Komisi XI Setujui Besaran Tarif CHT, REL, HPTL, Ini Masukannya ke Menkeu Sri Mulyani
Komisi XI DPR menyetujui kebijakan besaran tarif cukai hasil tembakau (CHT), cukai rokok elektrik (REL), dan cukai hasil pengolahan tembakau lainnya (HPTL). Tarif CHT disebut naik 10% dan berlaku untuk 2023 hingga 2024.
Sementara, jenis sigaret kretek tangan maksimum sebesar 5% dengan mempertimbangkan keberlangsungan tenaga kerja, serta memperhatikan masukan dari pimpinan dan anggota Komisi XI. Sedangkan penyesuaian tarif cukai REL naik 15% dan 6% untuk HPTL serta akan dilakukan setiap tahunnya untuk jangka waktu 5 tahun ke depan.
“Menteri keuangan dalam menjalankan kebijakan kenaikan tarif cukai hasil tembakau memperhatikan kepentingan petani tembakau, tenaga kerja industri tembakau nasional, dan sektor kesehatan,” kata Wakil Ketua Komisi XI Dolfie O.F.P. di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (12/12).
Dolfie mengatakan, pihaknya juga meminta Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk meningkatkan upaya mencegah beredarnya rokok ilegal, memperkuat pengendalian impor tembakau, membuat penggolongan jenis REL, dan HPTL, serta meningkatkan pengawasan pengadaan pita cukai rokok.
Kemudian, meminta pemerintah memperkuat upaya percepatan penurunan prevalensi anak yang merokok, dan menyusun percepatan peta jalan transformasi industri hasil tembakau. Dan semuanya ini agar disampaikan kepada Komisi XI sebelum pembahasan kerangka ekonomi makro dan pokok-pokok kebijakan fiskal 2025 dilakukan.
“Menteri keuangan memperkuat kebijakan DBHCHT (dana bagi hasil cukai hasil tembakau) untuk dioptimalkan pemanfaatannya bagi kesejahteraan petani tembakau, tenaga kerja industri tembakau nasional, dan sektor kesehatan, pengakan hukum, dan edukasi masyarakat,” ujar Dolfie.
Masih kata Dolfie, anggota dan pimpinan Komisi XI menginginkan agar pembahasan mengenai penyesuaian cukai hasil tembakau dan rokok elektrik dapat dibahas secara mendalam sesuai mekanisme perundang-undangan yang berlaku, terutama dalam pembahasan APBN. Tidak sekadar dilakukan dalam rapat terbatas pemerintah.
Usulan tersebut, kata Dolfie, sesuai dengan Undang-Undang (UU) Nomor 39 Tahun 2007 tentang Cukai. Pada Pasal 5 Ayat 4 disebutkan bahwa penentuan besaran target penerimaan negara dari cukai pada rancangan APBN, dan alternatif kebijakan menteri dalam mengoptimalkan upaya mencapai target penerimaan dengan memperhatikan kondisi industri dan aspirasi pelaku usaha industri, disampaikan kepada DPR untuk mendapat persetujuan.
“Kami berharap agar kedepan siklus pembahasan APBN sesuai dengan undang-undang cukai, apabila ada kebijakan terkait dengan cukai agar dibahas di Komisi XI,” tutur Dolfie.
Sementara itu, Menkeu Sri Mulyani Indrawati mengatakan, pihaknya telah menggambarkan secara eksplisit soal target dari penerimaan CHT di UU APBN. Dalam pembahasannya, juga sudah melalui setiap tahapan-tahapan yang sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.
“Bahwa setiap target penerimaan negara dibahas secara sangat detail, baik di Banggar DPR maupun Komisi XI,” ujar Sri Mulyani.
Dalam pembahasan tersebut, kata Sri Mulyani, pemerintah telah menjabarkan mengenai target-target penerimaan negara, termasuk bea dan cukai, serta penerimaan negara bukan pajak. Pembahasan yang dilakukan juga meliputi asumsi makro dan underlying assumption.
“Dengan demikian, waktu APBN itu sudah ditetapkan, sebetulnya secara eksplisit sudah ada pembahasan mengenai underlying assumption dari masing-masing target penerimaan negara termasuk dalam hal ini penerimaan cukai,” tutur Sri Mulyani.