Tolak Angin Tetap Di Atas Angin, Simak Kinerja Sido Muncul Sepanjang 9 Bulan Pertama

0
277

PT Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) masih menghadapi tantangan bisnis hingga sembilan pertama tahun 2023 ini. Tantangan daya beli masih menjadi tantangan besar bagi Sido Muncul.

SIDO membukukan penjualan bersih sebesar Rp2,36 triliun atau lebih rendah 9,7% dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (9M22). Pada 9M23, semua segmen bisnis mencatatkan penurunan penjualan dibandingkan tahun lalu. Untuk segmen Herbal mengalami penurunan sebesar 12,1%, segmen Makanan & Minuman turun 2,6% dan segmen Farmasi turun sebesar 25,6%.

Manajemen menjelaskan bahwa daya beli pelanggan terpantau lemah di 3Q, disebabkan oleh lonjakan harga beras yang signifikan lebih dari 20% yang menyebabkan peningkatan inflasi pangan di 3Q. Menurut Manajemen, kenaikan harga beras berdampak pada penurunan permintaan produk kesehatan konsumen, karena konsumen saat ini lebih selektif dalam berbelanja dibandingkan triwulan sebelumnya. Saat ini, pelanggan mengarahkan prioritasnya ke kategori Makanan dan Transportasi sebagai daftar belanja utama mereka.

Meskipun penjualan mengalami pelemahan, perusahaan mampu mempertahankan pangsa pasar yang stabil. Pangsa pasar Tolak Angin tercatat meningkat 1,4% menjadi 73% untuk periode yang berakhir September, dibandingkan tahun lalu sebesar 71%. Hal ini menunjukkan ketahanan kekuatan ekuitas merek yang solid, mencerminkan loyalitas pelanggan yang terus memilih Tolak Angin sebagai solusi utama untuk mencegah “Masuk Angin”.

Baca Juga :   Phapros Dukung Pemberantasan Stunting, Simak Langkah yang Ditempuhnya

Manajemen melihat tantangan penjualan saat ini dipandang sebagai tantangan jangka pendek, yang diperkirakan akan teratasi seiring dengan membaiknya daya beli, dan pelanggan akan kembali mengonsumsi suplemen herbal secara rutin kembali.

SIDO juga menyampaikan bahwa Gross profit margin (GPM) tetap stabil di angka 54% pada 9M23 dibandingkan tahun sebelumnya. Sementara itu, biaya operasional sedikit lebih tinggi sebesar 2,4%, didorong oleh biaya iklan & promosi yang lebih tinggi untuk mempertahankan pangsa pasar dan menciptakan permintaan di tingkat pelanggan akhir untuk mendukung penjualan. Dengan demikian, laba operasional inti dibukukan turun 16%, tidak termasuk kerugian nilai tukar yang belum direalisasi dari bisnis ekspor ke Nigeria. Laba bersih setelah pajak tercatat turun sebesar 18,6% menjadi Rp586 miliar pada 9M23 dari Rp720 miliar pada periode yang sama tahun lalu.

Leave a reply

Iconomics