DJBC Bela Diri Soal 3 Kasus yang Ramai Dibicarakan Netizen, Mulai dari Alat Pembelajaran SLB hingga Sepatu
Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (DJBC) membeberkan sekaligus menjawab isu yang beredar di media sosial mengenai impor barang. Mulai dari alat pembelajaran Sekolah Luar Biasa (SLB), barang mainan robotic, hingga sepatu yang tersangkut bea masuk.
DJBC menyampaikan telah berkomunikasi dengan pihak-pihak terkait. Permasalahan terjadi karena kurang pahamnya importir dalam menyampaikan pemberitahuan pabean secara benar dan mengurus perizinan untuk mendapatkan pembebasan bea masuk.
DJBC menceritakan, kasus impor barang kiriman berupa alat pembelajaran untuk tuna netra pada sekolah luar biasa (SLB) berawal di tahun 2022. Barang impor tersebut awalnya ditetapkan sebagai barang kiriman dengan nilai di atas US$1.500. Pihak jasa kiriman maupun penerima barang belum menginformasikan kepada Bea Cukai bahwa barang tersebut merupakan barang hibah, sehingga proses penyelesaian barang tersebut terhambat karena perizinannya belum diselesaikan.
DJBC telah mengupayakan pengeluaran barang tersebut dengan memberikan fasilitas pembebasan fiskal mengacu pada PMK 200/PMK.04/2019. DJBC juga telah menginformasikan terkait dokumen yang dibutuhkan pihak SLB untuk pengeluaran barang tersebut.
Adapun permasalahan impor barang kiriman berupa mainan robotic terjadi karena pihak importir tidak menyertakan data pendukung terkait nilai barang. Oleh karena itu, petugas menetapkan nilai referensi barang sejenis dari internet. Terkait penetapan tersebut, pihak importir menyatakan bahwa barang tersebut merupakan barang hadiah dan diperoleh data referensi harga atas barang tersebut. Setelah barang diterima importir, terdapat kerusakan dari bagian kemasan dari barang. DJBC menyatakan bahwa pemeriksaan fisik barang kiriman selalu didampingi oleh pihak peyelenggara jasa titipan (PJT). Kewenangan membuka dan membungkus kembali barang yang diperiksa terdapat di PJT sehingga, DJBC akan melaksanakan mediasi antara importir dengan pihak PJT.
Pada permasalahan impor Sepatu, berawal dari pemberitahuan yang diserahkan importir tidak sesuai. Dari penelusuran sistem, pihak origin memberitahukan nilai freight on board (FOB) barang sebesar 30 Euro atau sebesar US$35,37. Setelah dilakukan pemeriksaan fisik dan penelitian dokumen, nilai tersebut dianggap tidak wajar sehingga petugas menetapkan nilai barang beserta denda karena adanya indikasi praktik under invoicing. Pihak jasa kiriman juga telah berkomunikasi dengan pengirim dari negara asal untuk mengonfirmasi terkait nilai barang.
Melihat isu tersebut, DJBC akan meningkatkan upaya dalam melaksanakan edukasi kepada masyarakat terkait prosedur kepabeanan. “DJBC akan secara terbuka menerima kritik dan saran yang membangun dari masyarakat sebagai upaya untuk terus melakukan perbaikan dan penyempurnaan dalam memberikan pelayanan kepada para pengguna jasa,” kata Direktur Komunikasi dan Bimbingan Pengguna Jasa Bea Cukai, Nirwala Dwi Heryanto dalam keterangan resminya.