
Temukan 8 Kelemahan Pengelolaan APBN, Berikut Rekomendasi BPK ke Pemerintah

Ketua BPK Isma Yatun/Iconomics
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kelemahan sistem pengendalian internal dan ketidakpatuhan dalam pengelolaan anggaran pendapatan belanja negara (APBN. Kendati tidak berdampak secara material, pemerintah diminta memperbaiki hal tersebut terutama dalam mengelola APBN.
Ketua BPK Isma Yatun mengatakan, temuan tersebut, pertama terkait dengan pengelolaan insentif dan fasilitas perpajakan 2021 sebesar Rp 15,31 triliun, yang dinilai belum sepenuhnya memadai. Karena itu, BPK merekomendasikan pemerintah untuk menguji kebenaran pengajuan insentif dan fasilitas perpajakan yang diajukan wajib pajak dan disetujui, serta menagih kekurangan pembayaran pajak beserta sanksinya untuk pemberian insentif dan fasilitas yang tidak sesuai.
Kedua, kata Isma, piutang pajak macet sebesar Rp 20,84 triliun, yang hingga saat ini belum dilakukan tindakan penagihan. Untuk ini, BPK merekomendasikan pemerintah agar menginventarisasi piutang macet yang belum kedaluwarsa penagihan per 30 Juni 2022 dan melakukan tindakan penagihan aktif sesuai ketentuan.
Ketiga, kata Isma, terkait dengan sisa dana investasi pemerintah dalam rangka program pemulihan ekonomi nasional (PEN) tahun 2020-2021 kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk sebesar Rp 7,5 triliun, tidak dapat disalurkan, dan kepada PT Krakatau Steel sebesar Rp 800 miliar berpotensi tidak dapat disalurkan.
“BPK merekomendasikan pemerintah antara lain melakukan pengembalian sisa dana investasi pemerintah dalam rangka pemulihan ekonomi nasional kepada Garuda Indonesia sebesar Rp 7,5 triliun ke rekening kas umum negara,” ujar Isma di Kompleks Parlemen, Selasa (14/6).
Keempat, kata Isma, perlakuan dana fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) sebagai investasi jangka panjang non-permanen lainnya pada LKPP 2021. Ini dinilai belum didukung keselarasan regulasi, kejelasan skema pengelolaan dana, dan penyajian dalam laporan keuangan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).
Soal itu, kata Isma, BPK merekomendasikan agar pemerintah menetapkan kebijakan akuntansi penyajian investasi jangka panjang non-permanen lainnya untuk penyelesaian pengelolaan dana FLPP pada BP Tapera sebagai badan hukum lainnya yang ditunjuk sebagai operator investasi pemerintah.
Kelima, kata Isma, BPK menyatakan penganggaran pelaksanaan dan pertanggungjawaban belanja non-program Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional (PC-PEN) dengan minimal anggaran sebesar Rp 12,52 triliun, belum sepenuhnya sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Oleh sebab itu, kata Isma, BPK merekomendasikan pemerintah untuk memperbaiki mekanisme penganggaran, pelaksanaan, dan pertanggungjawaban belanja, dalam memitigasi risiko ketidakpatuhan proses, ketidaktercapaian output, dan ketidaktepatan sasaran pelaksanaan belanja negara.
Keenam, BPK menemukan sisa dana bantuan operasional sekolah (BOS) reguler pada 2020-2021 dengan minimal anggaran Rp 1,25 triliun, belum dapat disajikan sebagai piutang transfer ke daerah. BPK merekomendasikan pemerintah untuk menginventarisasi dan rekonsiliasi atas sisa dana BOS reguler 2020-2021.
Ketujuh, BPK menyampaikan adanya kewajiban jangka panjang atas program pensiun yang disampaikan dalam laporan catatan keuangan pemerintah. Atas dasar itu, BPK mendorong pemerintah untuk memerintahkan tim task force agar melakukan percepatan penyelesaian pernyataan standar akuntansi pemerintahan (PSAP) yang mengatur tentang imbalan kerja termasuk dalam hal masa transisi selama proses perubahan peraturan perundang-undangan pensiun.
Kedelapan, BPK menyebutkan terdapat kelemahan penatausahaan putusan hukum yang berkekuatan tetap sehingga tidak dapat diketahui potensi hak dan kewajiban pemerintah secara keseluruhan. BPK karena itu memberikan masukan, agar pemerintah menetapkan mekanisme pemantauan dan penatausahaan atas putusan hukum inkrah yang dapat menimbulkan hak dan kewajiban atau pelepasan aset pemerintah sebagai dasar pelaporan keuangan keuangan pemerintah pusat.
“Selain itu, dalam memberikan tambahan informasi mengenai pelaksanaan APBN tahun 2021 BPK juga menyampaikan hasil review pelaksanaan transparansi fiskal yang secara umum menunjukan pemerintah telah memenuhi sebagian besar kriteria transparansi fiskal berdasarkan praktik terbaik internasional,” kata Isma.
Merespons laporan BPK, Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus mengatakan, pihaknya akan menindaklanjuti laporan tersebut sebagaimana mekanisme yang berlaku. “Dewan mengucapkan terima kasih atas kerja sama yang selama ini terjalin dengan baik,” kata Lodewijk.