Industri Halal Jangan Terjebak pada Simbolisasi Semu

Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan menyoroti tantangan utama untuk mengembangkan industri halal nasional, yakni kompleksitas birokrasi dalam proses sertifikasi.
Zulkifli menyebutkan bahwa hambatan tersebut bukan berasal dari prinsip halal itu sendiri, melainkan dari sistem administratif yang belum efisien.
Saat ini, pemerintah terus mendorong perbaikan regulasi dengan memangkas proses yang tidak perlu dan memanfaatkan teknologi agar lebih sederhana dan cepat.
“Kalau kita mau maju, kita harus melakukan hal yang benar. Dan benar itu sebenarnya sederhana, apalagi dengan teknologi sekarang,” kata Zulkifli dalam keterangannya dalam kumparan Halal Forum 2025.
Dalam forum yang sama, Menteri Agama Nasaruddin Umar menyebutkan bahwa isu halal kini bukan lagi semata persoalan keyakinan, melainkan telah menjadi identitas ekonomi global.
“Produk halal itu bukan lagi semata isu agama, tapi sudah menjadi isu bisnis. Amerika sekarang berlomba-lomba menciptakan produk halal. Di Tokyo, Jepang, yang dulu sulit menyediakan makanan halal, sekarang sudah jauh lebih mudah. Thailand bahkan punya ambisi besar untuk menjadi pusat kota halal terbaik. Ini bukti nyata bahwa produk halal telah menjadi fenomena ekonomi moderen,” kata Nasaruddin.
Menteri Nasaruddin juga menyoroti pentingnya integritas, kejujuran, dan edukasi publik untuk membangun ekosistem halal yang tidak hanya memenuhi aspek formalitas, tetapi juga bermakna secara substansi.
Ia mengingatkan agar tidak terjebak dalam simbolisasi semu.
Dalam perspektif yang saling menguatkan, Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPPENAS Rachmat Pambudy menegaskan bahwa industri halal harus dipahami tidak hanya dari sisi kepatuhan terhadap syariah, tetapi juga sebagai kekuatan ekonomi yang menjunjung kualitas, keberlanjutan, dan nilai tambah ekonomi secara global.
“Jadi ayat tersebut mengindikasikan bahwa produk halal tidak semata-mata harus halal sesuai syariah. Namun juga harus baik, dengan terjamin mutu, kualitasnya diproduksi dengan cara yang baik, berkelanjutan, serta dikonsumsi dengan cara dan tujuan yang baik,” kata Rachmat.
Ia mengatakan bahwa perluasan sektor halal kini mencakup berbagai industri seperti makanan, farmasi, kosmetik, fashion, media, hingga rekreasi.
Konteks ini menempatkan penguatan branding sebagai hal krusial agar produk halal Indonesia mampu bersaing dan menembus pasar global.
Leave a reply
