. Tetapi, tak cukup sekadar demikian. Harus diupayakan hilirisasi industri-industri tersebut. Semisal, pembangunan pengolahan bauksit untuk mengurangi impor alumina, pembangunan industri batu bara menjadi dimethyl ether (DME) dan lain sebagainya.

Yang tak kalah penting, dengan energi baru terbarukan semisal mengurangi penggunaan batu bara untuk bahan baker PLTU, maka akan mengurangi polusi atau pencemaran udara. Juga tentu saja mendapat nilai tambah. Di Eropa mereka mulai meninggalkan PLTU karena mencemarkan udara.

Demikian juga di Malaysia. Industri pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) semakin diminati. Permaju Industri salah satu perusahaan yang merambah dunia PLTS untuk meningkatkan pendapatan korporasi.

Seperti yang dilaporkan New Straits Times pada Kamis (5/9), Permaju akan berinvestasi sebesar 350 juta hingga 400 juta ringgit untuk mengembangkan fasilitas PLTS did Negri Sembilan. Untuk itu, Permaju pun menggandeng Vsolar Group, sebuah perusahaan yang mengembangkan energi terbarukan.

Baca Juga :   Siapkan 3 Layanan Esensial Penuhi Kebutuhan dan Kesejahteraan Masyarakat

Lalu, bagaimana dengan di Indonesia? Pemerintah seperti dalam pidato Jokowi, sedang gencar mengejar energi baru dan terbarukan termasuk penggunaan PLTS. Dewan Energi Nasional, misalnya, mematok penggunaan energi baru terbarukan (EBT) sebesar 25% pada 2025. Pun demikian dengan PLN yang menargetkan 23% penerapan EBT di sektor ketenagalistrikan mulai dari sampah, geotermal hingga panel surya.

Itu sebabnya, PLN sedang gencar membangun PLTS di luar Jawa. Wilayah sekitar Nusa Tenggara, PLN telah memasang PLTS di 12 pulau. Selain itu, di Pulau Madura, PLN juga telah memasang PLTS di 9 pulau. Akan tetapi, kendala lain yang disebut PLN, pemasangan PLTS ini masih tergolong mahal.

Sementara itu, Institute For Essential Services Reform (IESR) mencatat potensi teknis listrik surya atap di 34 provinsi Indonesia mencapai 194 hingga 655 gigawatt peak (GWp) dengan potensi pasar pemasangan 34 hingga 116 GWp atau sekitar 17,7% dari potensi teknis.

Akan tetapi, IESR menyebut investasi PLTS di Indonesia tertinggal jauh dibanding negara-negara tetangga. Data International Renewable Energy Agency (Irena) menyebutkan pemasangan PLTS di Indonesia baru sebesar 60 megawatt peak (MWp) dan data terakhir Kementerian ESDM sebesar 95 MWp.

Baca Juga :   Allianz Indonesia Luncurkan LegacyPro Pelengkap Produk Asuransi, Begini Manfaatnya

Sementara itu, pemasangan PLTS di Singapura mencapai 150 MWp dan mengarah ke 250 MWp. Dengan Vietnam pun Indonesia kalah padahal lebih dulu mengembangkan PLTS. Lambatnya pengembangan PLTS seperti PLN, IESR menyebut karena harganya tergolong mahal. [*]

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics