Kisruh Pengambilalihan Saham, Simak Kisah Ini, dari Dirut hingga Berujung Tersangka

0
666
Reporter: Kristian Ginting

Mantan Direktur Utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan masih terus berjuang mencari keadilan atas kasus yang menimpanya. Bagaimana tidak, dari awalnya menjadi eksekutif di sebuah perusahaan tambang, Helmut justru kini menjadi tersangka dalam tindak pidana pemegang Izin Usaha Pertambangan (IUP) dan dengan sengaja menyampaikan laporan palsu terkait produksi hasil pertambangan di Kepolisian Daerah (Polda) Sulawesi Selatan.

Rusdianto Matulatuwa kuasa hukum Helmut bercerita, semua masalah yang menimpa kliennya itu bermula dari PT Asia Pasific Mining Resources (APMR) selaku pemilik PT CLM membuat kesepakatan secara perdata dengan PT Aserra Mineralindo Investama yang diwakili Zainal Abidinsyah. Dalam perjanjian itu, PT APMR berniat meminjam dana dari PT Assera dengan kompensasi pemberian saham. Tapi perjanjian pada tahun 2019 itu tidak mencapai kesepakatan.

“Karena perjanjian sudah hampir masuk pada batas waktu yang ditentukan, mereka kembali membuat perjanjian accessoir (tambahan) daripada perjanjian pokok yang pertama tadi,” kata Rusdianto dalam keterangannya yang diterima The Iconomics, Senin (6/3).

Setelah semua tahapan itu, kata Rusdianto, kedua kesepakatan yang telah dibuat tidak ada yang terpenuhi. Karena itu, kedua belah pihak lantas menempuh mekanisme gugatan di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI).

Baca Juga :   Dukung UMKM Hadapi Ancaman Resesi, Shipper Gelar Pameran pada 2023

Berdasarkan putusan BANI No. 43006/I/ARB-BANI/2020 ini, kuasa hukum PT Aserra Mineralindo Investama Dion Pongkor memastikan kliennya menjadi pemilik sah PT CLM dan AMPR. Bahkan Dion mengutip hasil putusan perkara yang teregister dalam Nomor 622/Pdt.G/2021/PN.Jkt.Sel yang menolak permohonan pembatalan putusan arbitrase PT APMR di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, sehingga kliennya sah menjadi pemilik CLM dan AMPR.

Sementara itu, Helmut lewat kuasa hukumnya Rusdianto mengatakan, putusan BANI dibatalkan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terutama soal Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB). “Namun di perjanjian accesoir-nya itu tidak berubah,” ujar Rusdianto.

Belakangan, kata Rusdianto, isi perjanjian accesoir itu justru menimbulkan kisruh. Mengapa? Karena perjanjian accesoir itu memunculkan kekuatan eksekutorial, sehingga PN Jaksel menerima permohonan untuk melakukan eksekusi saham.

Akan tetapi, kata Rusdianto, ketika eksekusi dilakukan ada tafsir yang berbeda dalam berita acara karena disebutkan eksekusi dilakukan pada 18 April 2022 sudah berjalan tapi belum terlaksana. Meski tafsirnya berbeda, berita acara eksekusi tetap dicantumkan dalam Akta Notaris No. 6 tanggal 6 Agustus 2022 yang menyatakan tentang pernyataan perubahan rapat umum pemegang saham (RUPS).

Baca Juga :   Michael Page Indonesia: 68% Responden Menolak Kenaikan Gaji

“(Padahal) Juru sita tidak berhasil menemui orang yang akan dieksekusi sahamnya,” ujar Rusdianto.

Masih kata Rusdianto, sebelum proses eksekusi dilakukan, Helmut sempat meminta pemblokiran saham kepada Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM. Dengan demikian, pihak ketiga yang ingin mengeksekusi saham tidak bisa melihat susunan direksi dan sahamnya di perusahaan. Akibatnya proses eksekusi tidak berhasil dilakukan.

Namun demikian, kata Rusdianto, karena berita acara eksekusi telah dituangkan dalam akta notaris, Dirjen AHU bisa membuka blokir yang dilakukan Helmut sehingga bisa melihat komposisi saham baik di PT APMR maupun PT CLM. “Dengan demikian, mereka (PT Aserra) bisa melakukan perubahan atas kepemilikan saham PT APMR,” kata Rusdianto.

Perubahan Akta Notaris
Menurut Rusdianto, proses perubahan akta notaris itu ditetapkan dalam RUPS PT APMR pada 13 September 2022 pukul 17.20 WIB. Malam harinya, sekitar pukul 20.59 WIB, keputusan itu disahkan AHU. Semenit kemudian, notaris mengeluarkan Akta Nomor 7 tentang keputusan Para pemegang saham PT CLM.

Baca Juga :   Bangun Fasilitas Pengolahan Nikel Bahodopi, Vale Indonesia Teken Perjanjain Kerja Sama dengan Dua Mitra

Anehnya, kata Rusdianto, sebelum hari berganti, Dirjen AHU kembali menerbitkan pengesahan. Padahal proses ini biasanya memakan waktu cukup lama. Dengan demikian, dalam waktu 7 jam ada 2 akta yang dibuat Dirjen AHU sehingga hal itu pula yang membuat Helmut kehilangan komposisi saham dan posisi direksi.

“Karena sudah takedown, tentu secara legalitas formil, membuat hak saham ada pada sisi mereka (Aserra). Nah, kami yang awalnya ada menjadi tidak ada dan ilegal,” tutur Rusdianto.

Sebagai informasi, pada 16 September 2022 PT Asia Pacific Mining Resources mengumumkan perubahan data mengenai peralihan saham dan ganti nama pemegang saham serta pengurus perusahaan ke sistem Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) berdasarkan akta Notaris Oktaviana Kusuma Anggraini dengan Akta No. 06 Tanggal 24 Agustus 2022.

Peralihan saham tersebut dinilai sebagai salah satu contoh kasus pengambilalihan saham secara tidak sah dan melawan hukum. Demikian Rusdianto.

 

 

Leave a reply

Iconomics