
Mahfud Siap Berjuang Tegakkan Demokrasi dan Hukum Terlepas dari Hasil Pilpres 2024

Tangkapan layar, Mahfud MD/Iconomics
Kendati pemungutan suara Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 secara serentak telah berlalu, Calon Wakil Presiden (Cawapres) Nomor Urut 3 Mahfud MD akan terus berjuang untuk demokrasi dan keadilan di Indonesia. Perjuangan tersebut pun terlepas apapun hasil dari Pilpres 2024 pada 14 Februari lalu.
Mahfud mengatakan, pihaknya akan terus berjuang menegakkan demokrasi dan hukum kendati tidak memegang jabatan apapun. Apalagi itu pernah dijalaninya pada periode 2014-2016.
“Gerakan civil society dalam kampus-kampus adalah sumber gerakan demokrasi dan perubahan dari otoritarianisme menuju demokrasi. Sejarah mengajarkan bahwa jika demokrasi disumbat maka demokrasi akan selalu membuka jalan sendiri, ini sejarah kita maupun sejarah dunia,” kata Mahfud di Salemba, Jakarta, Sabtu (17/2).
Dalam kesempatan itu, Mahfud mengklarifikasi beredarnya berita bohong atau hoaks yang mengutip pernyataannya beberapa waktu lalu. Pernyataan “setiap pemilu, pihak yang kalah selalu menuduh yang menang itu curang” itu muncul ketika KPU periode 2022-2027 pertama kali terbentuk.
Pernyataan tersebut, kata Mahfud, pun pernah muncul ketika hadir dalam peluncuran program TV Pemilu di Trans TV pada awal 2023. “Jadi saya katakan setiap pemilu yang kalah itu selalu menuduh curang, itu sudah saya katakan di awal 2023. Tepatnya sebelum tahapan pemilu dimulai,” ujar Mahfud.
Kendati demikian, kata Mahfud, sengketa dalam pemilu tidak selalu memenangkan pihak yang unggul dalam pemilu. Sebagai contoh, Mahkamah Konstitusi (MK) pernah memutuskan untuk membatalkan hasil pemilu, dalam bentuk perintah pemilihan ulang dan pembatalan penuh.
“Dan, harus diingat baru pertama kali istilah pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif itu, muncul sebagai vonis pengadilan di Indonesia tahun 2008. Ketika MK memutuskan sengketa pilgub antara Khofifah dan Soekarwo. Saya waktu itu hakimnya,” ujar Mahfud.
Dengan adanya keputusan tersebut, kata Mahfud, hasil dari vonis-vonis sengketa yang pernah terjadi dalam pemilu, dituangkan ke dalam perundangan-undangan, dan peraturan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Jadi ini sudah menjadi yurisprudensi dan juga menjadi aturan, di UU, di peraturan KPU, di peraturan Bawaslu itu ada. Pelanggaran TSM. Dan buktinya banyak pemilu itu dibatalkan, didiskualifikasi,” tutur Mahfud.