OJK Akan Lakukan Pendalaman untuk Tingkatkan Resiliensi Pasar Modal

0
429
Reporter: Yehezkiel Sitinjak

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menilai dengan adanya wabah Covid-19 menunjukkan bahwa resiliensi pasar modal nasional harus ditingkatkan. Faktanya ketika Covid-19 muncul di Indonesia menyebabkan penurunan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).

Menurut Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso, ketika wabah Covid-19 muncul, nilai IHSG awalnya di 14 Januari 2020 berada di posisi Rp 6.355, lalu turun hingga Rp 3.997 pada 24 Maret 2020. Kehadiran wabah Covid-19 cukup mempengaruhi IHSG sangat negatif hingga turun di bawah Rp 4.000.

“Tidak lain, tidak bukan dari sentimen negatif para investor asing yang mencoba me-leverage investasinya secara temporer,” kata Wimboh saat memberi sambutan di acara pembukaan CMSE 2020 secara daring, Senin (19/10).

Wimboh mengatakan, berkat upaya luar biasa yang ditempuh pemerintah, masyarakat dan seluruh pemangku kepentingan pasar modal, penurunan IHSG dapat diperlambat serta membawa kepercayaan investor kembali menjadi lebih baik. Itu tercermin dari nilai IHSG berada di atas 5.000 dan diharapkan indeks akan segera kembali naik di posisi sebelum masa pandemi seiring dengan pemulihan ekonomi nasional ke depan.

Baca Juga :   Meski Daya Beli Masih Rendah, Peluang Sekuritisasi KPR Syariah Masih Terbuka Lebar

“Namun kita harus tetap waspada, upaya harus tetap dilakukan. Momentum ini kita upayakan dan kita tidak kita sia-siakan agar pasar modal kita lebih dalam lagi,” kata Wimboh.

Karena itu, kata Wimboh, salah satu tujuan utama OJK untuk meningkatkan resiliensi di pasar modal yakni melakukan deepening. Pendalaman tersebut meliputi 3 aspek yakni perluasan instrumen, perluasan pemain pasar modal, serta pendalaman infrastruktur.

Terkait pendalaman instrumen, Wimboh menyoroti betapa pentingnya bagi pasar modal nasional untuk memiliki variasi instrument – baik instrumen biasa maupun instrumen hedging – yang lebih banyak untuk bisa memenuhi kebutuhan pasar. Itu bisa dilakukan dengan memberi insentif kepada para emiten/issuer yang memberikan instrumen yang lebih dapat diakses oleh para investor retail.

“Kita saat ini, kebanyakan kritik dari investor asing bahwa investor Indonesia sangat niche karena hedging instrumennya belum lengkap. Baik dari hedging nilai tukarnya, maupun hedging risiko suku bunganya, dan juga hedging default-nya belum banyak. Karenanya, investor asing kalau ada sentimen negatif, strateginya pasti di-sell off,” kata Wimboh.

Baca Juga :   Ditanya Soal GeNose, Ini Jawaban Menkes kepada Komisi IX DPR

Selain itu, kata Wimboh, pihaknya juga mengupayakan untuk memperluas basis pemain di pasar modal terutama di segmen retail. Pasalnya, menggeliatnya kembali pasar modal selama ini didorong oleh investor retail yang berkontribusi terhadap 73% dari transaksi di pasar saham.

“Kami menyambut baik akhir-akhir ini telah terjadi banyak basis investor yang terjadi di pasar adalah transaksi (retail). Ini kita perlu terus lakukan agar semakin meluas sehingga kalau banyak investor retail kita volatilitas kita bisa dikendalikan dengan lebih baik,” kata Wimboh.

Lalu, kata Wimboh, OJK juga akan berupaya melakukan pendalaman terhadap infrastruktur pasar modal. Pendalaman infrastruktur dinilai sangat penting, terutama saat melakukan settlement. Settlement ini di masa depan bisa dilakukan secara elektronik dan tersentralisasi, dengan cepat tanpa jeda dan dapat dilakukan investor manapun di mana saja.

Soal ini, Wimboh menyambut baik dibentuknya Central Counterparty (CCP) di Indonesia sebagai terobosan terhadap sentralisasi dan elektronifikasi transaksi di pasar modal, termasuk bagi transaksi over the counter. “Ini 3 poin utama yang menjadi tantangan agar capital market kita bisa lebih dalam,” katanya.

Leave a reply

Iconomics