Pemerintah Diminta Tidak Subsidi Perusahaan FAME yang Berkantor di Luar Negeri
Pemerintah diminta tidak memberikan subsidi biodiesel kepada perusahaan penyedia fatty acid methyl ester (FAME) asal Indonesia yang berkantor di luar negeri, termasuk perusahaan besar yang menguasai pasar tersebut. Ini penting agar program subsidi biodiesel tidak dinikmati hanya segelintir perusahaan besar.
Pernyataan tersebut disampaikan anggota Komisi VII DPR Mulyanto sebagai tanggapan atas rencana pemerintah yang sedang menyelesaikan persiapan kebijakan mandatori biodiesel yang akan ditingkatkan menjadi B35/B40 dari sebelumnya B30. Program biodiesel yang dilakukan pemerintah pada 2020 hingga 2021, kata Mulyanto, anggarannya mencapai Rp 28 triliun dan Rp 51,9 triliun.
Dan anggaran tersebut, kata Mulyanto, hanya dinikmati segelintir perusahaan besar seperti Wilmar Group, Musim Mas Group, Apical Group, Duta Palma Group, Permata Hijau Group, dan Sinar Mas Group. Dengan adanya program subsidi biodiesel itu, pendapatan perusahaan-perusahaan sawit tersebut per tahun melebihi pengeluaran pembayaran pungutan sawit.
Padahal, lanjut Mulyanto, pemerintah berkewajiban mengembangkan perusahaan sawit secara merata, sehingga akan terbentuk pasar sawit yang sehat dan sempurna. “Tidak bersifat oligopolistik seperti pasar sawit sekarang ini, di mana segelintir pengusaha dapat mendiktekan volume dan harga produk turunan sawit di pasar,” kata Mulyanto dalam keterangan resminya, Rabu (13/7).
Atas dasar itu, kata Mulyanto, pihaknya menyarankan pembentukan koperasi atau badan usaha milik daerah (BUMD)/badan usaha milik negara (BUMN) yang secara khusus memproduksi FAME bersama PT Pertamina (Persero). Dengan demikian, subsidi yang digelontorkan negara melalui program biodiesel dapat lebih tepat sasaran dan menghemat anggaran.
“Pemerintah juga harus memprioritaskan tandan buah segar (TBS) dari petani sawit rakyat, agar harga sawit di tingkat petani ikut terdongkrak,” ujar Mulyanto lagi.
Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan, pemerintah berencana mendongkrak penyerapan minyak sawit dalam negeri melalui penerapan konsumsi sawit untuk bahan bakar. Langkah tersebut diharapkan dapat menaikan harga crude palm oil (CPO) pada semester II tahun ini, yang dinilai ikut mempengaruhi harga TBS sawit di tingkat petani yang mengalami penurunan dalam beberapa waktu terakhir.
Karena itu, Luhut meminta Kementerian ESDM, BPDPKS, dan Pertamina untuk mengkaji rencana tersebut. “Saya harap seluruh kementerian dan lembaga dapat menindaklanjuti pekerjaan terkait isu ini, agar harga minyak goreng dapat terkendali dan menguntungkan bagi masyarakat, petani, maupun para pengusaha,” kata Luhut.