Wakil Ketua Baleg Janji Awasi Komitmen Pemerintah Dalam Melaksanakan UU TPKS

Tangkapan layar, Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR Willy Aditya/Iconomics
Iconomics - Wakil Ketua Badan Legislatif (Baleg) DPR Willy Aditya mendorong pemerintah untuk mengeluarkan aturan turunan dari Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (TPKS) yang sudah disahkan selama setahun. Kendati belum ada aturan pelaksanaannya, UU TPKS sudah bisa diimplementasikan dan komitmen dari presiden, menteri hingga jajarannya penting untuk itu.
“Bisa kita cek, ini ada 5 peraturan pemerintah (PP), 4 peraturan presiden (Perpres), itu yang sampai hari ini belum jadi juga walau sudah ada niatan untuk menyederhanakan,” kata Willy dalam sebuah diskusi di Jakarta, Rabu (10/5).
Willy mengatakan, DPR melalui Komisi III, Komisi VIII, dan Komisi IX, terus berupaya mengawasi proses pelaksanaan UU TPKS berikut dengan aturan turunannya. Apalagi UU itu disebut sebagai satu-satunya yang berpihak kepada korban.
“Kita minta ini UU benar-benar concern aparat penegak hukumnya yang menjalankan,” ujar Willy.
Sebagai pihak yang ikut membahas UU TPKS, kata Willy, pihaknya memasukkan klausul nomenklatur yang berkaitan dengan literasi. Sosialisasi melalui peningkatan literasi di kalangan masyarakat penting dilakukan, sehingga UU TPKS tidak sekadar memberikan payung hukum, tapi juga dapat dijadikan sebagai sesuatu hal yang dapat dipahami seluruh pihak.
“Yang memperjuangkan perempuan bukan hanya perempuan. Ini adalah tentang peradaban kita, ini adalah tugas kita bersama-sama, tidak penting perempuan atau laki-laki, tapi kita berjuang bersama-sama,” ujar Willy.
Sementara itu, aktivis buruh Nining Elitos mengatakan, keberadaan UU TPKS perlu dilaksanakan secara sungguh-sungguh agar memberi ruang aman bagi pekerja/buruh perempuan. Apalagi tindak kekerasan seksual terhadap perempuan khususnya para pekerja/buruh, tidak hanya terjadi melalui kekerasan fisik, tapi juga melalui kekerasan non-fisik.
Di samping itu, kata Nining, UU Omnibus Law Cipta Kerja yang baru disahkan justru membuka ruang terjadinya kekerasan tersebut. Di sisi lain pemerintah melahirkan suatu kebijakan, suatu regulasi yang kemudian memberikan ruang eksploitasi yang cukup besar terhadap tenaga kerja produktif, kaum muda.
“Ini yang menjadi problem bagi kita kepada buruh, apalagi serikat buruh akan memiliki tantangan besar, dan masalah yang besar,” tutur Nining.