Misbakhun Minta OJK Buka Data Konglomerasi Fintech dan Sektor Keuangan
Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun mendesak Otoritas Jasa Keuangan (OJK) membuka data tentang konglomerasi perusanaan teknologi finansial (tekfin). Pasalnya, diduga pemilik modal menggunakan orang lain untuk menjalankan tekfin yang tak hanya menyediakan pinjaman dana, tetapi juga sistem pembayaran.
Untuk saat ini, kata Misbakhun, setidaknya ada sekitar 103 tekfin yang terdaftar di OJK. Dari jumlah itu, 95 konvensional dan 8 syariah.
“Masalah tekfin ini sebenarnya bukan hanya peer to peer lending, tetapi ada yang sifatnya payment system. Ini bagaimana?” ujar Misbakhun di Kompleks Parlemen beberapa waktu lalu.
Selanjutnya, kata politikus Partai Golkar itu, harus ada pengawasan terintegrasi terhadap payment system. “Saya tidak melihat sebuah pengawasan yang terintegrasi,” ujar Misbakhun.
Di samping itu, Misbakhun juga menyinggung agar OJK juga membuka data konglomerasi sektor keuangan. Siapa pemilik bank, status banknya apakah sebagai emiten terbuka atau tidak dan juga terkait dengan manajer investas (MI).
“Dia punya perusahaan efek apa dan memperdagangkan saham siapa saja?” kata Misbakhun.
Semua ini, kata Misbakhun, penting untuk dibuka ke publik. “Ini penting, Pak (Wimboh). Siapa orang yang mereka pasang sebagai pemegang saham dan siapa yang mereka pasang sebagai pengelolanya?” kata Misbakhun lagi.
Sebagai contoh, kata Misbakhun, terkait dengan persoalan Kresna Life. Pada Juni 2021, Mahkamah Agung (MA) memutus perusahaan asuran jiwa itu pailit.
“Saya minta ada pihak yang bertanggung jawab terhadap masalah Kresna ini,” katanya.
Menurut Misbakhun, sejumlah perusahaan terafiliasi dengan Kresna Group antara lain Danasupra Erapacific yang kini dibekukan OJK, M Cash, dan NFC Indonesia. Hal ini, kata Misbakhun, sebagai skema yang luar biasa.
“Ini another (kasus PT Asuransi) Jiwasraya (Persero). Bedanya Jiwasraya kepunyaan pemerintah, kalau ini (Kresna) punya swasta,” katanya.