Proyek Alat Intelijen Kejagung: Jawaban Anggota Komisi III, IAW Curigai Dugaan Duplikasi

0
226
Reporter: Kristian Ginting

Kejagung

Pelaksanaan pengadaan proyek pemerintah yang dilakukan pada 2024, maka perencanaan dan anggarannya lazimnya dibahas pada 2023. Begitu pula dengan pengadaan proyek di Kejaksaan Agung (Kejagung) yang dilaksanakan pada 2024, tentu saja telah melewati pembahasan di DPR setahun sebelumnya sebagaimana sistem anggaran yang berlaku.

Karena itu, pengadaan proyek peralatan intelijen 2024 yang belakangan ini mendapat sorotan, anggarannya pun sudah dibahas pada 2023, khususnya di Komisi III. Soal ini, anggota Komisi III dari Fraksi PDI Perjuangan I Wayan Sudirta mengatakan, pihaknya belum bisa berkomentar soal itu.

“Maaf ya, saya belum ada komentar,” tutur Wayan saat dihubungi lewat aplikasi perpesanan Whatsapp beberapa waktu lalu.

Adapun pengadaan peralatan intelijen Kejagung yang menjadi sorotan belakangan ini adalah peralatan Pengamanan Kantor pada Ruang Publik senilai Rp 250 miliar tahun anggaran 2024; pengadaan Laboratorium Digital Forensik (Integrated Digital Forensic Management System For Investigation) senilai Rp 300 miliar tahun anggaran 2024; proyek barang berupa keamanan informasi dengan peralatan Kontra Penyadapan Radio Frekuensi senilai Rp 200 miliar tahun anggaran 2024; dan pengadaan Peralatan Keamanan dan Investigasi Digital untuk pengamanan dan analisis forensik senilai Rp 199,8 miliar.

Berbeda dengan Wayan Sudirta, rekannya di Komisi III dari Fraksi PKS Nasir Jamil mengatakan, seharusnya anggaran pengadaan proyek peralatan intelijen di Kejagung tahun 2024 itu sudah dibahas di DPR. Namun, pembahasan anggaran di Komisi III untuk mitranya hanya dalam gelondongan, bukan dalam satuan.

Baca Juga :   Buruh dan Mahasiswa Demo soal Kenaikan Harga, Pimpinan DPR Janji Sampaikan ke Pemerintah

“Sejak putusan Mahkamah Konstitusi (MK), komisi teknis di DPR tidak lagi menyentuh satuan 3, hanya gelondongan,” kata Nasir saat dihubungi.

Lantas apa yang janggal dari pengadaan tersebut? Secara umum pengadaan peralatan intelijen Kejagung tersebut dinilai sama sekali tidak bermasalah. Namun, sejumlah pemberitaan menyebutkan ada kecurigaan bahwa pengadaan proyek tersebut hanya akal-akalan alias fiktif karena sejumlah alasan. Misalnya, Kejagung tidak pernah menunjukkan keberadaan dari alat-alat tersebut.

Untuk menepis tuduhan itu, maka Wakil Ketua Komisi III Ahmad Sahroni pada 26 November lalu mendatangi Kejagung untuk melihat alat intelijen tersebut. Dari hasil kunjungannya, Sahroni mengaku melihat dan mengapresiasi alat-alat intelijen yang disebut mendapat dukungan dari DPR.

Dari pantauannya, Sahroni menilai, Kejagung mempunyai alat intelijen yang berfungsi dengan baik untuk mendukung tugas serta fungsi Kejaksaan.

Menanggapi kondisi tersebut, Sekretaris Pendiri Indonesian Audit Watch (IAW) Iskandar Sitorus mengatakan, pengadaan proyek alat intelijen di Kejagung menjadi kontroversi karena tata kelola perencanaan hingga pelaksanaan anggaran tidak dilakukan secara terbuka. Itu sebabnya, publik mencurigai ada yang janggal dari pengadaan proyek alat intelijen di lingkungan Kejagung tersebut.

Baca Juga :   Ditjen Perhubungan Darat Diminta Akomodir Aspirasi Anggota Komisi V DPR

“Kalau kami menggunakan laporan hasil pemeriksaan (LHP) audit BPK tahun anggaran 2023 atas Kejagung. Nah, di LHP menyebutkan ada pengadaan alat intelijen di 2023 yang menggunakan pinjaman luar negeri yang nilainya kalau dirupiahkan lebih dari Rp 1 triliun. Lalu, mengapa ada lagi anggaran sejenis atau setidaknya pengadaan alat yang berfungsi sama di 2024? Menjadi janggal bukan?” tutur Iskandar di Jakarta, Minggu (8/12).

Di samping itu, kata Iskandar, kejanggalan lainnya jika dibandingkan LHP audit BPK 2023 dengan proyek alat intelijen 2024, maka nomenklaturnya terlihat hampir sama. Itu sebabnya, menjadi wajar jika publik curiga karena diduga Kejagung dan Komisi III sama-sama menganggarkan untuk proyek yang sama untuk 2 tahun berturut-turut.

“Kami pun mempertanyakan hal tersebut, apakah pengadaan alat intelijen 2023 dan 2024 itu sama atau malah duplikasi? Kalau sama, mengapa Kejagung harus mengadakan proyek tersebut di 2024? Apakah peralatan yang baru dibeli 2023 itu sudah rusak atau berada dalam fungsi yang tidak seharusnya? Belum lagi diduga ada pengadaan sejenis alat intelijen oleh instansi lain, namun penggunaannya di bawah kendali Kejagung? Coba dicocokkan mata anggaran pengadaan alat sejenis di Komdigi tahun anggaran 2021-2022 yang angkanya juga sangat bombastis. Publik kan tidak mendapatkan penjelasan atas hal-hal tersebut,” ungkap Iskandar.

Baca Juga :   2 Isu Besar Ini Dinilai Membuat BUMN Tidak Berjalan Sebagaimana Mestinya

Dicek dan Mohon Waktu
Menjawab soal dugaan kejanggalan dan kurangnya transparansi dalam hal pengadaan peralatan intelijen itu, Kepala Biro Perlengkapan pada Jaksa Agung Muda Pembinaan (Jambin) Kejaksaan Agung, Asep Maryono mengatakan, pihaknya membutuhkan waktu untuk mengecek hal-hal tersebut. “Saya cek dan mohon waktu dulu,” kata Asep saat dihubungi lewat aplikasi perpesanan Whatsapp beberapa waktu lalu. [Baca: Menyoal Tata Kelola Perencanaan dan Pengadaan Proyek Peralatan Intelijen di Kejagung]

Sebelumnya, sejumlah pemberitaan menduga ada kejanggalan dalam pengadaan proyek peralayan intelijen di lingkungan Kejaksaan Agung. Nilainya pun disebut fantastis hampir menyentuh Rp 1 triliun. Pengadaan proyek tersebut dinilai tersebar di beberapa satuan kerja dan diduga melibatkan pihak swasta yang saling terkait satu dengan lainnya.

Dapatkan berita dan analisis seputar ekonomi, bisnis dan lainnya hanya di theiconomics.com.

Pastikan untuk mengikuti perkembangan terbaru, berita, dan event The Iconomics di akun sosial media kami:
Instagram: the.iconomics
TikTok: @theiconomics
YouTube: @theiconomics
X: theiconomic
LinkedIn: The Iconomics

Leave a reply

Iconomics