Politikus PDI Perjuangan Nilai Pelaporan Anak Jokowi ke KPK Harus Punya Bukti Kuat
Anggota Komisi III DPR Arteria Dahlan menilai laporan yang dilakukan dosen Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badurn terhadap 2 putra Presiden Joko Widodo, Gibran Rakabuming Raka dan Kaesang Pangarep sebagai sah saja. Akan tetapi, pelapor harus bisa menunjukkan bukti-bukti yang kuat atas tudingan tersebut.
“Momennya kurang tepat. Tapi ya namanya orang melapor silakan saja. Kami mohon juga, silakan buktikan laporannya dengan bukti-bukti yang akurat disertai saksi-saksi,” kata anggota Fraksi PDI Perjuangan itu kepada wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (11/1).
Arteria mengatakan, pihaknya mengaku prihatin atas adanya pelaporan tersebut dan berharap laporan itu tidak membawa dampak negatif terhadap citra keluarga Presiden Jokowi. Karena itu, Arteria akan mendukung Gibran dan Kaesang.
“Apapun itu jangan sampai ini suatu hoaks. Jangan sampai juga menimbulkan citra buruk terhadap presiden dan keluarga presiden yang sudah banting tulang menyerahkan hidupnya kepada negara,” ujar Arteria.
Menurut Arteria, pihaknya meyakini keluarga Jokowi tidak mungkin terlibat dalam perbuatan yang mampu merugikan negara, termasuk dalam tindak pidana korupsi. Apalagi Jokowi sudah memberikan contoh kepada semua orang termasuk kepada Gibran dan Kaesang untuk menjadi presiden dan anak presiden yang baik.
Soal laporan itu, kata Arteria, pihaknya akan mengambil tindakan untuk mencari tahu terlebih dahulu motif pelaporan Ubedilah terhadap Gibran dan Kaesang kepada KPK. “Kita akan cari tahu motif di balik laporannya,” ujar Arteria.
Menanggapi laporan ini, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka tidak mempersoalkan pelaporan tersebut. Justru Ubedilah dipersilakan untuk melaporkan Gibran. Karena itu, Gibran siap menghadapi panggilan KPK, terlebih jika dinyatakan bersalah oleh lembaga tersebut.
Sebelumnya, Ubaedilah melaporkan Girban dan Kaesang atas dugaan tindak pidana korupsi dan/atau tindak pidana pencucian uang (TPPU). Kedua putra Jokowi diduga melakukan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) karena punya relasi binsis dengan perusahaan yang diduga terlibat kasus pembakaran hutan.
Ubaedilah mengatakan, pada 2015 terdapat perusahaan bernama PT SM yang statusnya sudah menjadi tersangka pembakaran hutan. Perusahaan itu juga dituntut sebesar Rp 7,9 triliun. Pada prosesnya, Mahkamah Agung (MA) hanya mengabulkan tuntutan sebesar Rp 78 miliar.