MKMK Berhentikan Anwar Usman dari Ketua MK dan Tidak Ada Banding
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) memberhentikan Ketua MK Anwar Usman dari jabatannya karena terbukti melanggar etika berat ketika menangani dan memutus perkara Nomor 90 tentang batas usia calon presiden (capres)-calon wakil presiden (cawapres). Keputusan ini diambil oleh 3 anggota MKMK yang terdiri atas Jimly Asshiddiqie, Bintan Saragih, dan Wahiddudin Adams dengan dissenting opinion.
“Saya memberikan pendapat yang berbeda. Itu sebabnya dalam memberi putusan pada pelanggaran kode etik dan perilaku Hakim Konstitusi a quo, saya memberi putusan yang berlaku, dan tingkat pelanggaran kode etik yang terjadi dan terbukti yaitu sanksi bagi hakim terlapor berupa pemberhentian tidak dengan hormat sebagai Hakim Konstitusi,” kata Bintan Saragih membacakan pendapatnya di Gedung MK, Jakarta, Selasa (7/11).
Menurut Ketua MKMK Jimly, terlepas pendapat berbeda itu, tapi putusan yang berlaku ialah yang dibacakan tersebut yakni mencopot Anwar Usman sebagai Ketua MK. Pendapat berbeda itu justru dinilai menggambarkan adanya perdebatan dalam membuat keputusan.
“Itu sehat, apalagi dengan akal sehat. Kita sepakat lalu diumumkan dengan pendapat berbeda,” kata Jimly.
Jimly bercerita, soal pendapat berbeda ini sebenarnya sudah dipraktikkan sejak lama di pengadilan niaga tapi tidak populer. Sejak dipraktikkan di MK sejak 2023, pendapat berbeda ini menjadi terkenal.
“Ini artinya pengadilan itu harus memperdebatkan akal sehat dalam mengambil keputusan. Kalau tidak sepakat diumumkan ke publik sebagai bentuk pertanggungjawaban. Kedua, yang berlaku adalah keputusan yang dibacakan,” ujar Jimly.
Berkaitan dengan pemberhentian tidak hormat, kata Jimly, bisa membuat putusan MKMK menjadi tidak pasti karena sesuai Peraturan MK tahun 2023 itu dibuka ruang untuk banding. Itu sebabnya, MKMK memutuskan tidak mengambil keputusan tersebut.
“Menjadi tidak ada kepastian (kalau pemberhentian tidak hormat), padahal kita menghadapi proses pemilu yang sudah dekat,” kata Jimly.
Sebelumnya, MKMK dibentuk karena adanya laporan dugaan pelanggaran berat oleh hakim konstitusi yang disampaikan Dewan Etik Konstitusi. Laporan dugaan pelanggaran etika berat yang paling banyak itu adalah Ketua MK Anwar Usman khususnya terkait putusan perkara Nomor 90 tentang batas usia capres-cawapres.
Beberapa dugaan pelanggaran etika yang dilakukan Anwar Usman ialah membahas perkara sebelum diputus dan diungkap ke publik. Kemudian, dugaan konflik kepentingan antara Anwar Usman dengan pemeriksaan perkara Nomor 90/2023 yang pemohonnya menjadikan Gibran Rakabuming Raka sebagai model kepemimpinan anak muda yang merupakan keponakan dari ketua MK itu.