
Cegah Karhutla, Harus Ada Sanksi Tegas Bila Ada Titik Api di Perkebunan

Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema “Antisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan”, Senin (19/6).
Untuk mencegah kebakaran hutan dan lahan (karhutla) terus terjadi, harus ada sanksi yang tegas bagi pelaku terutama bila pelakunya adalah perushaan perkebunan. Bila hukum ditegakkan, pembakaran yang dilakukan pihak perkebunan pasti terkendali.
“Sejak tahun 2019 telah ada 130 perusahan perkebunan sudah diperigati. Hingga kini bila ada titik api di perkebunan kita beri sanksi,” ujar Gubernur Kalimantan Barat, Sutarmidji dalam Dialog Forum Merdeka Barat 9 (FMB9) yang mengangkat tema “Antisipasi Kebakaran Hutan dan Lahan”, Senin (19/6).
Kalimantan Barat merupakan salah satu wilayah yang rawan terjadi karhutla karena memiliki lahan gambut yang luas. Menurut Sutarmidji, harus ada solusi permenen untuk mengatasi karhutla. Pertama, dengan langkah tegas memberi sanksi pembekuan izin dan atau denda yang sudah ditentukan nominalnya.
Kedua, melarang pemanfaatan lahan untuk jangka waktu tertentu, misalnya 10 tahun bagi lahan milik dengan luas tertentu. Ketiga, melakukan pemberdayaan masyarakat yang mengolah lahan tanpa bakar dengan jenis tanaman umbi-umbian yang panennya di atas 7 bulan dan tanaman sayuran.
“Terakhir, menyediakan Peta Topografi Ekosistem Gambut skala 1:50.000 sebagai bahan perencanaan letak/posisi pembuatan sumur bor,” lanjut Sutarmidji.
Pada kesempatan yang sama, Direktur Jenderal Pengendalian Perubahan Iklim Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Laksmi Dhewanthi mengatakan, kementeriannya telah melakukan upaya pencegahan dan penanganan secara sistematis agar bencana karhutla dapat diatasi secara permanen.
Solusi permanen yang diusulkan dibagi menjadi tiga kelompok. Pertama, penguatan analisis iklim dan cuaca yang dilakukan untuk memahami fenomena El Nino dan La Nina, serta elemen-elemen lainnya yang berpengaruh terhadap iklim dan cuaca.
“Dengan data dan analisis ini, early warning system terus dikembangkan untuk memberikan peringatan dini secara berkelanjutan. Selain itu, teknologi modifikasi cuaca juga digunakan untuk merencanakan curah hujan dan mengurangi kekeringan,” ujarnya.
Laksmi melanjutkan, kelompok kedua fokus pada operasional di lapangan dengan melibatkan patroli mandiri oleh Manggala Agni atau pemadam kebakaran hutan yang berada di bawah KLHK, serta patroli terpadu bersama aparat, pemerintah daerah, TNI, polisi, dan masyarakat. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan pengawasan dan deteksi dini serta respons cepat terhadap kebakaran.
Kelompok ketiga mencakup pengelolaan lanskap dan ekosistem, termasuk pengenalan praktik pengelolaan lahan tanpa membakar. Pengelolaan ini melibatkan perencanaan yang tepat untuk pengusahaan hutan dan perkebunan dengan membatasi penyebaran api dari satu area ke area lainnya.
“Selain itu, upaya penanganan asap lintas batas juga dilakukan dengan pendekatan serupa terhadap penanggulangan kebakaran hutan dan lahan lainnya. Pencegahan dan pemadaman diberlakukan sesegera mungkin dengan melibatkan pemberdayaan masyarakat dan penegakan hukum,” imbuhnya.
Waspada Kemarau
Di tengah ancaman kebakaran hutan yang masih mengancam, ada tantangan serius akibat kekurangan hujan yang signifikan di beberapa wilayahnya. Hal ini menjadi keprihatinan besar bagi Deputi Bidang Meteorologi Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG), Guswanto.
Dia pun mengusulkan beberapa langkah yang perlu diambil untuk menghadapi kondisi kekeringan yang semakin memburuk. Pertama, perlu menggunakan air dengan bijak.
“Saat ini beberapa wilayah memang sudah mencapai tahap kemarau, tetapi beberapa daerah masih diguyur hujan. Hujan ini harus dimanfaatkan semaksimal mungkin sehingga air tidak terbuang percuma begitu saja,” paparnya.
Selanjutnya, Guswanto menyoroti pentingnya melakukan langkah-langkah antisipasi. Salah satu langkah ini adalah melakukan pembasahan di wilayah yang memiliki gambut.
“Ini bisa dilakukan melalui penyiraman tanah secara teratur atau menggunakan Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) untuk memicu hujan buatan di wilayah tersebut,” lanjut dia.
Tindakan tersebut untuk menjaga kelembaban tanah dan mencegah terjadinya kebakaran gambut yang sering kali terjadi selama musim kemarau. Di BMKG sendiri, dia menambahkan, pemanfaatan teknologi juga menjadi fokus dalam upaya penanganan kebakaran hutan dan lahan. Pengamatan dari satelit digunakan untuk mendeteksi kebakaran dan memberikan peringatan dini. Ia juga menyoroti pentingnya pembasahan gambut di wilayah yang memiliki potensi kebakaran.
“Untuk mengantisipasi asap lintas batas, kolaborasi dengan negara tetangga harus dilakukan agar kebakaran tidak mengganggu wilayah mereka,” ucapnya.
Dengan pendekatan yang holistik, penguatan analisis iklim dan cuaca, operasional di lapangan, pengelolaan lanskap, serta penanganan asap lintas batas telah dilakukan untuk mencapai tujuan jangka panjang. Kerja sama dengan negara tetangga dan pemanfaatan teknologi juga menjadi faktor penting dalam upaya ini.
Semua pihak, termasuk pemerintah, korporasi, dan masyarakat harus bekerja sama untuk menjaga kelestarian hutan serta mencegah terjadinya kebakaran yang merugikan bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat.