Rencana Aksi Digitalisasi Perbankan untuk Meningkatkan Customer Experience Saat Era New Normal

0
6871

Disarankan khusus untuk nasabah/debitur perorangan, responden yang dipilih diarahkan dominasi dari kalangan milenial, karena pada 10 tahun mendatang mereka yang akan menguasai elemen bisnis/usaha/angkatan kerja. Perbankan perlu mengantisipasi peluang yang akan munculnya bonus demografi pada tahun 2030.

Survei tersebut diarahkan untuk menyusun strategi pemasaran STP (Segmentation, Targeting dan Positioning) sampai 10 tahun ke depan. Dengan melakukan riset akan diketahui strategi yang lebih cocok dan tepat untuk memenuhi kebutuhan customer. Sudah banyak tool atau metode yang dapat gunakan untuk melakukan riset.

Riset dapat berfungsi pula sebagai evaluating untuk membantu ukur brand positioning dengan brand pesaing, perubahan, mengetahui perubahan appetite customer dan kencenderungan lainnya. Dengan begitu perusahaan akan mengetahui dan mengevaluasi strategi pemasaran sebelumnya sehingga strategi mana yang paling efektif atau masih dalam target penjualan.

Bakal banyak sekali perubahan yang terjadi di era new normal ini sehingga perbankan dituntut untuk benar-benar mengenal perilaku konsumen. Perbankan dapat melakukan analisis pengenalan karakteristik konsumen dengan mempelajari (big data) rekam jejak pencatatan pembelian konsumen dari waktu ke waktu.

 Langkah kedua, melakukan campaign di kalangan timnya untuk membantu nasabah go digital. Menghadapi new normal, pendekatan yang efektif adalah melakukan campaign kepada para nasabah bahkan debitur tidak hanya meliputi memberikan edukasi secara masif agar para nasabah dan debitur lebih familiar dengan fitur-fitur layanan digital. Seperti pembukaan rekening, pengelolaan rekening, payment, penutupan rekening, pengajuan dan tracking proses pinjaman. Edukasi tersebut juga mencakup coaching melalui layanan virtual, misalnya penjelasan tertulis dan video tutorial untuk bagaimana menyelesaikan transaksi digital secara komprehensif. Perbankan dapat melakukan pengembangan portal online yang ada menambahkan informasi tentang virus corona. Portal-portal ini menyediakan layanan video dan kemampuan penjualan, serta video edukasi untuk nasabah/debitur yang khawatir tentang dampak pada portofolio mereka. Didalamnya meliputi program coronavirus digital yang terintegrasi dengan layanan perbankan, wealth management, tutorial dan konten nasihat pencegahan/kesehatan, serta layanan terkait nonperbankan seperti situs belanja online, Palang Merah Indonesia (PMI), terintegrasi dengan layanan dokter digital (telemedis) hingga pengiriman obat-obatan.

Untuk layanan yang memerlukan interaksi cabang, sarana digital masih dapat memainkan peran penting, yaitu dengan menerapkan antrian via online kepada para nasabahnya/calon nasabah. Antrian digital disiapkan di website/portal perbankan dan terintegrasi dengan sistem antrian di seluruh outlet yang dimiliki. Dengan demikian nasabah/calon nasabah bebas menentukan lokasi, hari, waktu dan outlet yang akan dituju dan kelengkapan dokumen awal telah diminta serta diunggah ke sistem antrian. Dengan demikian para pimpinan outlet dapat melakukan proyeksi jumlah nasabah yang akan bertransaksi ke teller, customer service dst. Bank juga bisa memproyeksikan kebutuhan tenaga sumber daya manusia (SDM) untuk melayani nasabah dengan berbeda-beda jumlahnya setiap hari sesuai jumlah antrian yang terdaftar.

Baca Juga :   Covid-19, Nasabah UMKM dan Kebijakan Relaksasi Kredit Perbankan

Apabila terdapat hasil input nasabah yang dapat diketahui kebutuhan transaksinya dapat dilakukan secara online, maka ada petugas secara rensponsif yang dapat menghubungi nasabah tersebut. Sehingga nasabah tidak perlu repot datang ke cabang.

Dengan hal tersebut, perbankan dapat beroperasi secara efisien serta bisa jadi menghitung ulang kebutuhan outlet offline-nya. Manfaat lainnya adalah perbankan dapat memberikan layanan secara optimal kepada para nasabah/debitur dan nasabah akan memperoleh kenyamanan serta kepuasan saat bertransaksi di outlet perbankan. Ke depan perbankan akan didorong untuk membuka layanan outlet digital.

Langkah ketiga, perluas jaringan digital channel, baik outlet digital dan branchless banking outlet. Konsekuensi ekonomi dari coronavirus akan meningkatkan kebutuhan bank untuk meningkatkan efisiensi dan customer experience. Mereka dapat melakukannya dengan meningkatkan swalayan digital pada outlet digital serta dengan membuat trade-off operasional.

Layanan dan pemasaran produk melalui digital lebih murah daripada pendekatan berbasis cabang atau telepon. Masalahnya bagi banyak bank adalah bahwa terlalu sedikit nasabah menggunakan penawaran digital karena mereka merasa tidak terbiasa. Untuk mengatasi hal ini dengan melakukan setting ulang call center dengan fitur edukasi kepada nasabah mengenai cara menggunakan saluran digital (internet banking dan mobile banking).

Perbankan dapat meninjau kembali keberadaan gerai-gerainya, baik outlet yang memiliki potensi bisnis yang masih besar dan menguntungkan maupun outlet yang mengalami stagnasi, sudah jenuh dan menurun. Maka perbankan perlu keberanian untuk menutup outlet yang bisnisnya stagnan, jenuh atau menurun secara bertahap dan digantikan dengan mitra bisnis perbankan berupa agen-agen perbankan berupa branchless banking outlet.

Bank juga memberikan kategorisasi agen-agen perbankan (branchless banking). Kategori kelas bisa berdasarkan ukuran usaha mitra, legalitas, kepatuhan, kredibilitas, berkelas, prudential operation dst. Dengan demikian kelengkapan fitur transaksi, layanan serta nominal transaksinya dibedakan dengan kategori kelas dibawahnya. Namun yang paling penting keberadaan agen-agen tersebut perlu dikomunikasikan, tidak hanya berupa spanduk/neon sign saja melainkan melalui website resmi perbankan agar masyarakat/nasabah yang memiliki keyakinan keamanan transaksi tapi nasabah dapat dengan mudah mencari agen bank di lokasi terdekat di daerahnya.

Baca Juga :   OJK: Prospek Sektor Perbankan Semester II 2020 Tergantung Permintaan Kredit

Perbankan tidak perlu takut kehilangan potensi bisnis terutama penghimpunan DPK karena jika mitra usaha dalam bentuk agen branchless banking ini transaksinya cukup besar maka mereka akan mendepositkan dananya di perbankan beberapa kali dari nilai transaksi harian para nasabah.

Langkah keempat, sesuaikan tren perubahan transaksi di Industri keuangan sesuai perkembangan generasi milenial di masa yang akan mendatang. Pada 5 hingga 10 tahun mendatang, pasar bakal didominasi oleh kalangan milenial. Apabila produk dan layanan digital banking tidak dipreferensi dan tidak dibeli oleh milenial maka bisnis dan perusahaan akan segera ditinggalkan. Oleh karena itu, mengacu prinsip dasar customer-centric yakni mau tak mau perbankan harus millennial-centric. Perbankan harus selalu berada di sepatunya milenial dan harus selalu berpikir seperti milenial.

Milenial adalah generasi mager (malas gerak). Kenapa? Karena digital apps memudahkan hidup milenial. Mau makan pesan via GoFood. Mau nonton film via Netflix. Menikmati musik cukup via Spotify. Kecepatan, kesimpelan, dan kemudahan adalah mutlak bagi konsumen milenial. Oleh karena itu perbankan harus mumpuni memetakan customer journey, mengidentifikasi pain point mereka, dan kemudian mensolusikannya dengan menawarkan kecepatan, kesimpelan, dan kemudahan

Kenapa milenial juga love digital? Salah satunya karena dengan digital mereka bisa mendapatkan layanan yang “more for less” (more benefit, less cost). Layanan yang diberikan platform digital seperti GoJek, Traveloka, Tokopedia, atau Ruangguru memiliki satu kesamaan, yaitu memberikan “more benefits with less cost”. Dulu kita hanya bisa menawarkan layanan “more for more” (more benefits with more cost) dan less for less (less benefits with less cost). Namun kini dengan canggihnya aplikasi digital milenial menuntut layanan yang “more for less”. Dan kita perlu ingat bahwa kalangan milenial ini sangat mudah pindah ke satu bank ke bank lainnya sampai titik dimana harapannya terpenuhi oleh banknya.

Sumber: Inventure

Berikut gambaran fitur perbankan yang akan mengalami penurunan dan yang akan booming di mana bank-bank agar tidak lagi mengembangkan kantor cabang dan ATM karena layanan seperti mobile banking mampu menghasilkan user experience yang lebih baik. Di satu sisi layanan berbasis kartu kartu (kartu kredit dan debit) kian ditinggalkan konsumen milenial. Namun di sisi layanan berbasis smartphone seperti digital payment dan digital lending justru tumbuh pesat

Baca Juga :   OJK: Nasabah yang Masih Mampu Tak Perlu Ajukan Restrukturisasi Pinjaman ke Bank

Langkah kelima, peningkatan skill pegawai melalui training & workshop secara merata untuk kebutuhan bisnis di masa yang akan datang. Karyawan yang memiliki skill dan berpengalaman akan membentuk customer experience yang baik bahkan dalam dalam kondisi krisis ekonomi yang sebenarnya. Dalam upaya untuk memberikan pengalaman pegawai yang bermakna di tengah-tengah pandemi coronavirus, bank perlu mengakui dan mengapresiasi pengorbanan dan perjuangan yang dihadapi pegawai saat mereka menangani tanggung jawab pekerjaan langsung mereka dengan masalah yang mereka miliki tentang kesehatan keluarga dan ekonomi mereka.

Pada waktu normal, pengalaman karyawan mungkin merupakan creatordari customer experience yang lebih baik daripada indikator yang lebih umum digunakan, seperti indikator peringkat rating pada aplikasi seluler bank.

Dalam waktu dekat, perbankan akan membutuhkan upaya luar biasa untuk meng-upgrade skill, competency serta pengetahuan pegawai mereka untuk mengatasi krisis, mereka harus terlibat dengan pelanggan secara empatik, dan mereka harus menyesuaikan teknis operasionalnya. Dalam konteks ini, perbankan perlu membuat komitmen yang kredibel kepada para pegawai dan mengakui kontribusi yang mereka buat, menggunakan nonfinancial reward dan kebijakan, seperti cuti sakit yang fleksibel dan kompensasi.

Penekanan yang lebih besar pada memberikan edukasi kepada para nasabah bagaimana menggunakan layanan digital yang ada. Dikarenakan kondisi pandemi Covid-19 merubah perilaku nasabah maka para pegawai perlu diberikan peningkatan keterampilan baru. Perbankan dapat menggunakan momen ini untuk secara signifikan meningkatkan kualitas dan ketersediaan program-program pelatihan, termasuk peningkatan kompetensi tim trainer dari pihak eksternal sehingga keterampilan-keterampilan baru disesuaikan dengan kondisi yang terkini. Ini akan membekali pegawai dengan keterampilan yang mereka butuhkan untuk mendukung pengalaman digital dan arah perkembangannya di masa yang akan datang. Dalam situasi dimana kondisi pandemi Covid-19, banyak perusahaan melakukan rasionalisasi pegawai untuk melakukan efisiensi, maka tidak tepat bagi perbankan untuk mengurangi staf pada saat krisis, yang perlu dilakukan adalah menjadikan diberikan pelatihan yang dapat me-reskilling pegawai sesuai arah bisnis ke depan sebagai satu-satunya cara berkelanjutan untuk mengisi kesenjangan yang ada.

Ketika dilakukan dengan baik, program-program pelatihan seperti itu merupakan sinyal kuat dari peran positif bank dalam berkomitmen kepada karyawan mereka.

 

Yan Indrayana

Trainer Ex- Bankir BUMN 

Halaman Berikutnya
1 2

Leave a reply

Iconomics