Ombudsman RI Kritik Kebijakan BPJS Kesehatan sebagai Syarat Pelayanan Publik

0
458
Reporter: Rommy Yudhistira

Iconomics - Ombudsman RI mengkritisi kebijakan pemerintah karena mengharuskan menjadi peserta BPJS Kesehatan sebagai syara untuk permohonan peralihan hak atas tanah atau hak milik atas satuan rumah susun. Munculnya aturan itu setelah terbitnya Instruksi Presiden (Inpres) tentang Optimalisasi Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional.

“Jujur saja memang forum ini sebetulnya bukan bagian dari forum sosialisasi. Justru kita sedang mengkritisi kebijakan ini, hasil pengkritisan ini apakah memang layak untuk dilanjutkan dengan perbaikan yang ada atau memang sebaiknya tidak menjadi prasyarat yang saling mengikat antara satu pelayanan publik dengan pelayanan publik yang lain,” kata anggota Ombudsman Dadan S. Suharmawijaya dalam sebuah diskusi virtual, Rabu (23/2).

Dadan mengatakan, pihaknya melihat dampak dari terbitnya Inpres tersebut munculnya persyaratan lain yang meliputi Dukcapil, proses pembuatan surat izin mengemudi (SIM), surat tanda nomor kendaraan (STNK) dan lan sebagainya. Hampir semua kementerian/lembaga merespons instruksi ini dengan cara yang berbeda.

“Kebetulan di Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) menerbitkan per dirjen, dan hanya satu yang dimunculkan,” ujar Dadan.

Baca Juga :   Hasil Verifikasi Administrasi, KPU: Partai Prima Penuhi Syarat Peserta Pemilu 2024

Ombudsman karena itu, kata Dadan, akan menyikapi hal itu dengan mengumpulkan seluruh aspek pelayanan publik yang masih berkaitan dengan adanya kebijakan tersebut. Apabila hanya untuk memenuhi kebutuhan universal health coverage (UHC) BPJS Kesehatan, bila disandingkan dengan persyaratan yang ada di Kementerian ATR/BPN, maka upaya tersebut dinilai tidak terlalu penting.

Dasar pertimbangannya, kata Dadan, jumlah kepesertaan BPJS Kesehatan yang ada sampai saat ini mencapai 86,27% atau sekitar 236 juta penduduk Indonesia. “Karena berapa persen juga sih transaksi pertanahan yang ada di Kementerian ATR/BPN yang bisa juga turut berkontribusi terhadap upaya pencapaian UHC di BPJS lewat ini,” kata Dadan.

Di sisi lain, kata Dadan, BPJS Kesehatan sendiri memiliki persoalan internal yang belum sepenuhnya selesai. Karena itu, BPJS Kesehatan harus terlebih dahulu menyelesaikan persoalan internal sebelum memberlakukan peraturan yang lain.

“Jadi sebelum menyadarkan kepada layanan publik yang lain upaya-upaya perbaikan di internal BPJS yang dulu sempat menjadi permasalahan, dan sebetulnya itu menjadi prasyarat untuk BPJS menyadarkan ke pelayanan yang lain seandainya di internal pelayanan BPJS itu sudah clear, sudah selesai,” ujar Dadan.

Baca Juga :   Great Eastern Life Indonesia dan AdMedika Mengoptimalkan Layanan BPJS Kesehatan untuk Nasabah

Selanjutnya, kata Dadan, para pihak yang memiliki tugas dan fungsi menjalankan kebijakan itu agar mensosialisasikannya. Dengan demikian, keterlibatan dan hubungan antara lembaga dengan implementasi kebijakan dapat bersinergi dengan baik.

“Saya kira itu bisa menjadi catatan khusus. Tapi memang kita menyadari bahwa pemerintahan adalah bagian yang tidak terpisah antara satu dengan yang lain, bentuk sinergi memang dibutuhkan. Cuma pencapaian dan upayanya seperti apa,” katanya.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics
Close