
Kajian Amdal Jadi Sorotan, Pengamat Ini Pertanyakan Rencana Pembangunan Beach Club Raffi Ahmad di Gunung Kidul

Raffi Ahmad berencana bangun sebuah beach club di kawasan Pantai Krakal di Ngestirejo, Tanjungsari, Gunung Kidul/Liputan6.com
Rencana pesohor Raffi Ahmad membangun sebuah beach club di kawasan Pantai Krakal di Ngestirejo, Tanjungsari, Gunung Kidul, Yogyakarta menuai kontroversi termasuk kritikan dari beberapa kalangan. Pasalnya, wilayah rencana pembangunan proyek tersebut masih Bentangan Alam Karst (KBAK) Gunungsewu yang menjadi salah satu kawasan yang dilindungi.
Karena itu, kata pengamat kebijakan publik Trubus Rahadiansyah, perlu dipertanyakan apakah pembangunan beach club milik Raffi itu sudah melalui kajian analisis mengenai dampak lingkungan (Amdal). Pertanyaan ini penting sebagai bentuk dukungan atas kritik dan protes dari Walhi yang menilai pembangunan tersebut berpotensi merusak lingkungan hingga budaya atau kearifan lokal masyarakat sekitar.
“Apakah sudah dikaji Amdal pembangunan beach club tersebut, mulai dari analisis mengenai dampak lingkungan? Ada 2 lingkungan itu, lingkungan fisik geologisnya kemudian ada lingkungan fisik manusianya, masyarakatnya. Jadi perlu ada analisis dampak sosialnya dulu,” kata Trubus dalam keterangannya pada Senin (/1/1).
Menurut Trubus, sebelum melakukan pembangunan pihak RANS harus berkoordinasi dengan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), meski yang berwenang memberi izin itu adalah pemerintah daerah. “Meski itu ada kewenangan juga pemerintah daerah karena otonomi daerah toh, jadi dinas-dinas ini punya kewenangan, tapi keputusannya tetap di Kementerian Lingkungan Hidup. Kalaupun bupatinya setuju, kalau presidennya enggak setuju ya harus dibatalkan, karena kan harus memperhatikan aspek dampak sosial ke depannya,” kata Trubus.
Ditambah lagi, kata Trubus, jika memang tanah tersebut masuk dalam Kawasan Sultan Ground, maka harus meminta izin kepada Sri Sultan Yogyakarta. “Terus yang ketiga, kalau memang tanahnya Sultan Ground, nah kalau Sultan Ground tentu harus izin Sultan, apakah mengizinkan atau tidak,” ujar Trubus lagi.
Masih kata Trubus, Raffi pun bisa menjadikan kajian dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) sebagai pertimbangan awal, apakah pembangunan beach club tersebut merusak lingkungan atau tidak. “Tapi ada juga yang harus dipikirkan, bagaimana dengan bangunan itu dampaknya dengan sosial budaya di situ. Jadi itu yang belum dikaji, apakah akan berdampak pada sosial budaya masyarakat di situ, misalnya merusak kearifan lokal yang ada di situ misalnya. Itu kan harus ada kajiannya dulu,” kata Trubus.
“Kalau kajian Walhi bisa kita terima sebagai pertimbangan awal untuk menyajikan data yang harus diteliti, tapi kalau dari sisi lingkungan fisik itu solusinya lebih ke bagaimana kemudian pembangunan itu memperhatikan aspek lanskap apa namanya bentang lahannya di situ.”
Dengan demikian, kata Trubus, terkait pembangunan beach club tersebut, memang harus ada kajian yang komprehensif dengan melibatkan peran dari pemerintah pusat. “Kemudian juga harus melibatkan tak hanya struktur pemerintahan daerah Gunung Kidul, tetapi juga harus memperhatikan bagaimana pemerintah pusat dalam hal ini berperan di situ,” tambah Trubus.
Di samping itu, kata Trubus, juga penting sumber uang untuk membangun beach club itu. Jangan sampai ada tindak pidana yang terjadi, seperti pencucian uang (TPPU). “Karena itu kan menyangkut investasi dan harus diketahui juga itu uang sumbernya dari mana, itu kan rank corporation, itu harus diketahui jangan sampai itu nanti ada unsur pencuci uang dan segala macam. Pendanaan harus transparan anggarannya seperti apa, nanti kan melalui kajian tuh,” ujarnya.
Menurut Trubus, ketika mengkaji dampak dari pembangunan beach club tersebut sebaiknya melibatkan partisipasi masyarakat serta aktivis lingkungan.
Sebelumnya, Walhi menyoroti potensi kerusakan lingkungan terkait rencana pembangunan beach club PT Agung Rans Bersahaja Indonesia (ARBI) oleh Raffi Ahmad dan Arbi Leo. Kepala Divisi Kampanye Walhi Elki Setiyo Hadi mengatakan, pembangunan tersebut dapat memperparah kekeringan di wilayah Kapanewon Tanjungsari.
“Pembangunan resor yang mulai dibangun pada tahun 2024 dan akan selesai pada tahun 2025 semakin memperparah kekeringan di Kapanewon Tanjungsari,” kata Elki.
Proyek Beach Club Raffi Ahmad di Pantai Krakal termasuk dalam Kawasan Bentangan Alam Karst (KBAK) Gunung Sewu Bagian Timur, yang merupakan kawasan lindung geologi. Walhi karena itu mengingatkan soal dampak potensial pembangunan beach club terhadap daya tampung dan daya dukung air di wilayah Tanjungsari, serta risiko banjir dan longsor.
“Dengan luasnya pembangunan beach club milik Raffi Ahmad tersebut, tidak menutup kemungkinan akan merusak wilayah-wilayah bebatuan karst di sekitarnya,” ujar Elki.
Soal itu, Raffi Ahmad masih belum memberikan jawaban yang pasti terkait kritik dari Walhi. “Kemarin juga sudah ada dari bupatinya. Nanti saja ya, ini lagi harus jalan dulu,” kata Raffi Ahmad.
Raffi mengaku baru tahu soal adanya kritik WALHI. “Nanti, nanti kita tanya lagi seperti apa. Saya juga baru tahu dari teman-teman. Belum, belum,” kata Raffi.
[…] pembangunan beach club Raffi Ahmad dikritik oleh beberapa kalangan. Pasalnya, wilayah rencana pembangunan proyek tersebut masih Bentangan Alam Karst (KBAK) Gunungsewu […]