BRICS atau OECD

0
11

Indonesia sampaikan keinginan untuk bergabung dalam BRICS (Brasil, Rusia, India, China, South Africa) dalam pertemuan KTT BRICS Plus di Kazan, Rusia pada 24 Oktober 2024 lalu. Pro-kontra bermunculan.

Rektor Universitas Paramadina, Prof. Didik J. Rachbini menjelaskan bahwa BRICS muncul sebagai kekuatan baru yang menantang dominasi ekonomi Amerika Serikat (AS) dan Eropa. “Rusia dan China belum lama ini sudah menyatakan bahwa BRICS lebih besar dari OECD (The Organisation for Economic Co-operation and Development). Dengan pasar yang luas dan populasi dalam skala yang lebih besar dan berkembang,” kata Didik dalam keterangannya.

Ekonom Senior Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin, MPP menilai bahwa meskipun BRICS membawa potensi besar untuk ekspor dan stabilitas mata uang, tantangannya adalah ketergantungan lebih besar pada China serta hubungan diplomatik dengan negara-negara Barat yang bisa lebih kompleks.

Wijayanto menyoroti ketertarikan 34 negara untuk bergabung dengan BRICS, termasuk Arab Saudi yang menempati posisi penting sebagai negara petrodolar. Ia menjelaskan bahwa meski hubungan ekonomi global sebagian besar masih didominasi oleh dolar AS, BRICS mampu membuka peluang ekonomi melalui stabilitas mata uang lokal dan peningkatan foreign direct investment (FDI) untuk negara anggotanya.

Baca Juga :   OJK Bekerjasama dengan Otoritas Moneter Brunei dan OECD

Market power BRICS lebih menjanjikan, meski dua negara BRICS sedang mengalami penurunan pertumbuhan penduduk. Jika dibandingkan, pada 2006-2024 GDP BRICS tercatat lebih tinggi dibanding negara-negara G7/OECD, IMF juga memperkirakan GDP BRICS akan lebih maju ke depan,” kata Wijayanto.

Saat ini Indonesia dihadapkan dengan opsi lebih tepat untuk bergabung dengan keduanya BRICS atau OECD, atau bahkan keduanya. Atau pilihan terakhir adalah tidak memutuskan bergabung ke BRICS atau OECD seperti 10 tahun terakhir, tetapi akan kehilangan opportunity dan terlambat, sehingga tidak punya peran optimal dalam membentuk platform dan arah organisasi tersebut.

Managing Director PPPI sekaligus Ketua Program Studi PGSD Universitas Paramadina, Ahmad Khoirul Umam, Ph.D. menegaskan keterbukaan Indonesia dalam peta ekonomi-politik internasional.

“Indonesia kini berada pada persimpangan penting untuk memperkuat posisinya di antara BRICS atau OECD demi mencapai kesejahteraan dan stabilitas ekonomi,” kata Umam.

Menurut Umam, jika Indonesia bergabung dengan BRICS akan semakin berkembang dan serupa dengan negara-negara anggota BRICS lainnya, sehingga memungkinkan bagi indonesia berbagi di bidang ekonomi pembangunan.

Baca Juga :   Tata Kelola BUMN Disebut Selaras dengan Best Practices OECD, Begini Penjelasan Erick Thohir

“Keuntungannya, memperkuat ekonomi global, mengingat negara anggota BRICS memiliki pengaruh yang besar dalam perekonomian global” imbuhnya.

Ia pun memaparkan jika Indonesia bergabung dengan BRICS ada potensi risiko ketegangan dengan negara-negara Barat, artinya keberpihakan pada aliansi Barat menghasilkan sebuah karakter pola relasi yang penuh dengan kecurigaan. Dalam konteks ini yang perlu diantisipasi adalah ketergantungan ekonomi yang lebih besar Indonesia kepada China, karena yang menjadi sumber kekuatan BRICS saat ini adalah China.

Dosen Universitas Paramadina, Fajar Anandi mengungkapkan Indonesia berada pada peringkat ke-9 dari sisi regional bahwa memiliki peran yang sangat kuat dan besar. Jika melihat posisi Indonesia, kemudian muncul pertanyaan OECD atau BRICS?

“Pertama yang kita dapatkan adalah international influence, memperkuat hubungan diplomatik & kolaborasi aktif, meningkatkan kapasitas nasional, mempertahankan kepemimpinan regional dan akses sumber daya,” katanya.

Menteri Luar Negeri, Sugiono pernah menyampaikan bahwa bergabungnya Indonesia ke BRICS merupakan pengejawantahan politik luar negeri bebas aktif. Indonesia berpartisipasi aktif di semua forum.

Baca Juga :   5 Area yang Menjadi Pembahasan OECD dengan Menko Perekonomian

Ia juga melihat prioritas BRICS selaras dengan program kerja Kabinet Merah Putih, antara lain terkait ketahanan pangan dan energi, pemberantasan kemiskinan ataupun pemajuan sumber daya manusia.

Lewat BRICS, Indonesia ingin mengangkat kepentingan bersama negara-negara berkembang atau Global South.

“Kita lihat BRICS dapat menjadi kendaraan yang tepat untuk membahas dan memajukan kepentingan bersama Global South,” kata Menlu Sugiono.

Namun, ia tak menutup membangun aliansi dengan yang lainnya. Ia mengatakan Indonesia akan melanjutkan keterlibatan atau engagement di forum-forum lain, sekaligus juga terus melanjutkan diskusi dengan negara maju.

Leave a reply

Iconomics