Rencana Aksi Digitalisasi Perbankan untuk Meningkatkan Customer Experience Saat Era New Normal

0
6862

Sejak pemerintah mengumumkan kasus terinfeksi Covid-19 yang pertama pada 2 Maret 2020 yang diikuti dengan pengumuman WHO (World Health Organization) bahwa Covid-19 telah menjadi pandemi pada 11 Maret 2020, sebagian besar bank menganggap akan menghadapi berbagai risiko.

Pertama, risiko kredit.Risiko kredit terjadi jika sektor ekonomi, khususnya UMKM mulai terganggu, dan akan berimplikasi terhadap kenaikan rasio kredit bermasalah di perbankan. Kedua, risiko pasar.Risiko pasar terjadi saat terdapat perubahan pada nilai aset lembaga keuangan. Indikator yang digunakan untuk risiko ini adalah penurunan yield dan pelemahan nilai tukar.

Ketiga, risiko likuiditas.Risiko likuiditas terjadi ketika debitur perbankan mengalami penurunan omset sehingga menyebabkan risiko kredit meningkat, dan pada akhirnya berdampak pada arus kas perbankan akibat restrukturisasi.

Walaupun permodalan perbankan, khususnya pada kategori Bank Buku 4 masih dikatakan kuat, banyak pertanyaan yang masih misterius yang perlu diantisipasi tentang berapa lama pandemi Covid-19 berakhir? Berapa lama perbankan dapat bertahan dan seberapa kuat bank melakukan restrukturisasi nasabah yang terkena dampak negatif Covid-19?

Satu hal yang penting adalah pengelolaan sentimen negatif jika ada bank yang bermasalah. Jangan sampai timbul kepanikan yang berlebihan dari nasabah – hal ini bisa mengakibatkan cost pengelolaannya bisa sangat mahal dan tak terkendali.

Baca Juga :   OJK Terbitkan 2 POJK Baru yang Memperpanjang Kebijakan Restrukturisasi Kredit

Salah satu untuk upaya menghindari risiko likuiditas dari sisi funding (Dana Pihak Ketiga) dan terjadi sentimen negatif yang mengarah terjadinya rush money, adalah dengan cara meningkatkan loyalitas melalui meningkatkan customer experience serta mengambil peran dalam penanganan pandemi Covid-19 yang secara langsung mendorong brand value perusahaan. Perbankan dapat mengambil peran langsung dalam memperlambat penyebaran Covid-19 dengan mendorong serta melakukan edukasi para nasabah untuk memanfaatkan saluran digital yang dimilikinya untuk mengeliminir antrian dan transaksi di gerainya. Perbankan membantu membatasi dampak penurunan dengan menjalankan protokol kesehatan yang dicanangkan pemerintah serta membangun customer experience baru serta penanganan debitur yang bisnisnya terdampak sesuai program stimulus pemerintah. Dalam kondisi normal, customer experience pada perbankan diarahkan untuk menciptakan kepuasan nasabah yang pada akhirnya menghasilkan loyalitas penggunaan produk yang lebih banyak dan lebih efisien dalam melayaninya.

Namun demikian, berdasarkan informasi di beberapa media nasional, bahwa bank-bank besar seperti BNI, BCA, Mandiri dan BRI mengalami lonjakan transaksi digital secara year-on-year saat berlangsungnya program Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Work From Home (WFH). Lonjakan transaksi meliputi transaksi mobile banking mengalami kenaikan mulai 28% – 99,2% dan transaksi internet banking mengalami kenaikan antara 10,8% – 61%.

Baca Juga :   Peringkat BRI di Forbes Global Naik, Dirut BRI: BRI Mampu Jaga Kinerja Tetap Positif

Lembaga konsultan pemasaran, Markplus Inc. telah melakukan survei terhadap 111 responden untuk mengukur perubahan perilaku nasabah perbankan saat pandemi Covid-19 berlangsung dengan sebaran 49,5% berdomisili di Jabotabek dan 50,5% di luar Jabodetabek dengan usia yang dominan antara 25–34 tahun. Hasilnya menunjukkan bahwa selama pandemi Covid-19 transaksi secara offline (nasabah yang masih datang ke outlet bank) menurun tipis dengan dominasi transaksi berupa transfer, transaksi e-Wallet (tambah saldo Ovo, Dana, GoPay dst). Sementara transaksi digital yang digunakan oleh nasabah didominasi dengan transaksi e-Wallet top up (Dana, Ovo, GoPay, dst), transfer uang dan pembayaran tagihan rutin (listrik, air, pembelian token, pulsa/kuota, dst).

Sumber: Markplus

Melihat hasil survei tersebut, dapat disimpulkan bahwa lonjakan transaksi digital (mobile banking dan internet banking) belum diiringi dengan lonjakan nasabah yang memanfaatkan transaksi digital banking. Artinya hanya para nasabah/debitur yang puas dengan layanan digital bank dan paham akan fitur-fitur transaksi digital mengalihkan transaksi offline ke online. Dengan demikian para petugas bank perlu melakukan edukasi fitur-fitur transaksi secara lengkap dan meningkatkan customer experience kepada seluruh nasabahnya.

Baca Juga :   APPK OJK Terima Aduan Masyarakat Sekitar 14 Ribu, Terbanyak soal Perbankan

Menghadapi era new normal, setiap bank perlu menjalankan mode preparing atau persiapan. Persiapan pertama, melakukan riset dan voice of customer survey (VoC). Kondisi pandemi Covid-19, tentu akan merubah tatanan yang ada dan masyarakat/nasabah akan lebih aware, kritis serta menuntut layanan digital yang lebih. Perbankan harus meninjau ulang target jangka pendek, menyusun rencana untuk menghadapi struktur pasar, kompetisi, dan dinamika perubahan jika terjadi pandemi gelombang kedua atau gelombang ketiga.

Langkah pertama adalah melakukan riset/penelitian baik secara eksternal dan internal. Riset eksternal bisa meliputi perubahan dari technology, political legal dalam bentuk regulasi-regulasi, socio culture masyarakat, tren kondisi ekonomi dan market). Adapun riset internal seperti survei kepada para nasabah/debitur yang terbagi dari berbagai kategori nasabah/debitur institusi dan perorangan serta berdasarkan pengelompokkan dominan, upper mass dan mass. Adapun yang disurvei mengenai consumer behaviour, convinience (transaction appetite,service appetite, dan channel appetite), cost behavior, dan communication behaviour.

Halaman Berikutnya
1 2

Leave a reply

Iconomics