Natal dan Libur Akhir Tahun Dorong Pola Konsumsi Masyarakat
DBS Group Research memproyeksikan penjualan online akan meningkat dengan adanya ‘National Online Shopping Day’ atau Hari Belanja Online Nasional (Harbolnas) di bulan Desember. Dalam laporan tersebut, DBS Group Research juga menyampaikan hasil temuan pertumbuhan konsumsi pada semester II akan sedikit melambat dibandingkan dengan semester I, karena rendahnya subsidi yang diberikan pemerintah. Konsumsi di luar Jawa terdapat kemungkinan juga akan terpengaruh oleh turunnya harga komoditas, seperti harga minyak sawit (CPO) dan batu bara.
“Penjualan ritel akan naik saat Natal dan di akhir tahun. Perusahaan ritel bisa meningkatkan penjualan mereka selama masa tersebut, akan tetapi maraknya ritel online dan e-Commerce dapat menjadi tantangan tersendiri bagi perusahaan ritel. Hal ini dikarenakan program Harbolnas yang jatuh di bulan Desember tentunya menawarkan berbagai program promo menarik dan kemudahan berbelanja secara online,” kata analis DBS Group Research, David Arie Hartono, Andy SIM, dan Cheria Christi Widjaja dalam riset Indonesia Consumer yang dirilis pada Agustus 2019.
Analis DBS Group Research tersebut juga menambahkan meskipun kontribusi penjualan online terhadap total penjualan ritel belum mencapai angka yang signifikan, berkisar di angka 1-2 persen, namun penjualan online telah tumbuh sangat pesat. Oleh karena itu, untuk bersaing dengan e-Commerce, sebagian penjual ritel offline harus memasuki pasar online juga.
Penjualan online atau e-Commerce saat ini memiliki peran penting dalam industri ritel Indonesia. Masyarakat yang berbelanja online terus meningkat dan masih akan tetap tumbuh dalam beberapa tahun ke depan. Penyebabnya adalah karena harga yang ditawarkan lebih murah, nyaman, menghemat waktu, bisa memilih lebih banyak produk dan penjual, serta meningkatnya jumlah pengguna internet dan telepon pintar.
Penjualan ritel online di Indonesia diperkirakan akan terus tumbuh, karena didukung oleh pembangunan infrastruktur, tingginya tingkat penetrasi telepon pintar, dan meningkatnya populasi penduduk berpenghasilan menengah.
Para pemain e-Commerce tidak hanya menjual produk lewat platform Tokopedia, Shopee, Lazada, Zalora, Blibli, atau Bukalapak saja, tetapi juga menjual produk lewat media sosial, seperti Instagram.
Sejalan dengan hasil temuan DBS Group Research, survei Bank Indonesia (BI) yang dirilis pada 9 Oktober 2019, memroyeksikan penjualan ritel pada kuartal III 2019 melambat dibanding kuartal sebelumnya. Perlambatan penjualan terjadi pada hampir seluruh komoditas barang yang disurvei, terutama kelompok sandang. Hasil survei mengindikasikan penjualan ritel pada kuartal III 2019 tumbuh 1,8 persen (year on year), lebih rendah dibandingkan 4,2% pada kuartal II 2019 dan kuartal III tahun lalu sebesar 4,6%.
Perlambatan penjualan tersebut terjadi pada hampir seluruh komoditas barang yang disurvei, terutama kelompok sandang yang hanya tumbuh satu persen. Pada kuartal II, kelompok sandang mencatatkan pertumbuhan sebesar 27,5% seiring meningkatnya permintaan selama momentum Ramadan dan Idul Fitri.
Pertumbuhan ekonomi kuartal III ditopang oleh masih kuatnya konsumsi rumah tangga dan aktivitas pembangunan infrastruktur yang masih berlanjut. Gubernur BI Perry Warjiyo memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2019 akan mencapai 5,1 persen. Pencapaian tersebut masih akan ditopang oleh besarnya konsumsi dalam negeri. “Khususnya ditopang oleh konsumsi dan juga membaiknya investasi bangunan,” kata Perry di Kompleks BI, Jakarta, Jumat, 4 Oktober 2019.
Perry mengatakan, konsumsi tetap akan menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Indonesia, salah satunya didorong oleh penyaluran bantuan sosial (bansos) pemerintah. Bansos mampu menopang konsumsi masyarakat menengah bawah. Laju investasi bangunan juga mendorong pertumbuhan ekonomi seiring pembangunan infrastruktur yang masih masif. Menurut Bank Indonesia, mereka juga mengupayakan keberlanjutan investasi swasta non-bangunan.
Selain itu, beberapa harga komoditas pertanian, seperti minyak kelapa sawit (CPO), karet, kopi, dan coklat, memberikan dampak yang sangat kuat terhadap pendapatan rumah tangga di Indonesia dan berdampak pada belanja konsumen. “Mengingat sebagian besar penduduk Indonesia adalah petani dan hampir separuhnya adalah petani dari empat komoditas tersebut, tidaklah mengherankan jika harga komoditas memberikan dampak material terhadap konsumsi belanja di Tanah Air. Sementara komoditas penting ini sedang berada di titik terendah.
“Setiap terjadi pemulihan harga akan langsung diterjemahkan ke dalam daya beli petani yang tinggi,” kata analis DBS Group Research.
Akan tetapi, konsumsi di semester II tahun ini tidak akan turun secara signifikan karena ada faktor pemberian bonus dan gaji ke-13 bagi aparatur sipil negara (ASN) pada bulan Mei 2019. “Pemberian bonus dan gaji itu seharusnya bisa mendorong belanja ritel pada kuartal II dan semester II 2019,” kata analis DBS Group Research. Lebih lanjut lagi, data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa pasar ketenagakerjaan cukup kuat dengan berlanjutnya proyek-proyek pemerintah, tren kenaikan upah pekerja konstruksi, serta turunnya tingkat pengangguran di Indonesia menjadi lima persen pada Februari 2019.