Rethinking Banking ala DBS Indonesia: Adopsi Budaya Tech Company

0
83
Reporter: Yehezkiel Sitinjak

Disrupsi digital sudah melahap industri apa pun. Perbankan sekalipun sudah menghadapi disrupsi. Tidak hanya dari kompetitor bank saja, tapi para penantang baru dari perusahaan teknologi atau financial technology (fintech) turut mendisrupsi perbankan. DBS Indonesia memilih untuk meredifinisi bisnis perbankan. Apakah berhasil?

DBS Indonesia yang melahirkan Digibank pada akhir Agustus 2017 terus melakukan improvement. Managing Director Head of Digital Banking Consumer Banking Group DBS Leonardo Koesmanto membeberkan digital banking bagi DBS tidak hanya sebagai solusi untuk menekan pengeluaran overhead atau untuk memperbaharui proses-proses perbankan yang lama, namun lebih sebagai cara untuk memberikan layanan perbankan dengan cara baru yang sebelumnya tidak bisa dilakukan tanpa teknologi digital.

“Definisi digital banking bagi kami adalah ‘Rethinking Banking’, dimana mungkin buat yang lain, mereka melihat digitalisasi sebagai cost-saving. Namun kalau untuk kita, proses yang kita ubah tidak perlu didigitalkan tapi memikirkan juga apa yang orang minta dan digital memungkinkan kita untuk berpikir dengan cara baru,” kata Leonardo di kantor DBS Indonesia, Jumat (18/11/2019).

Baca Juga :   Transaksi BRILink Lampaui Target Rp1.000 Triliun

Oleh karena itu DBS Indonesia menyediakan aplikasi Digibank untuk memberikan akses pembukaan tabungan bagi nasabah baru. DBS juga menghadirkan teknologi biometrik untuk melakukan know your customer (KYC) dan verifikasi data pribadi nasabah Digibank. Melalui proses digitalisasi ini, akses layanan perbankan seperti membuka tabungan dan deposito, mengajukan pinjaman kredit, dan membeli produk investasi seperti obligasi, dapat dilakukan oleh nasabah DBS melalui aplikasi saja. Tidak perlu bolak-balik ke kantor cabang atau mengisi formulir secara berulang-ulang.

“Kita menggunakan E-KTP untuk KYC, karena lebih secure dan tidak bisa dipalsukan. Jadi cara nasabah on boarding layanan kita adalah setelah men-download aplikasi, tinggal mengisi data pribadi yang hanya butuh 5 menit, kemudian kita bisa mengirim agen kita,” kata Leonardo.

Pihaknya mengirim agen karena membutuhkan unsur security dan sekaligus men-scan e-KTP-nya dengan alat yang dibawanya. Sebenarnya agen datang bukan untuk KYC tapi hanya mengantar alat biometrik. Saat scan sidik jari dan penyocokan e-KTP, akun akan secara otomatis terbuka bila cocok.

Baca Juga :   WORKSHOP: STRATEGI MEMBANGUN KUALITAS LAYANAN DALAM RANGKA MENCIPTAKAN BISNIS YANG BERKELANJUTAN

Rethinking bank yang dicanangkan oleh DBS Indonesia telah dicanangkan dari tingkat DBS Group CEO, Priyash Gupta. Semua tingkatan, dari tingkat teratas hingga tingkat paling bawah harus sudah berpikir secara digital. “Jadi jangan sampai di organisasi itu ada yang berpikir ‘wah digitalisasi ini akan mengkanibalisasi bisnis saya’ karena kami secara sadar sudah mengkanibalisasi bisnis kita sendiri, daripada dikanibalisasi pihak lain,” tutur Leonardo.

Apalagi persaingan bisnis tidak hanya berasal dari perusahaan perbankan saja, tapi juga pemain-pemain besar seperti Google dan Facebook. Leo menjelaskan daripada memusuhi digital tapi harus berpikir secara digital.

“Oleh karena itu, Organisasinya harusline-up. Dari atas sampai ke bawah. Jadi jika kita dari tingkat organisasi bisa menyiapkan training program, dimana bank dahulu mungkin melatih mengenai credit riskatau compliance, itu tetap ada, tetapi training itu seharusnya sudah ngomongin tentang machine learning, programming, dan lainnya. Kami sudah benar-benar mengubah budaya kami menjadi tech company,” tutup Leonardo.

Leave a reply

Iconomics