Vertex Ventures Bidik 3 Perusahaan Ini di Indonesia
Perusahaan modal ventura global Vertex Ventures memasuki pasar Indonesia untuk mendanai perusahaan-perusahaan semacam e-commerce, financial technology (fintech), dan perusahaan yang memberdayakan usaha kecil menengah (UKM). Perusahaan yang menguasai pasar modal ventura Asia Tenggara dan India didirikan pada 2010, mengelola 40 perusahaan dengan pendanaan sekitar US$ 700 juta.
Vertex juga dikenal sebagai salah satu investor awal perusahaan Unicorn terbesar di Asia Tenggara: Grab. Wartawan The Iconomics Yehezkiel Sitinjak mewawancarai Executive Director Investment Vertex Ventures Gary P. Khoeng soal perusahaan perintis yang sedang dibidik untuk didanai, jumlah portofolio perusahaan yang ada di bawah naungan Vertex dan kondisi investasi Indonesia dari perspektif modal ventura.
Berikut ini wawancaranya:
Perusahaan-perusahaan seperti apa yang sedang dibidik Vertex Ventures untuk didanai?
Jadi dana kami itu bersifat regional, dan ada beberapa negara yang kami tangani seperti India, Singapura, Filipina, Vietnam, Malaysia dan tentunya juga Indonesia. Kebetulan saya sendiri yang memegang operasi kami di Indonesia. Untuk Indonesia, perusahaan yang kami cari termasuk: e-commerce, fintech, dan SME Empowerment atau perusahaan-perusahaan yang membantu UKM.
Berapa perusahaan yang menjadi target Vertex untuk diberikan dana?
Cukup banyak, kita baru saja menutup funding sesi keempat kami, dan nilai funding yang kami terima dari situ mencapai lebih dari US$ 300 juta. Jadi untuk Indonesia, kami masih belum memiliki angka yang pasti ya tetapi bayangkan saja, dengan pendanaan US$ 300 Juta, Vertex merupakan salah satu funding terbesar di wilayah Asia Tenggara, dan oleh sebab itu kami harus mengerahkan dana tersebut di Indonesia. Kami akan melakoni periode investasi yang sangat aktif di Indonesia untuk 3 hingga 4 tahun ke depan.
Portofolio perusahaan yang di bawah naungan Vertex hingga saat ini sudah berapa banyak?
Sudah banyak, di kawasan Aia Tenggara dan India sudah 40 perusahaan. Dan kita juga memiliki fund di Israel, di Amerika Serikat, di Tiongkok, kalau semuanya dihitung bisa sampai ratusan.
Kalau portofolio di Indonesia sudah berapa banyak?
Untuk Indonesia kami baru memiliki 6 perusahaan. Makanya, mulai tahun depan kami akan berusaha untuk berinvestasi lebih banyak lagi.
Dari sudut pandang perusahaan modal ventura, bagaimana iklim investasi modal ventura di Indonesia untuk ke depannya?
Dari sektor-sektor yang saya sebutkan tadi, kita masih optimistis. Namun, tidak bisa dipungkiri bahwa keadaan makro ekonomi saat ini dengan situasi Amerika Serikat – Tiongkok, periode kampanye pemilu di AS, dan kabar mengenai resesi global pada akhir 2020, kami harus berhati-hati. Tapi, dari yang saya lihat sejauh ini, dan jika siklus resesi tidak terjadi, saya optimistis terhadap potensi Indonesia. Walau resesi yang dikabarkan benar terjadi, kita harus berharap bahwa tingkat konsumsi kami yang berkontribusi sekitar 60% dari PDB akan dapat mengurangi dampak dari resesi tersebut. Oleh karena itu kami berfokus pada 3 sektor tersebut karena kami khawatir jika kami berinvestasi pada perusahaan yang lebih eksperimental, bahwa situasi ekonomi ke depannya tidak akan mendukung sehingga investasi akan semakin rentan.
Kita sedang investasi pada industri yang lebih solid. Jadi kami melihat bahwa e-commerce, fintech, dan SME Empowerment adalah sektor yang sangat kuat di Indonesia. Hal ini terlihat dari fakta yang tadi saya sebut bahwa 60% dari kontribusi PDB negara berasal dari konsumsi. Kita melihat sudah banyak sekali fintech di Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI) sudah sangat kondusif dalam meregulasi sektor ini. UMKM adalah tulang belakang dari perekonomian kami, Indonesia digerakkan oleh jutaan UMKM yang beroperasi. Jadi menurut saya ketiga sektor ini merupakan sektor yang cukup kuat di Indonesia untuk diinvestasikan dan tidak serentan sektor-sektor lain.
Apa saja tantangan yang dialami suatu perusahaan modal ventura ketika berinvestasi pada suatu sektor tertentu di Indonesia?
Saya rasa jumlah wirausahawan di Indonesia masih kurang banyak. Dan bagi wirausahawan atau founders yang memang sudah ada di Indonesia, mereka rata-rata berada di sektor yang saya sebut tadi. Maka, dari itu fokus kami saat ini masih di ketiga sektor tersebut. Tapi saya rasa kalau ada yang, misalnya, ingin masuk ke sektor pendidikan, atau kesehatan, meski masih sedikit yang bergerak di sektor tersebut kami masih percaya akan masa depannya.
Tapi sekali lagi, pemainnya masih sedikit, jadi bukannya kami tidak ingin berinvestasi di sektor lain, namun untuk memilih perusahaan yang bagus untuk diberikan pendanaan masih sulit, karena ketersediaannya masih sedikit.