
Tingkatkan Literasi dan Inklusi, BRI Finance Gelar TalkShow Bersama APPI, BRI Danareksa Sekuritas dan Industri Otomotif

Talkshow yang digelar BRI Finance bertema "Strategi Pendanaan Perusahaan Pembiayaan di Tengah Ketatnya Likuiditas dan Pemburukan Kualitas Pembiayaan"/DOk. BRI Finance
Sebagai rangkaian acara KKB BRI Joint Financing Exhibition, PT BRI Multifinance Indonesia (BRI Finance) menggelar talkshow bersama Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), BRI Danareksa Sekuritas dan Hyundai Mobil Indonesia dengan tema “Strategi Pendanaan Perusahaan Pembiayaan di Tengah Ketatnya Likuiditas dan Pemburukan Kualitas Pembiayaan” pada tanggal 5 Juli 2024 dan sebagai bentuk dukungan BRI Finance dalam meningkatkan literasi dan inklusi perusahaan pembiayaan.
Hadir pada talkshow tersebut, ketiga narasumber yaitu Bapak Suwandi Wiratno, Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Bapak Richard Jerry, Equity Analyst BRI Danareksa Sekuritas (BRIDS) serta Bapak Denny Siregar, President Director Group Dealer PT Hyundai Mobil Indonesia dan Bapak Wahyudi Darmawan, Direktur Utama BRI Finance sebagai moderator pada talkshow tersebut. Turut hadir Jajaran Direksi BRI Group dan seluruh Insan BRILiaN BRI Group baik online maupun offline. Kehadiran para narasumber yang ahli dibidanganya ini dapat memberikan pemahaman terkait strategi pendanaan perusahaan pembiayaan.
Sebagai moderator Wahyudi Darmawan menyampaikan bahwa, “Dampak dari ketidakstabilan kondisi ekonomi global dan domestik yang masih belum stabil tercermin pada peningkatan Non Performing Finance (NPF) di sektor perusahaan pembiayaan, sehingga menuntut perusahaan pembiayaan agar terus mengembangkan bisnis modelnya.” Kondisi saat ini menuntut perusahaan pembiayaan di Indonesia untuk mengembangkan bisnis model yang maju.
Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI), Suwandi menambahkan bahwa kondisi saat ini masih belum stabil walaupun telah berlalunya pemilu dan lebaran. Hal tersebut disebabkan karena 80% rakyat Indonesia mendahulukan pemenuhan kebutuhan pangan dan saat ini memang harga pangan memang sedang meningkat seperti beras yang meningkat sebesar 35%, sehingga prirotas debitur memperioritaskan membeli kebutuhan pangan.
Menurut Suwandi, perusahaan pembiayaan di Indonesia dinilai masih jauh dibawah perusahaan pembiayaan di Jepang. Model bisnis perusahaan pembiayaan di Indonesia masih seperti perusahaan pembiayaan di Jepang pada tahun 1970. Dengan demikian, Suwandi meyakini baahwa perusahaan pembiayaan di Indonesia masih memiliki banyak ruang untuk bisa lebih berkembang dan lebih maju.
“Perusahaan pembiayaan di Indonesia masih memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan kinerja pertumbuhan dengan model bisnis yang berkembang dan maju. Produk-produk pembiayaan terus berinovasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat selain pembiayaan kendaraan bermotor seperti refinancing dan ditawarkan kepada debitur yang telah hampir selesai tenor pembiayaannya dan memiliki credit scoring yang baik, sambung Suwandi.
Kedepannya sesuai dengan roadmap Otoritas Jasa Keuangan, diharapkan terciptanya peningkatan sumber pendanaan perusahaan pembiayaan selain dari sektor perbankan serta pengembangan usaha industri pembiayaan pada sustainable finance dan produk syariah sehingga perusahaan pembiayaan dapat melakukan diversifikasi sumber pendanaan tidak bergantung pada pinjaman dari perbankan saja, ujar Suwandi.
Dari sisi sumber pendanaan, perusahaan pembiayaan yang terafiliasi oleh perbankan dapat menempuh cara melalui program unggulan Joint Finance sebagai salah satu strategi penguatan pendanaan perusahaan. Sedangkan yang tidak terafiliasi oleh perbankan dapat melalui penerbitan obligasi, penambahan modal disetor, pinjaman dari lembaga pemerintah dan sekuritisasi aset. akan mencari cara dengan pendanaan melalui penerbitan obligasi. Suwandi menambahkan untuk perusahaan pembiayaan yang tidak terafiliasi oleh perbankan, dapat didukung oleh parent company yang memiliki kredibilitas yang baik, serta untuk perusahaan pembiayaan yang tidak terafiliasi oleh lembaga jasa keuangan atau dapat meminjam melalui perbankan namun bunga yang ditawarkan akan lebih tinggi.
Di tengah perlambatan industri otomotif hingga Mei 2024 yang masih menurun sekitar 19%, Richard Jerry, Equity Analyst BRIDS menyampaikan bahwa “Segmen mobil bekas masih meningkat dari tahun 2020 – 2023. Sehingga untuk penurunan penjualan tidak bisa digeneralisasi penjualan menurun. Untuk event otomotif seperti GIAS memiliki potensi untuk mendongkrak penjualan mobil baru. Perlambatan industri otomotif di semester 1 ini dikarenakan adanya pemilu dan libur lebaran yang panjang. Diharapkan di semester 2 ini penjualan otomotif akan kembali menunjukan peningkatan,” ucapnya.
Denny Siregar, President Director Group Dealer PT Hyundai Mobil Indonesia, juga menyoroti tantangan dan peluang di industri otomotif, “Kami menghadapi fluktuasi industri otomotif dengan strategi produk baru dan memanfaatkan momentum peraturan pemerintah tentang percepatan kendaraan listrik. Dengan harga kendaraan listrik yang lebih bervariasi, kami optimis penjualan akan meningkat,” ungkapnya.
Menutup Talkshow, Suwandi dan Denny sepakat bahwa sinergi antara perusahaan pembiayaan, dealer dan promosi yang menarik bagi masyarakat dapat meningkatkan penjualan di semester kedua. “Program KKB BRI Joint Financing dengan bunga mulai dari 2,75% adalah salah satu contoh kolaborasi yang dapat menarik nasabah dan meningkatkan daya beli masyarakat,” pungkas Suwandi.
Kedepannya dengan strategi yang tepat, BRI Finance bersinergi dengan BRI dapat memperkuat potensi pertumbuhan yang solid terhadap keseluruh pembiayaan mobil melalui KKB BRI Joint Financing. Wahyudi berharap acara ini tidak hanya memberikan manfaat finansial, tetapi juga memberikan pengalaman yang menyenangkan dan informatif bagi para nasabah dan karyawan BRI Group. (*)