Bersih-bersih BPR/BPRS Berlanjut, OJK Cabut Izin Usaha BPRS Mojo Artho
Bersih-bersih Bank Perkreditan Rakyat (BPR) bermasalah masih terus dilakukan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dalam setahun terakhir, sudah empat BPR dicabut izin usahanya oleh OJK.
Setelah mencabut izin dua BPR pada tahun 2023 dan satu BPR pada awal Januari 2024, pengatur dan pengawas lembaga jasa keuangan ini menjatukan vonis ‘pencabutan izin usaha’ terhadap PT BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda) (BPRS Mojo Artho).
“Pencabutan izin usaha BPRS Mojo Artho merupakan bagian tindakan pengawasan yang dilakukan OJK untuk terus menjaga dan memperkuat industri perbankan serta melindungi konsumen,” tulis OJK dalam keterangan pers, Jumat, 26 Januari.
Pencabutan izin usaha ini tertuang dalam Keputusan Anggota Dewan Komisioner (KADK) Nomor KEP-13/D.03/2024 tanggal 26 Januari 2024.
BPRS Mojo Artho sudah sakit sejak lama
BPRS Mojo Artho yang beralamat di Kota Mojokerto, Jawa Timur telah ditetapkan sebagai BPRS Dalam Pengawasan Intensif (BDPI) sejak 19 November 2020, sesuai Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No.19/POJK.03/2017 dan Surat Edaran Otoritas Jasa Keuangan No.56/SEOJK.03/2017.
Kondisi BPRS Mojo Artho terus memburuk karena pengelolaan BPRS yang tidak didasarkan pada prinsip kehati-hatian. Karena itu, status pengawasan BPRS Mojo Artho pun ditingkatkan menjadi Bank Dalam Penyehatan (BDP), mengacu Pasal 16C ayat (1) dan ayat (4) Klaster Stabilitas Sistem Keuangan serta Pasal 325 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK).
Penetapan status tersebut bertujuan agar Pengurus/Pemegang Saham melakukan langkah-langkah untuk memperbaiki kondisi BPRS Mojo Artho. Namun upaya penyehatan yang dilakukan oleh Pengurus/Pemegang Saham tidak dapat mengeluarkan BPRS Mojo Artho dari status pengawasan BDP.
Mempertimbangkan kondisi keuangan BPRS Mojo Artho yang membahayakan kelangsungan usahanya, maka berdasarkan Pasal 16E ayat (1) Klaster Stabilitas Sistem Keuangan UU P2SK, pada tanggal 12 Januari 2024 BPRS Mojo Artho ditetapkan sebagai Bank Dalam Resolusi (BDR) dan sesuai dengan Pasal 6 ayat (2) dan Pasal 7 angka 6 Klaster Lembaga Penjamin Simpanan UU P2SK, Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) menjalankan wewenangnya untuk mengambilalih pengelolaan BPRS.
Selanjutnya berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner LPS Nomor 26/ADK3/2024 Tanggal 22 Januari 2024, LPS memutuskan untuk tidak melakukan penyelamatan dan meminta OJK untuk mencabut izin usaha BPRS Mojo Artho.
Menindaklanjuti rekomendasi LPS tersebut, OJK berdasarkan POJK Nomor 28 Tahun 2023 tentang Penetapan Status dan Tindak Lanjut Pengawasan Bank Perekonomian Rakyat dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah, melakukan pencabutan izin usaha BPRS Mojo Artho. Dengan pencabutan izin usaha BPRS, LPS akan menjalankan fungsi penjaminan dan melakukan proses likuidasi sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2004 tentang Lembaga Penjamin Simpanan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan UU P2SK.
“OJK mengimbau nasabah PT BPRS Mojo Artho Kota Mojokerto (Perseroda) agar tetap tenang karena dana masyarakat di perbankan termasuk BPRS dijamin LPS sesuai ketentuan yang berlaku,” tulis OJK.
[…] tahun 2024 ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin usaha dua Bank Perekonomian Rakyat (BPR) dan Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS). Diperkirakan masih ada […]