Tantangan Melintang, Ekspor Sawit Melenggang

0
112

Pertumbuhan ekspor minyak sawit dan produk turunannya di luar biodiesel dan oleochemical menunjukkan pertumbuhan dobel digit pada Juli 2019. Volume ekspor naik sekitar 16% dibandingkan pada bulan Juni 2019. Tercatat, ekspor tersebut mencapai 17,76 juta ton pada Juli 2019.

“Sementara di periode yang sama 2018 (year on year/yoy) tercatat 16,97 juta ton atau mengalami kenaikan 4,7%,” ujar Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) Joko Supriyono di Jakarta, Selasa (17/9/2019).

Menurut Ketua Umum GAPKI, kenaikan ekspor terbesar dibukukan oleh China yang mengalami kenaikan 46,7% (yoy), disusul negara-negara di Afrika sebesar 20,11% (yoy) dan beberapa negara Asia, khususnya Jepang dan Malaysia.

Afrika sebagai negara tujuan ekspor baru yang sedang digarap Indonesia menunjukkan kinerja cukup baik. “Ini adalah keberhasilan Kementerian Perdagangan (Kemendag) dalam melakukan promosi ke negara-negara Afrika,” kata Joko Supriyono.

Penurunan ekspor masih terjadi di India sebesar 19,86% (YoY), Amerika Serikat turun sebesar 14,3% (YoY), serta Pakistan dan Bangladesh. Penurunan ekspor ke India masih dikarenakan pengenaan tarif impor yang tinggi (54%) untuk produk olahan dan 40% untuk produk minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO).

Baca Juga :   Kemendag Berinovasi dengan Menyediakan Platform B2B Inaexport untuk Tingkatkan Ekspor

Namun kabar baik diperoleh dari India, karena negara ini akan menurunkan tarif impor untuk produk olahan sawit Indonesia menjadi 45% sehingga sama dengan tarif yang dikenakan kepada produk olahan sawit Malaysia.

“Tentu ini karena negoisasi yang terus menerus dilakukan oleh Kemendag dan Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) kepada Pemerintah India,” kata Ketua Umum GAPKI.

Pasar ekspor masih tumbuh 1,5% (yoy) walaupun diwarnai penuh masalah dan berbagai kampanye negatif. Masalah paling serius yakni rencana Uni Eropa untuk mengurangi impor sawit mulai 2021. Terhadap rencana ini, Pemerintah Indonesia terus melakukan loby disertai ancaman retaliasi beberapa produk impor dari Uni Eropa.

Pada sisi lain, perolehan devisa ekspor mengalami penurunan. Sampai dengan Juli, devisa ekspor dari produk sawit (di luar biodiesel dan oleochemical) mencapai US$9,8 miliar. “Angka ini turun 18% dibanding periode yang sama tahun 2018, yaitu sebesar US$11,9 miliar,” kata Joko.

Harga CPO di pasar internasional mulai menunjukkan pergerakan naik. Joko Supriyono berharap, tren kenaikan ini terus menunjukkan ke arah yang positif hingga akhir tahun. Dengan demikian sawit tetap mampu berkontribusi positif terhadap neraca perdagangan Indonesia.

Leave a reply

Iconomics